Pahami Kenapa Anak Mogok Makan | OTC Digest

Pahami Kenapa Anak Mogok Makan

Memasuki umur 2 tahun tak jarang anak-anak mogok makan, atau perlu waktu lama untuk menghabiskan satu porsi makanan. Di satu sisi anak-anak mulai aktif bergerak, kondisi ini biasanya membuat orangtua khawatir. Cukupkah nutrisinya?

Memang banyak ibu yang bingung menghadapi anaknya yang tiba-tiba mogok makan. Menurut Dr. dr. Saptawati Bardosono, MSc, SpGK, staf pengajar di Departemen Medik Ilmu Gizi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, masalah makan pada anak biasanya tumbuh saat batita (bawah tiga tahun), yakni setelah lepas masa ASI. Mogok atau susah makan merupakan proses yang normal dalam fase tumbuh kembang anak.

Perlu dipahami ada transisi dalam masa pertumbuhan anak. “Pada umur 0-1 tahun pertumbuhan anak cepat sekali, nafsu makannya juga tinggi. Dalam satu, tahun berat badan anak bisa naik dari 3 kg menjadi 9 kg.  Tapi di usia 1-2 tahun, anak tidak tumbuh secepat masa bayi. “Otomatis terjadi penurunan nafsu makan,” ujar wanita yang akrab disapa dr. Tati ini.

Yang banyak terjadi adalah orangtua menganggap dengan pertambahan usia dan berat badan, anak membutuhkan lebih banyak makan. Akibatnya porsi makan ditambah, ketegangan pun terjadi saat  orangtua membujuk si kecil agar mau makan.

Di akhir usia 1 tahun, anak mulai bisa minum sendiri dari gelas dan makan bersama dengan porsi kecil. Sekitar usia 15 bulan, anak mulai memilih makanan untuk menunjukkan kebebasan dan otonominya. Pada usia 2 tahun, ia sudah bisa makan dan bebas mencari makanannya sendiri.

“Anak hanya akan mau makan pada saat lapar. Susah untuk dibuatkan jadwal makan, seperti pada orang dewasa. Menyuapkan makan pun tidak boleh terlalu lama. Jika sudah 20-30 menit belum selesai sebaiknya di-stop saja. Nanti jika dia lapar, dengan sendirinya akan minta makan,” kata dr. Tati.

Jika ibu mengikuti kemauan anak sampai makan berjam-jam, kebiasaan makan ini akan sulit dihilangkan. Anak akan merasa sang ibu akan selalu menunggunya.

Orangtua adalah yang paling tahu kebutuhan anak. Jadi, perlu tahu apa yang perlu diberikan kepada anak untuk memenuhi kebutuhan gizinya. Orangtua sebaiknya tidak mengikuti kemauan makan anaknya yang hanya itu-itu saja. Sementara, adalah anak yang menentukan kapan dan seberapa banyak ia mau makan.

Untuk memenuhi kebutuhan zat gizi, si kecil perlu mengonsumsi beragam makanan. Masalah bisa muncul, karena biasanya anak susah menerima makanan baru. Dr. Saptawati menjelaskan, “Anak memerlukan waktu 10-15 kali mencoba, untuk bisa menerima makanan baru. Otak anak perlu waktu untuk merekam dan membiasakan diri dengan rasa makanan tertentu.”

Makanan baru seperti wortel atau brokoli, perlu diperkenalkan secara bertahap. Setelah itu, baru berikan makanan campuran wortel dan brokoli.  “Kenalkan makanan baru saat pagi hari, jangan sore ketika dia sudah merasakan berbagai macam makanan dan sudah lelah. Yang lebih penting orangtua harus bersabar. Jangan memaksa, karena dapat mengganggu rasa percaya diri anak,” tegas dr. Tati.

Mikronutrien, sedikit tapi perlu

Masalah mogok / susah makan akan berdampak pada gangguan tumbuh kembang si kecil. Mungkin tidak serta-merta kelihatan kurus, tapi anak akan kekurangan gizi mikro (mikronutrien). Sedangkan, mikronutrien dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan fisik, motorik dan kognitif anak.

Mikronutrien dibutuhkan tubuh hanya dalam jumlah sedikit, tapi jika yang sedikit ini tidak terpenuhi akibatnya fatal. Anak jadi gampang sakit dan kurang nafsu makan, akibatnya kalau sakit menjadi parah dan lama sembuh. Bisa juga menyebabkan stunting (pendek).

Yang tergolong mikronutrien adalah mineral, seperti zink, zat besi (Fe), kalsium, asam folat dan vitamin B kompleks. Data SEAMEO (The Southeast Asian Ministers of Education Organization) tahun 2012 mendapati, asupan mikronutrien (vitamin C, zing, asam folat dan zat besi) pada sebagian besar anak Indonesia usia 1-5 tahun di semua status sosial kurang.

Tidak hanya perkembangan fisik yang terganggu, tapi juga kognitifnya. Tanpa energi dan nutrisi yang cukup, anak tidak bisa menyerap informasi dengan optimal. Beberapa penelitian menunjukkan, anak yang bertubuh tinggi lebih pintar daripada anak yang stunting. Penelitian tahun 1991 menjelaskan bahwa rata-rata anak normal memiliki skor kecerdasan sekitar 105, sementara anak stunting skornya sekitar 90.

Biasanya, anak menjadi apatis. Berita bagusnya, berdasar penelitian, anak kurang gizi yang IQ-nya 92, bila mendapat makanan tambahan yang baik, IQ-nya bisa naik menjadi 100 dan bila ditambah stimulasi menjadi 104.

Mikronutrien didapatkan dari beragam buah dan sayur. Dituntut kesabaran dan kreativitas ibu, untuk membuat si kecil mau mengonsumsi sayur dan buah. Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG), anak usia 1-3 tahun membutuhkan 1.200 kkal/ hari, untuk mengimbangi tumbuh kembang dan aktivitas fisiknya. Dari jumlah itu, susu dapat membantu memenuhi sekitar 20-30% kebutuhan. (jie)