Prevalensi dan risiko alergi, terutama yang dipicu dari makanan seperti alergi susu sapi, masih sering dialami oleh anak berusia di atas 1 tahun di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.
Journal of Nutrition & Food Science (2016) mencatat sekitar 240 – 550 juta orang si seluruh dunia berpotensi menderita alergi makanan, di mana alergi susu sapi merupakan salah satu yang sering dialami sekitar sekitar 2-7,5% anak-anak.
Alergi susu sapi disebabkan pencernaan si kecil belum mampu mencerna protein kasein dalam susu sapi. Selain kasein, susu sapi juga mengandung protein whey. Kasein merupakan bagian susu yang berbentuk kental, porsinya antara 76-86% dari total protein susu.
Saat ini masih banyak orangtua yang tidak menyadari bahwa anak dengan alergi susu sapi yang tidak tertangani bisa berdampak serius. Menurut Giovaninni M, et al, dalam penelitiannya, hal ini sebabkan anak tidak mendapatkan nutrisi penting dari pembatasan konsumsi susu sapi yang menimbulkan gejala alergi, sehingga anak berisiko kurang gizi dan bisa memengaruhi tumbuh kembangnya. Riset ini diterbitkan di Italian Journal of Pediatric (2014).
Kekhawatiran yang sama juga dialami oleh aktris cantik Asmirandah. Kepada OTC Digest, ia berkata, “Sebagai Bunda dengan anak yang tidak cocok susu sapi, saya sempat merasa khawatir tentang pemenuhan nutrisi dan tumbuh kembangnya.”
“Saya juga suka bingung tentang pemenuhan nutrisi seperti apa yang cocok untuk anak yang tidak cocok susu sapi, terlebih saat mendengar mitos-mitos terkait hal ini.”
Susu isolat kedelai sudah lama direkomendasikan para ahli sebagai alternatif pengganti susu sapi pada anak yang alergi susu sapi. Rekomendasi para ahli adalah susu isolat protein kedelai yang difortifikasi untuk anak di atas 1 tahun.
Masalahnya, tidak sedikit orangtua yang meragukan kandungan gizi pada susu isolat protein kedelai. Mereka menganggap bahwa susu isolat kedelai tidak sebaik susu sapi.
Benarkah? Faktanya, sejumlah penelitian (Andres et al, 2012 dan Vandenplast et al, 2014) telah membuktikan bahwa pola pertumbuhan, fungsi metabolisme, endokrin, imunitas, sistem saraf, dan kesehatan tulang anak-anak yang mengkonsumsi susu isolat protein kedelai tidak berbeda signifikan dengan anak-anak yang mengkonsumsi susu sapi.
Selain itu, saat ini susu isolat kedelai telah difortifikasi dengan berbagai mineral dan vitamin, sehingga tetap dapat mendukung tumbuh kembang optimal anak yang tidak cocok susu sapi. Tumbuh kembang anak-anak yang mengonsumsi susu isolat protein kedelai sama baiknya dengan yang mengonsumsi susu sapi.
Susu kedelai membuat anak laki-laki “gemulai”?
Salah satu keraguan orangtua memberikan susu isolat protein kedelai adalah bisa membuat anak laki-laki mereka “gemulai”, karena tinggi hormon estrogen (hormon wanita).
Faktanya, penelitian Prof. Yvan Vandenplas, dari Vrije Universiteit Brussel (Belgia) menegaskan, tingkat estrogen pada anak yang mengonsumsi susu isolat protein kedelai ditemukan lebih tinggi, namun tidak ditemukan bukti kuat adanya dampak negatif terhadap fungsi dan hormon organ seksual.
Susu isolat kedelai tersebut mengandungan protein tinggi yang setara dengan susu sapi. Seperti halnya pada ASI, kalsium dan fosfor pada susu formula kedelai memiliki perbandingan 2: 1 untuk menunjang pembentukan tulang dan gigi yang kuat. Ini berarti susu isolat kedelai memiliki nutrisi yang tidak kalah dengan susu sapi.
Kembali ke Asmirandah, “Saya melihat Chloe sekarang bisa tumbuh sehat menjadi seorang anak yang lebih aktif, mampu bersosialisasi dan percaya diri seperti yang diharapkan berkat stimulasi dan nutrisi tepat dengan gizi seimbang, serta dukungan dari susu formula isolat protein soya yang difortifikasi.”
“Saya meyakini, banyak para orangtua lainnya yang juga telah membuktikan hal tersebut untuk dapat mendukung tumbuh kembang optimal anak mereka yang tidak cocok susu sapi,” pungkasnya. (jie)