risiko penis terpotong akibat sunat laser atau electical cauter

Penis Terpotong, Risiko Sunat Laser atau Electrical Cauter

Sunat bagi sebagian masyarakat tidak sekedar menjalankan bajaran agama, tapi ada manfaat kesehatan bagi tubuh. Tujuan dilakukannya khitan adalah untuk menjaga ujung kemaluan agar tidak terkumpul kotoran, dan leluasa untuk buang air kecil.

Penelitian bahkan menyatakan bila sunat dapat menurunkan risiko infeksi saluran kemih dan kanker penis. Riset juga membuktikan bila ada hubungan signifikan antara sunat dengan penularan HIV. Dalam laporan yang diterbitkan oleh American Academy of the Children dijelaskan bahwa sunat bermanfaat bagi kesehatan bayi baru lahir.

Sunat atau sirkumsisi pada dasarnya merupakan operasi pengangkatan atau pelepasan kulup (kulit yang menutupi ujung penis). Ada berbagai metode sunat yang ditawarkan kepada masyarakat. Salah satu teknik sunat yang sempat ‘naik daun’ adalah electrical cauter atau sunat dengan ‘laser’ – walau sejatinya tidak benar-benar menggunakan sinar laser.

Electric cauter ini berupa lempengan logam yang dialiri arus listrik berfrekuensi tinggi untuk menciptakan panas sehingga mampu memotong kulup.

Teknik yang juga disebut dengan diathermy (electro surgery) ini bertujuan untuk mencapai kondisi hemostasis (menghentikan / minimal perdarahan). Metode ini sebenarnya telah digunakan lama, dan disempurnakan oleh Bovie dari Universitas Harvard pada tahun 1962.

Kelebihan metode sunat laser ini adalah minim jahitan dan perdarahan. Proses penyembuhannya pun lebih cepat, serta perawatan lebih sederhana.

Namun teknik sunat electro cauter ini masih menjadi kontrofersi. Karena jika salah penggunaannya berisiko menimbulkan luka bakar. Dalam Journal of the American College of Surgeons (2006) ditulis semakin kecil ukuran penis, semakin besar risiko panas (dari logam pemotong) menyebar hingga ke pangkal penis.

Dalam laporan kasus yang dipublikasikan dalam British Medical Journal (Januari 2013) dijelaskan seorang anak berusia 7 tahun penisnya terpaksa harus diamputasi karena efek sunat laser.

Ia disunat menggunakan perangkat elektrokauter monopolar yang menyebabkan luka bakar parah di kelenjar penis si anak. Pada pemeriksaan, ia mengalami nekrosis atau kondisi cedera pada sel yang mengakibatkan kematian dini sel-sel dan jaringan hidup pada kelenjar dan batang penis.

Anak itu harus dilarikan ke pusat oksigen hiperbarik karena sianosis (kondisi organ berwarna kebiruan karena kekurangan oksigen) pada kelenjar penisnya. Ia menjalani pengobatan dengan memberikan oksigen murni dalam ruangan khusus bertekanan tinggi.

Menurut dr. Mahdian Nur Nasution, SpBS, pendiri Rumah Sunat Dr. Mahdian, metode sunat electrical cauter adalah teknik sunat modern yang paling berbahaya.

“Sebenarnya ini adalah alat bedah yang digunakan untuk memotong kulit atau pembuluh darah sehingga perdarahan minimal. Hanya saja, alat ini sudah banyak dimodifikasi sedemikian rupa. Ada yang berbentuk lempeng logam yang dipanaskan seperti pemanas air. Karena modifikasi itulah teknik ini tidak direkomendasikan,” terang dr. Mahdian.

Ia menambahkan banyak risiko lain dari teknik sunat laser ini, seperti jahitan atau bentuk bisa miring, risiko luka bakar, perdarahan, hingga kepala penis terpotong.

Karenanya, meski teknik ini lebih cepat, namun tetap disarankan untuk tidak memilih teknik ini. Kalaupun tetap ingin menggunakan teknik ini, imbuh dr. Madian, harus dipastikan dilakukan oleh tenaga medis yang tepat, yaitu dokter spesialis bedah.

Ia lebih menyarankan teknik sunat dengan klem. Sunat ini dilakukan dengan memasang alat klem di batang penis sesuai ukuran. Setelah itu kulup dipotong. Klem akan terpasang pada penis hingga luka mengering.

Metode klem tidak menggunakan jahitan dan minim perdarahan. Selain itu, proses penyembuhan juga berlangsung cepat dan tidak terlalu terlalu nyeri.

"Teknik ini aman untuk segala usia, apalagi untuk bayi yang suka mengompol. Tak ada larangan untuk tak boleh kena air setelah itu," pungkas dr. Mahdian. (jie)