Jutaan umat Muslim di seluruh dunia saat ini sedang menjalankan ibadah puasa Ramadan. Selama berpuasa umat Muslim diajarkan untuk mengendalikan/menahan emosi. Dari sisi sains, puasa Ramadan ternyata berdampak positif pada kesehatan mental dan kadar hormon.
Dalam bulan Ramadan, umat Islam tidak hanya membatasi makan dan minum, tetapi juga menahan seluruh tubuh, termasuk mata, telinga, lidah, bahkan menghindari hubungan seksual. Dengan demikian diajarkan untuk mengendalikan diri dan disiplin.
Perubahan fisiologis yang terjadi selama satu bulan puasa tampaknya berbeda dengan puasa eksperimental, misalnya intermittent fasting.
Namun, gagasan mengurangi frekuensi makan mungkin berdampak positif pada kesehatan mental telah menarik peneliti (dan beberapa studi telah dilakukan). Guillaume Fond, dkk, di jurnal Psychiatry Research menjelaskan puasa sering kali disertai dengan peningkatan tingkat kewaspadaan, suasana hati (mood), perasaan lebih sejahtera subyektif dan terkadang euforia.
Kazemi dan tim meneliti kesehatan mental dan tingkat depresi mahasiswa – menggunakan 12 Item General Health Questionnare dan Beck’s Depression Inventory – 10 hari sebelum dan sesudah Ramadan. Mereka menekankan puasa Ramadan sebagai faktor penting dalam mengurangi depresi dan meningkatkan kesehatan mental para mahasiswa.
Mempengaruhi hormon?
Tidak makan dan minum selama puasa mengubah fungsi beberapa hormon yang mempengaruhi rasa lapar-kenyang dan metabolisme, termasuk hormon pertumbuhan yang merangsang pertumbuhan dan regenerasi sel.
Dalam studi anyar oleh Mustafa Akan di the Egyptian Journal of Neurology, Psychiatry and Neurosurgery diteliti bagaimana puasa mempengaruhi kesehatan mental, sekaligus kadar hormon.
Hormon-hormon yang diteliti seperti leptin, ghrelin, neuropeptide Y (NPY) dan hormon pertumbuhan (GH). Dalam kondisi normal, kadar hormon pertumbuhan bisa dipengaruhi oleh stres, kualitas/lama tidur, kadar glukosa dan aktivitas fisik.
Leptin, dikenal juga sebagai hormon kenyang, berperan penting dalam pengaturan keseimbangan energi dan intake makanan. Hormon ini diproduksi sel lemak, ia menekan ekspresi NPY dan senyawa lainnya, sehingga menciptakan rasa kenyang.
Ghrelin adalah hormon lapar, ia bekerja kebalikan dari leptin dan terlibat dalam pengaturan nafsu makan. Ghrelin merangsang asupan makanan dan meningkatkan ekspresi NPY.
Subyek penelitian adalah 40 tenaga kesehatan (12 dokter, 18 perawat dan 10 sekretaris medis). Skor sensitivitas interpersonal dan kecemasan fobia peserta, serta skor indeks gejala stres mereka menurun secara signifikan setelah Ramadan, dibandingkan pengukuran sebelum Ramadan.
Kadar hormon ghrelin peserta meningkat secara signifikan setelah Ramadan, dibanding sebelum Ramadan. Tetapi tidak terlihat perbedaan signifikan pada kadar leptin, NPY dan hormon pertumbuhan.
Peneliti menjelaskan puasa Ramadan signifikan mempengaruhi kesehatan mental, ditunjukkan dengan penurunan skor kecemasan, gejala stres dan fobia.
Walau perubahan hormon yang dilihat peneliti tidak signifikan, namun studi lain (pada tikus) menjelaskan diet terbatas memicu respons antidrepresan dan ansiolitik (mengurangi kecemasan) yang diinduksi oleh ghrelin. (jie)