Bahaya Dehidrasi pada Anak, Bagaimana Mengatasinya?

Bahaya Dehidrasi pada Anak, Bagaimana Cara Mengatasinya?

Begitu banyak fungsi air di dalam tubuh. Antara lain bertindak sebagai pelarut berbagai zat. Air juga penting untuk mengatur suhu tubuh (termoregulasi), membantu proses pencernaan makanan, menjaga keseimbangan asam basa tubuh, hingga melancarkan metabolisme. “Air adalah sesuatu yang esensial untuk kehidupan, terutama anak-anak,” ungkap Dr. dr. Ariani Dewi Widodo, Sp.A(K) dari RSAB Harapan Kita, Jakarta. Bahaya dehidrasi pada anak tidak main-main.

Dehidrasi adalah kurangnya jumlah cairan di dalam tubuh. “Dehidrasi bisa terjadi karena asupan cairan kurang, cairan keluar berlebihan, atau dua-duanya,” terang Dr. dr. Ariani dalam JOHNSON’S® Parent Club Expert Class melalui FB Live, beberapa waktu lalu. Asupan cairan akan kurang bila anak tidak mendapat cukup air dari minuman/makanannya. Cairan bisa keluar berlebihan saat anak banyak bergerak, banyak berkeringat, atau mengalami diare dan muntah.

 

Bahaya dehidrasi pada anak

Secara umum, dehidrasi dibagi menjadi 3 kategori: ringan, sedang, dan berat. Pada dehidrasi ringan, efeknya mungkin belum terlalu kentara. Dehidrasi sedang sudah bisa menimbulkan efek yang mengganggu, dan dehidrasi berat bisa mengancam nyawa anak. Karenanya, bahaya dehidrasi pada anak tidak boleh dianggap sepele.

Penurunan performa fisik dan kognitif

Saat dehidrasi, performa fisik akan menurun. “Daya tahan otot menurun, suhu tubuh lebih cepat meningkat, dan motivasi makin turun. Tubuh pun lebih cepat capek,” ujar Dr. dr. Ariani. Performa kognitif atau kemampuan berpikir pun ikut turun. Konsentrasi dan mood anak menurun, kewaspadaannya berkurang, memori jangka pendek terganggu, bahkan kemampuan aritmatika dan visual motoriknya pun terganggu. “Tentu ini sangat mengganggu pada anak usia sekolah,” imbuhnya. Pada anak yang lebih kecil, sering kali merka jadi lebih rewel.

Berkurangnya kesadaran

Dehidrasi membuat darah mengental, “Ini membuat jantung lebih sulit memompa darah.” Akibatnya bisa terjadi penurunan tekanan darah (hipotensi), sakit kepala, migrain, dan pingsan. Bisa pula terjadi kebingungan seperti linglung, bahkan gangguan kesadaran (delirium). “Kalau dehidrasinya berat, bisa terjadi gangguan kesadaran berat,” lanjut Dr. dr. Ariani. Anak bahkan bisa sampai koma dan meninggal dunia, bila tidak segera mendapat pengobatan.

Terganggunya fungsi ginjal

Ginjal berfungsi menyaring racun dari darah untuk dibuang melalui urin, serta menjaga kesiembangan cairan dan elektrolit tubuh. “Bila tidak ada cukup cairan dalam darah, ginjal tidak bisa bekerja optimal menyaring racun. Akhirnya racun menumpuk di dalam tubuh, dan ginjal bisa rusak,” papar Dr. dr. Ariani.

Gangguan saluran cerna

Air sangat penting untuk saluran cerna, selama proses pencernaan dan pembuangan. Akibat kekurangan cairan, saluran cerna tidak bisa bekerja dengan baik. Dampaknya, nutrisi tidak terserap sempurna, dan kotoran (feses) menjadi keras. Muncullah sembelit.

Hilangnya elektrolit tubuh

Tidak hanya air yang hilang saat terjadi dehidrasi. Elektrolit pun ikut hilang, terutama pada dehidrasi akibat diare dan/atau muntah-muntah. Padahal elektrolit penting untuk fungsi otot dan syaraf, kesehatan jantung, dan kontrol asam basa tubuh. Elektrolit yang hilang berbeda pada dehidrasi akibat diare, dan dehidrasi akibat banyak berkeringat. “Kalau akibat diare, terutama yang banyak keluar adalah kalium, makanya anak lemas; otaknya seperti tidak terang,” ujar Dr. dr. Ariani. Saat banyak berkeringat, yang banyak keluar adalah natrium dan klorida.

 

Mengatasi dehidrasi

“Penanganan pertama dehidrasi pada anak adalah dengan memberikan cairan,” tegas Dr. dr. Ariani. Pada dehidrasi ringan, pemberian air minum biasa mungkin sudah cukup untuk menggantikan cairan yang hilang. Namun pada dehidrasi sedang – berat, ini tidak cukup. Bila dampak dehidrasi sudah mengarah makin berat, anak harus segera dibawa ke RS untuk mendapat pengganti cairan dan elektrolit melalui infus.

Kerap kita bingung mengapa anak tetap tampak lemas saat diare, meski sudah kita beri banyak minum. “Kemungkinan besar itu karena diberi air minum biasa,” jelas Dr. dr. Ariani. Ia menjelaskan, pada kasus dehidrasi kehilangan cairan dan elektrolit, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan pemberian cairan rehidrasi oral (CRO) dengan osmolaritas (kepekatan) rendah, yakni 245 mOsm/L. ini biasa kita sebut sebagai oralit.

Di pasar swalayan, ada banyak minuman dengan kandungan elektrolit. “Hati-hati memberikan minuman seperti ini kepada anak diare, karena osmolaritasnya tidak sesuai standar WHO untuk CRO. Kalau cairan terlalu pekat, begitu masuk ke usus justru akan menarik air dari tubuh,” papar Dr. dr. Ariani. Akibatnya cairan dalam tubuh makin kering, dan diare makin parah karena makin banyak cairan yang tertarik ke usus lalu dibawa keluar oleh elektrolit tersebut.

Perlu lebih cermat dalam memilih cairan pengganti saat anak diare. Selain oralit, ada produk minuman tertentu. Baca labelnya dengan teliti, pastikan bahwa osmolaritasnya sesuai dengan standar WHO. (nid)

Baca juga: Cara Menghitung Kebutuhan Air Anak dalam Sehari

____________________________________________

Ilustrasi: People photo created by bearfotos - www.freepik.com