Dampak Stunting saat Dewasa, Gangguan Psikososial hingga Diabetes
stunting_saat_dewasa

Dampak “Stunting” saat Anak Dewasa, dari Gangguan Psikososial hingga Diabetes

Dampak stunting pada masa kanak-kanak, berlanjut hingga ia dewasa. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan, angka stunting pada anak di Indonesia sekira 30,8%. Stunting tak sekadar bertubuh pendek. Fungsi kognitif hingga pertumbuhan organ anak pun ikut terganggu.

Anak yang stunting, saat dewasa nanti tentu akan memiliki perawakan yang lebih pendek dibanding usia sebayanya. Fungsi kognitifnya yang terganggu akan menghambat prestasi akademik. Akhirnya sebagai orang dewasa, pilihan pekerjaannya lebih terbatas. Lebih banyak melakukan pekerjaan kasar, dengan upah yang pastinya lebih kecil ketimbang perkerjaan yang melibatkan pemikiran.

Fungsi psikososial pun ikut terganggu. “Kemampuan komunikasi mereka kurang baik, sehingga hubungan interpersonal pun tidak baik. terciptalah barrier yang cukup besar antara dirinya dengan orang lain,” tutur Ketua IDI Kabupaten Cirebon dr. Ahmad Fariz Malvi Zamzam Zein Sp.PD, MM, di sela acara #IndonesiaSIAP di Cirebon, Sabtu (25/1/2020).

Terkait kesehatan fisik, anak stunting secara umum memiliki daya tahan (imunitas) tubuh yang kurang baik. Mereka jadi lebih rentan terhadap infeksi, hingga dewasa. “Mereka lebih rentan terhadap TB (tuberkulosis), demam tifoid, dan sebagainya. Karena prinsipnya, penyakit infeksi terjadi saat imunitas tubuh turun,” tuturnya.

Masih ada ancaman penyakit tidak menular (PTM). “Misalnya diabetes melitus. Ini berhubungan dengan kondisi pankreas, yang pertumbuhannya tidak matang akibat stunting,” terang dr. Ahmad. Karena kondisi pankreas tidak sempurna, kemampuannya dalam memetabolisme gula pun tidak optimal. Kondisi ini terus berlangsung dari hari ke hari, hingga akhirnya muncullah diabetes.

Apakah anak yang stunting bisa diobati? “Yang kita upayakan adalah growth spurt, mengejar dan memacu pertumbuhan anak,” ucap dr. Ahmad. Idealnya, intervensi dilakukan sebelum anak berusia 2 tahun, sebelum periode emas pertumbuhan anak selesai. Itu sebabnya, penting membawa anak secara rutin ke Posyandu, untuk diukur tinggi badan dan ditimbang berat badannya. Dengan demikian bila angkanya di bawah garis normal, bisa segera dilakukan intervensi.

Tumbuh kembang anak stunting bisa dikejar dengan intervensi nutrisi yang tepat. Anak juga harus dievaluasi, apakah ada infeksi yang menghambat tumbuh kembangnya. “Kalau kebutuhan gizi diperbaiki tapi infeksi tetap ada, hasilnya tidak akan optimal. Harus diintervensi bersama-sama,” tutur dr. Ahmad.

Sayangnya, bila sel-sel otaknya sudah telanjur terdampak, maka tidak sifatnya irreversible alias tidak bisa dikembalikan seperti semula. Meski dilakukan intervensi gizi. Namun bukan berarti kita boleh menyerah. Sel-sel otak yang masih sehat, masih bisa diselamatkan dengan intervensi yang tepat. “Stunting bukan keputusasaan. Ini adalah tantangan,” pungkas dr. Ahmad. (nid)

____________________________________________

Ilustrasi: Hand photo created by freepik - www.freepik.com