Panduan Minum Obat COVID-19 dari Paket Gratis

Panduan Minum Obat COVID-19 dari Paket Gratis

Pemerintah menyediakan paket obat gratis bagi masyarakat yang hasil tes PCR-nya positif dan melakukan isolasi mandiri di rumah. Paket dikemas dalam boks, lengkap dengan daftar obat beserta dosisnya. Tentu ini sangat memudahkan kita. Apalagi, paket diantarkan ke rumah. Namun demikian, kita tetap perlu memahami panduan minum obat COVID-19.

“Kita harus kritis dan tahu, apa saja isi paketnya. Jangan cuma terima paket dan langsung minum obatnya, tanpa cari tahu dulu,” ungkap dr. Jeffri Aloys Gunawan, Sp.PD, yang praktik di RS Siloam Kebon Jeruk, dan via aplikasi telemedicine GoodDoctor. Ini adalah aturan pertama.

Memang, paket obat sudah dibagi menjadi 3 berdasarkan gejala. Yaitu PCR positif tanpa gejala (OTG), PCR positif dengan keluhan demam dan kehilangan penciuman, dan PCR positif dengan keluhan demam dan batuk kering. Tapi tak ada salahnya kita tetap memelajari panduan minum obat COVID-19. Apalagi, di dalam paket ada banyak sekali obat, bahkan bisa sampai belasan macam.

 

Panduan Minum Obat COVID-19: Sesuaikan dengan Gejala

Setelah mencocokkan obat dengan daftarnya, tugas kita selanjutnya yaitu memeriksa kondisi diri sendiri, masuk kategori mana. “Apakah OTG, gejala ringan, sedang, atau berat? Setelah itu cek pedoman yang sudah disusun, antara lain bisa dilihat di Good Doctor,” ujar dr. Jeffri, dalam IG Live Good Doctor bersama Hippindo, Sabtu (28/8/2021).

OTG dan Gejala ringan

 Pada kategori ini, tentu saja obatnya lebih sederhana. “Biasanya hanya suplemen saja. Utamanya vitamin D, vitamin C, dan zinc. Selain itu juga vitamin B dan E,” terang dr. Jeffri.

Khusus untuk gejala ringan, bisa ada tambahan antivirus (favipiravir), dan mungkin juga antibiotik. Namun ini harus berdasarkan indikasi, dan biasanya ditemukan oleh dokter atau tenaga kesehatan. “Untuk antibiotic, indikasinya yaitu ada infeksi sekunder, biasanya oleh bakteri H. influenza atai Strepococcus. Kalau ada bakteri-bakteri ini, boleh diberikan antibiotic, biasanya azithromycin,” lanjut dr. Jeffri. Kalau ada gejala batuk, dahak diperiksa dulu dengan pemeriksaan lab apus, apakah ada kuman infeksi sekunder.

Gejala sedang

Pada gejala sedang diperlukan antivirus, dan bisa dipertimbangkan antikoagulan (pengencer darah). “Ini harus berdasarkan pertimbangan dokter, jangan konsumsi sendiri,” tegas dr. Jeffri.

Gejala berat

Untuk gejala berat, diperlukan steroid. Namun ada salah kaprah. “Di dalam paket terdapat steroid tablet, padahal yang dianjurkan adalah steroid infus, bukan yang tablet. Untuk steroid tablet, bukti ilmiahnya untuk COVID-19 belum jelas,” papar dr. Jeffri. Oksigen juga diperlukan, bila terjadi penurunan saturasi oksigen.

Untuk pasien dengan gejala ringan dan berat lebih disarankan untuk ke RS, apalagi bila sudah ada penurunan saturasi oksigen hingga <93%. “Pada pasien seperti ini, bila dilakukan foto toraks biasanya sudah ada gambaran infeksi paru. Ini harus dirawat di RS, tidak bisa isoman di rumah. Kalau sudah ada pneumonia perlu terapi yang lebih agresif yang diberikan melalui infus, dan pemantauan pun harus lebih ketat,” tuturnya.

 

Konsultasi dengan Dokter

Dr. Jeffri menegaskan, pasien COVID-19 yang isolasi mandiri tetap perlu berkonsultasi dengan dokter, sekalipun hanya OTG atau bergejala ringan. “Hindari pemakaian obat yang harus dengan penilaian dokter. Biar tidak bingung, butuh guide dari dokter. Bila sulit ke RS, manfaatkan telemedicine seperti Good Doctor,” pungkas dr. Jeffri.

Kasus COVID-19 di Indonesia memang sudah menurun, tapi jangan lengah. Tetap jalankan protokol kesehatan 5M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menghindari kerumunan, mengurangi mobilitas). Segeralah lakukan vaksinasi, dan pelajari panduan minum obat COVID-19. (nid)

____________________________________________

Ilustrasi: Medical photo created by freepik - www.freepik.com