Gejala Dengue Tidak Khas, Waspada bila Anak Demam Tinggi Mendadak
gejala_dengue_tidak_khas

Gejala Dengue Tidak Khas, Waspada bila Anak Demam Tinggi Mendadak

Dulu, gejala demam berdarah dengue (DBD) identik dengan bercak-bercak merah di kulit yang tidak hilang ketika kulit diregangkan. Namun sekarang, gejala khas ini justru jarang ditemukan. “Seringnya gejala dengue tidak khas. Kadang cuma seperti mau flu, sakit tenggorokan,” ungkap Prof. Dr. dr. Sri Rezeki Hadinegoro, Sp.A(K).

Gejala yang tidak khas sering kali membuat kita lengah, sehingga penanganan DBD bisa terlambat. Hal inilah yang bisa meningkatkan risiko kematian akibat DBD. Sebagai informasi, DBD disebabkan oleh virus dengue. Penyakitnya disebut demam dengue, dan disebut DBD bila sudah terjadi perdarahan.

Gejala Dengue Tidak Khas, tapi bisa Diwaspadai

DBD belum ada obatnya. “Kadang ibu-ibu bingung, kok anak kena DBD tidak dikasih obat, cuma diinfus saja. Memang tidak ada obatnya; penanganan DBD cuma cairan dan oksigen,” ujar Prof. Sri, dalam konferensi pers Indonesia Dengue Summit 2024 di Jakarta (23/6/2024).

Untuk itu meski gejala dengue tidak khas, penting untuk mengenali beberapa gejala yang mengarah ke penyakit tersebut, terutama pada anak-anak. Prof. Sri mengungkapkan, pada anak, kadang dengue menimbulkan demam tinggi dan mendadak. “Pagi masih sekolah, sorenya mendadak demam tinggi, dan demam tidak diserta batuk pilek. Curigai itu dengue. Apalagi kalau anak muntah, tidak mau makan dan minum. Memang perut sangat tidak nyaman sehingga makanan minuman tidak bisa masuk sama sekali,” papar Prof. Sri.

Gejala lain yang acap dirasakan yakni nyeri di belakang mata, sakit kepala, dan nyeri otot. Gejala-gejala ini umumnya dikeluhkan anak usia 5 tahun ke atas. “Kalau anak yang lebih kecil tidak bisa mengeluh rasanya seperti apa. Hati-hati kalau demam sudah tiga hari. Segera bawa anak ke dokter,” tandasnya.

DBD memiliki siklus pelana kuda, yang terdiri dari 3 fase: fase demam tinggi, fase kritis, dan fase penyembuhan. “Fase pertama yaitu demam tinggi selama satu sampai tiga hari. Kalau tidak ketahuan, masuk ke fase kritis. Bisa terjadi syok karena cairan merembes keluar dari pembuluh darah,” terang Prof. Sri.

Di fase kritis, karena cairan keluar dari pembuluh darah, maka aliran darah jadi pelan. Ini membuat tubuh kekurangan oksigen sehingga muncul keluhan pusing, bahkan anak bisa kehilangan kesadaran. “Bisa juga terjadiperubahan perilaku, misalnya anak marah-marah pada ibunya,” imbuh Prof. Sri. Waspada bila demam si Kecil turun tapi ia tampak loyo, manya tidur terus. Ini adalah tanda awal dari fase kritis.

Gejala DBD lebih mudah dikenali ketika sudah terjadi dehidrasi berat dan/atau perdarahan. Bila ada dehidrasi berat, anak tidak pipis selama berjam-jam karena tubuhnya sudah sangat kekurangan cairan, sehingga tidak ada lagi urin yang keluar. Adapun perdarahan bisa dikenali dengan munculnya mimisan, atau feses/tinja berwarna hitam karena mengandung darah. “Pada anak yang sudah mens, sering kali tiba-tiba dia mens banyak. Itu hati-hati,” papar Prof. Sri.

Tentu kita tidak ingin anak jatuh dalam fase kritis. Bila anak tiba-tiba demam tinggi, sebaiknya sgera bawa ke pusat layanan kesehatan terdekat untuk minta dilakukan tes dengue. Dulu, penyebab demam baru bisa dideteteksi setelah tiga hari. Namun sekarang, virus dengue sudah bisa dideteksi sejak awal, dengan tes dengue NS1. Tes ini biasanya sudah tersedia di Puskesmas.

Mencegah DBD secara Menyeluruh

Pencegahan DBD tidak selalu mudah. Apalagi sekarang musim tidak bisa diprediksi; musim hujan dan kemarau tidak lagi seperti dulu, sehingga siklus DBD pun, yang biasanya mengikuti musim hujan, berubah. "Biasanya kasusnya naik mulai November, lalu puncaknya di bulan Februari sampai Maret. Tapi sekarang iklim sudah kacau sehingga siklus penyakit ini juga berubah," papar Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, Kementrian Kesehatan, dr. Imran Pambudi, MPHM.

Mencegah DBD dengan cara 3M Plus, jumantik, dan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) tetap perlu dilakukan. “Jangan hanya mengandalkan fogging, karena fogging hanya membunuh nyamuk dewasa, sedangkan jentik-jentik nyamuk masih ada,” ucap dr. Imran.

Pemerintah telah melepaskan nyamuk ber-Wolbachia di beberapa daerah. Jangan ketakutan akibat termakan kabar bohong; nyamuk ber-Wolbachia sangat aman untuk manusia maupun lingkungan. Teknologi ini akan mengurangi populasi nyamuk A. aegypti sekaligus menghambat pertumbuhan virus dengue di dalam tubuh nyamuk.

Ia melanjutkan, pemerintah maupun masyarakat memiliki peran yang sama penting dalam mengatasi DBD. Waspada bila ada gejala dengue tidak khas seperti demam mendadak pada anak. Masyarakat juga bisa melakukan vaksinasi dengue. Vaksin dengue telah mendapat izin BPOM untuk usia 6 – 45 tahun. “Vaksin menjadi intervensi yang sangat efektif dalam penanggulangan dengue di Indonesia,” pungkas dr. Imran. (nid)