Kegemukan dan obesitas semakin banyak dijumpai. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 mencatat, angka kegemukan pada balita mencapai 14% dari total anak. Riskesdas juga melaporkan, prevalensi kasus obesitas balita dalam keluarga kaya mencapai 14% (dari total anak obesitas), sementara pada keluarga miskin 13,7%. Beda tipis.
Jumlah kasus kegemukan bertambah seiring bertambahnya usia. Menurut pakar gizi, 80 % anak usia 10-14 tahun yang obesitas akan tetap obesitas pada usia dewasa. Anak yang obesitas biasanya susah jalan dan malas berolahraga. Anak yang gemuk sejak kecil, berisiko mengalami penyakit degeneratif (diabetes, hipertensi, jantung, stroke) saat dewasa nanti.
Mengatasi obesitas, orangtua perlu mendorong anak untuk beraktivitas fisik, dengan bermain di luar misalnya. Anak juga perlu mengubah cara makan dan memilih makanan yang benar, yakni yang memiliki jumlah kalori lebih sedikit tapi mengenyangkan.
Karbohidrat kompeks dan IG rendah
Untuk mencegah kegemukan ahli gizi biasanya akan memilih makanan yang memiliki nilai indeks glikemik (IG) rendah, berupa kombinasi karbohidrat kompleks dan tinggi lemak tak jenuh.
Menurut Prof. Dr. Ir. Made Astawan, MS dari Departemen Teknologi Pangan, IPB, indeks glikemik adalah nilai kecepatan makanan yang mengandung karbohidrat menaikkan glukosa (gula darah).
Makanan ber-IG tinggi akan menaikkan glukosa secara cepat, namun segera turun. Sebaliknya, makanan ber-IG rendah menaikan glukosa dengan perlahan dan turun perlahan.
Untuk mengontrol pola makan perlu latihan. Jadi, gampang-gampang susah. Kuncinya, “Jangan skip (bolos) waktu makan atau menahan lapar dulu baru makan,” Prof. Made menjelaskan.
Penelitian di Amerika Setrikat menunjukkan, anak-anak yang tidak sarapan justru banyak yang mengalami obesistas. Sebaliknya, remaja usia 10-15 tahun yang langsing umumnya rajin sarapan. Kenapa? ”Kalau kita tidak sarapan, makan siangnya jadi cenderung banyak,” ujarnya.
Makan sekaligus banyak memang tidak disarankan. Pertama, ukuran lambung akan memuai. Kedua, ibarat pabrik yang mendapat order dadakan dalam jumlah banyak, lambung akan bekerja ekstra keras.
Untuk itu, sebaiknya perut sering diisi namun dalam jumlah sedikit. Sangat disarankan ngemil snack sehat dan ber-IG rendah di antara waktu makan. “Contoh makanan ber-IG rendah adalah buah-buahan, kecuali pisang dan semangka,” tambah Prof. Made.
Atau makanan berserat seperti sayuran. Untuk karbohidrat, pilih karbohidrat kompleks yang tinggi serat, seperti beras merah, pasta dan roti gandum, kedelai dan kacang-kacangan.
Baca juga : Manfaat Keju: Dari Turunkan Berat Badan Sampai Kurangi Kolesterol
Sebuah studi dilakukan David Ludwig, MD, PhD, Direktur the Optimal Weight for Life (OWL), sebuah program dari bagian anak di Harvard Medical School. Sekelompok remaja diberi makanan ber-IG tinggi, seperti oatmeal instan, bagels dan beberapa sereal. Kelompok lain mengonsumsi omelet sayuran, keju rendah lemak, apel dan anggur yang lambat menaikkan glukosa.
“Pada kelompok IG tinggi, mereka tampak kelaparan, dan makan 600-700 kalori lebih banyak dibanding kelompok yang mengonsumsi makanan yang menaikkan glukosa secara lambat,” terang Ludwig.
Perbanyak protein
Protein membantu rasa kenyang dan menstabilkan gula darah. Protein dapat meningkatkan pelepasan hormon insulin (hormon yang bekerja mengubah glukosa menjadi energi). Ketika kita mengurangi karbohidrat, tubuh akan menggunakan protein otot sebagai bahan bakar alternatif.
Ahli nutrisi Emilia E. Achmadi MS, RD, menjelaskan bahwa sumber protein sehat banyak ragamnya. Daging, ikan, telur, kedelai dan olahannya. “Kedelai baik untuk camilan anak-anak dan dewasa. Jangan takut makan kuning telur, karena kandungannya baik. Untuk anak, satu butir kuning telur per hari masih aman,” tegasnya.
Ikan adalah sumber protein yang lebih baik dari daging sapi atau ayam. Ikan laut maupun darat serat proteinnya lebih pendek sehingga lebih mudah dicerna. Umumnya ikan mengandung 18-20% protein. Jadi, kalau makan ikan seberat 100 g, jita mendapat protein 20 g.
Protein juga sumber glutamine, atau asam amino yang membantu meningkatkan kerja sel, dengan cara menarik air ke dalam sel. Ini akan membuat makanan tidak ditimbun menjadi lemak, tapi mempercepat kerja sel dalam pembentukan otot. Mengonsumsi 1 g protein/kg berat badan, akan membantu tubuh memroduksi glutamine. (jie)