“Generasi emas” anak-anak Indonesia di tahun 2045 bisa hanya sebuah impian bila angka stunting masih tinggi. Pemenuhan gizi sejak dini merupakan pondasi. Asupan makanan yang tidak sesuai akan menyebabkan pertubuhan kognitif dan fisik anak terganggu, termasuk menciptakan generasi stunting.
Stunting merupakan masalah gizi kronis (jangka panjang) yang terjadi karena kurangnya asupan gizi mikro. Hasil Studi Status Gizi Indonesia tahun 2021 menunjukkan angka stunting adalah 24,4 %. Angka ini lebih tinggi dari anjuran WHO yaitu di bawah 20%.
Stunting tidak sebatas menyebabkan anak berpawakan pendek, tetapi juga perkembangan otak yang tidak maksimal. Menurunkan kecerdasan (IQ) 11 poin, risiko meninggal usia muda 4 kali lebih tinggi dan pendapatannya saat dewasa berkurang 22%, dibanding anak tidak stunting.
Baca: Apa Beda Anak Stunting dengan Pendek
Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan stunting berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi negara sebesar 2-3 % dari Produk Domestik Bruto (PDB) per tahun, atau sekitar Rp 400 triliun per tahun.
Prof. Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, MSi, dari Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) – Institut Pertanian Bogor (IPB) mengatakan, “Mengenalkan anak pada makanan sehat pada usia dini sangatlah penting.”
Saat ini telah disusun buku Isi Piringku 4-6 tahun yang dikembangkan bersama antara IPB dan Danone Indonesia. Diharapkan dapat menjadi panduan orangtua dan guru PAUD untuk memenuhi kebutuhan gizi seimbang anak di rumah yang tidak membutuhkan biaya mahal.
Porsi Isi Piringku terdiri dari kombinasi 50% buah dan sayur (1/3 buah dan 2/3 sayur), serta 50% karbohidrat dan protein (dengan pembagian 1/3 lauk dan 2/3 karbohidrat). Panduan makan sehat tersebut tidak hanya membuat kenyang, tetapi juga memastikan tubuh sehat dan cukup gizi.
“Peran guru PAUD/TK mengedukasi di sekolah dan orang tua menerapkannya di rumah adalah kunci utama untuk mengenalkan anak pada jenis makanan sehat,” ujar Prof. Sri, yang juga ketua tim penyusun modul Isi Piringku 4-6 tahun, dalam kegiatan Gebyar Isi Piringku PAUD, Rabu (29/12/2021).
Ir. Djajeng Baskoro, MPd, dari Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, Kemendikbud Ristek RI, mengatakan, “Guru juga berperan untuk mengedukasi gizi seimbang kepada anak didiknya. Oleh karenanya, kami sangat menyambut baik segala inisiatif positif untuk memberikan edukasi guru dan orangtua tentang gizi seimbang melalui Pedoman Gizi Isi Piringku.”
Satu butir telur per hari
Sebuah penelitian menarik menyatakan bila konsumsi satu butir telur per hari mampu mencegah stunting. Baik telur rebus, goreng atau dimasak orak-arik (omelette), penelitian terbaru membuktikan dapat mendorong tumbuh kembang si kecil.
Dr. Lora Iannotti, PhD., associate professor dari Johns Hopkins University, AS dan tim memilih responden 160 bayi berusia 6 – 9 bulan yang tinggal di daerah rural pegunungan Ekuador.
Kelompok pertama (50% responden) mendapatkan satu butir telur per hari selama enam bulan. Kelompok kedua adalah pembanding (tidak mengonsumsi telur).
Hasilnya didapati stunting lebih sedikit pada kelompok bayi yang mendapat telur, 47% lebih rendah dibanding kelompok non telur. Sebagian bayi di kelompok non telur memang kadang mengonsumsi telur namun tidak sebanyak kelompok yang diobservasi.
“Kami sangat terkejut dengan hasilnya. Intervensi ini terbukti sangat efektif mencegah stunting. Dan yang lebih penting, cara ini sangat terjangkau bahkan untuk populasi yang rentan pada defisiensi nutrisi,” papar Iannotti, dilansir dari BBC. Riset ini dimuat dalam jurnal Pediatrics.
Prof. Mary Fewtrell, ahli nutrisi dari the Royal College of Paediatrics and Child Health mengatakan, telur dapat dikenalkan sebagai makanan pendamping ASI namun tetap sebagai bagian dari pola diet seimbang.
“Jangan diberikan pada anak di bawah 6 bulan. Telur harus dimasak matang untuk menghindarkan bayi dari potensi aneka infeksi,” tegasnya. (jie)