Jangan Berolahraga saat Gula Darah Tinggi, Ini Risikonya
olahraga_diabetes

Jangan Berolahraga saat Gula Darah Tinggi, Ini Risikonya bagi Penyandang Diabetes

Melakukan latihan fisik adalah salah satu pilar penting dalam mengelola diabetes, di samping mengatur pola makan, memeriksa kadar gula darah secara teratur, dan minum obat sesuai anjuran. Penyandang diabetes yang berolahraga rutin 3-4 jam/minggu memiliki risiko yang lebih rendah mengalami berbagai komplikasi akibat diabetes, ketimbang yang tidak berolahraga. Namun sebaiknya jangan berolahraga saat gula darah tinggi. “Justru, kadar gula darah bisa makin tinggi,” ungkap Dr. dr. Dante S. Harbuwono, Sp.PD, Ph.D, KEMD, Kepala Divisi Metabolik Endokrin Dept. Penyakit Dalam FKUI/RSCM, Jakarta.

Pada dasarnya, jenis olahraga apapun, baik yang sifatnya aerobik, latihan kekuatan, atau kombinasi keduanya, sangat baik untuk menurunkan nilai HbA1c pada penyandang diabetes. HbA1c adalah nilai rata-rata gula darah selama 3 bulan terakhir. Disarankan mengombinasikan latihan aerobik dan latihan kekuatan. Menurut penelitian, latihan kombinasi lebih bermanfaat ketimbang melakukan satu jenis olahraga saja. Yang pasti, menurut Dr. dr. Dante, “Yang penting olahraga itu disukai. Kalau suka, maka akan semangat melakukannya secara rutin.”

Waspada, jangan berolahraga saat gula darah tinggi

Penting diingat, sebaiknya jangan berolahraga saat gula darah tinggi karena bisa berisiko. Saat kadar gula darah terlalu tinggi (>250 mg/dL), dikhawatirkan tidak ada cukup insulin dalam tubuh. Ini utamanya perlu diperhatikan oleh penyandang diabetes tipe 1 yang memang tubuhnya tidak bisa memproduksi insulin, dan penyandang diabetes tipe 2 yang tidak terkontrol.

Seperti diketahui, insulin adalah hormon yang diperlukan untuk memasukkan gula yang ada di darah ke sel. Ketika kita berolahraga, otot membutuhkan energi lebih banyak. Maka, tubuh pun melepaskan glukosa ke aliran darah. Bila tidak ada cukup insulin, maka glukosa tidak bisa masuk ke sel, dan malah tetap berada di dalam darah.

Alhasil, kadar gula darah pun jadi tinggi. Efek dominonya, jadi sering buang air kecil hingga bisa menimbulkan dehidrasi. Terlebih bila olahraga yang dilakukan cukup berat, karena cairan banyak terbuang melalui keringat.

Dampak yang lebih berbahaya yakni bila kadar insulin sangat rendah. Dalam kondisi ini, tubuh terpaksa membakar lemak untuk menjadi sumber energi. Untuk orang sehat, ini hal yang menguntungkan karena tumpukan lemak jadi terkikis. Namun pada penyandang diabetes, khususnya tipe 1, kondisi ini bisa berbahaya. Bila lemak yang dibakar terlalu banyak, terjadilah penumpukan keton yang beracun di dalam darah. Bisa terjadi ketoasidosis yang membahayakan nyawa.

Periksa dahulu kadar gula darah sebelum berolahraga. Jangan berolahraga bila kadar gula darah terlau rendah (<100 mg/dL) karena bisa terjadi hipoglikemia. Bila kadar gula darah >250 mg/dL, periksalah kadar keton dengan mencelupkan strip pemeriksaan pada urin; strip yang berubah warna menjadi merah muda/ungu menandakan ada kadar keton dalam urin. Urungkan niat berolahraga bila pemeriksaan keton positif. Bila hasilnya negatif, silakan berolahraga. Penyandang diabetes tipe 1 sangat disarankan memiliki alat cek keton mandiri, karena lebih berisiko mengalami ketoasidosis.

Dr. dr. Dante mengingatkan, “Jangan minum obat penurun gula darah sebelum berolahraga, untuk menghindari hipoglikemia.” Biasanya kita berolahraga di pagi hari. Maka minumlah obat setelah berolahraga, lalu sarapan. Bila ingin berolahraga setelah sarapan, maka minum dulu obat, lalu sarapan. Tunggu dulu, jangan langsung berolahraga. Berolahragalah 1 – 3 jam setelah makan, saat kadar gula darah kemungkinan lebih tinggi dan stabil.

Ingat, jangan memaksakan diri; berolahragalah sesuai kemampuan. Dengarkan sinyal tubuh. Segeralah berhenti bila merasakan tanda-tanda seperti pusing, berkeringat dingin, dan mata berkunang-kunang. (nid)

____________________________________________

Ilustrasi: Background photo created by freepik - www.freepik.com