Kehamilan merupakan periode yang membahagiakan bagi pasangan suami istri, namun sekaligus periode yang rawan sehingga perlu dijaga. International Diabetes Federation (IDF) memperkirakan, terjadi 14% kasus diabetes selama kehamilan (diabetes gestasional/DMG) di seluruh dunia pada 2017, atau sekitar 18 juta kasus per tahun. Nutrisi berperan penting agar kehamilan tetap sehat, sekaligus menjaga gula darah.
Diabetes gestasional merupakan gangguan glukosa pada kehamilan, biasanya terjadi pada usia kehamilan 24 minggu. Untungnya sebagian penderita akan kembali normal setelah melahirkan. Namun, kondisi ini tidak boleh diremehkan, banyak risiko negatif baik jangka pendek atau panjang untuk ibu dan janin.
Dalam jangka pendek ibu berisiko mengalami komplikasi kehamilan berupa preeklamsia, persalinan sulit dan operasi caesar. Untuk jangka panjang, risiko kembali mengalami DMG pada kehamilan berikutnya lebih tinggi, sekaligus lebih berisiko menjadi diabetes tipe 2 (di luar kehamilan), hingga penyakit jantung koroner (PJK).
Bayi juga berisiko mengalami hipoglikemia neonatal, hiperbilirubinemia neonatal, makrosomia, hingga perawatan intensif perinatal. Adapun dalam jangka panjang, anak berisiko terhadap obesitas, DM2, hipertensi, dan PJK di kemudian hari.
Sebenarnya untuk mencegah terjadinya ibu hamil dengan diabetes, Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) menyarankan semua perempuan yang menderita diabetes melitus tipe 2 (DM2) yang berencana hamil untuk melakukan konseling untuk mengelola gula darah.
Sedangkan untuk ibu hamil dengan faktor risiko perlu melakukan pemeriksaan diagnosis untuk diabetes pada kunjungan prenatal pertama. Untuk mereka yang tidak memiliki riwayat DM, pemeriksaan penapisan diabetes gestasional dilakukan pada usia kehamilan 24-28 minggu.
Nutrisi untuk menjaga janin dan gula darah sesuai target
Prinsip tatalaksana diabetes selama kehamilan tidak bisa berdiri sendiri, tetapi melibatkan terapi nutrisi, latihan fisik, pemantauan glukosa darah mandiri, serta pemantauan dan pengendalian berat badan (BB). Obat-obatan, misalnya insulin, diberikan jika target gula darah tidak tercapai setelah terapi nutrisi dan fisik dilakukan.
Penting dicatat, target gula darah puasa selama kehamilan yaitu < 95 mg/dL; gula darah satu jam setelah makan adalah < 140 mg/dL; dan dua jam setelah makan < 120 mg/dL.
Terapi nutrisi bertujuan untuk menyediakan zat gizi yang cukup untuk pertumbuhan janin, menjaga gula darah dan mencegah terjadinya kenaikan berat badan berlebih selam kehamilan, terutama untuk ibu yang sudah gemuk.
American Association of Clinical Endocrinology (AACE) telah memberikan rekomendasi dalam mengatur asupan nutrisi bagi ibu hamil dengan diabetes. Secara umum, rekomendasi ini menekankan pada pengaturan asupan karbohidrat dengan komposisi dan pengaturan waktu makan yang tepat.
Untuk ibu yang gemuk yang mengalami diabetes gestasional kebutuhan kalori perlu dibatasi. American Diabetes Association (ADA) merekomendasi pembatasan 30-33% kalori harian, atau sekitar kalori 1600-1800 kalori. Pembatasan kalori yang ketat meningkatkan risiko ketonuria dan ketonemia.
Rekomendasi asupan kalori untuk ibu hamil dengan diabetes yaitu: 30-35 kkal/kg BB untuk BB ideal, 25-30 kkal/kg BB untuk ibu gemuk, dan 23-25 kkal/kg BB untuk ibu yang obes.
Dari total kalori dalam sehari, berdasarkan studi Cheung N Wah (2009), proporsi makronutrisi yaitu karbohidrat 50-55%, protein 15-20%, dan lemak 25-30%. Jenis lemak yang dianjurkan yaitu asam lemak jenuh (SFA) <10%, asam lemak tak jenuh ganda (PUFA) hingga 10%, dan selebihnya asam lemak tak jenuh tunggal (MUFA).
Untuk makanan dengan indeks glikemik rendah diketahui mampu menurunkan kadar glukosa setelah makan. Tetapi dalam jurnal Diabetes Care (2007) dijelaskan, karena luasnya variable indeks glikemik, setiap ibu perlu menentukan makanan mana yang harus dihindari atau dikonsumsi dalam porsi kecil selama kehamilannya. Peneliti menghindari pelabelan makanan “baik” atau “buruk” berdasarkan indeks glikemik.
Probiotik menjaga kesehatan ibu
Hubungan antara konsumsi probiotik dalam menjaga kesehatan pencernaan telah mulai dikaitkan dengan potensi regulasi gula darah pada penderita diabetes. Berbagai faktor external maupun internal disekitar ibu hamil dapat mempengaruhi komposisi mikrobiota usus ibu, dimana komposisi mikrobiota ini diprediksi dapat diturunkan kepada bayi yang dilahirkan.
Gangguan keseimbangan mikrobiota usus (disbiosis) dapat mempengaruhi kesehatan ibu hamil dan intervensi probiotik dalam merestorasi kondisi normobiosis usus sudah banyak direviu dan dinyatakan aman.
Disisi lain, meskipun masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut, konsumsi probiotik telah banyak dikaitkan dengan pengaturan sensitivitas insulin. Sebuah studi dilaporkan oleh Hulston, dkk (2015) yang menyebutkan bahwa subjek yang mengonsumsi minuman susu fermentasi mengandung L. casei Shirota strain memiliki peningkatan berat badan lebih rendah dibandingkan kontrol. Selain itu, grup perlakuan juga menunjukan profile sensitivitas insulin yang lebih stabil.
Konsumsi probiotik secara umum telah banyak dilaporkan dalam menjaga kesehatan saluran pencernaan yang ditandai dengan rendahnya kejadian diare maupun konstipasi (Sur, dkk (2011; Mai, dkk (2020)). Probiotik dapat memproduksi asam lemak rantai pendek (SCFA) yang juga berperan penting untuk menurunkan kadar glukosa, resistansi insulin, dan inflamasi, serta meningkatkan sekresi glucagon like peptide-1 (GLP-1).
GLP-1 merupakan hormon peptida yang terdapat di dalam saluran cerna yang dapat menstimulasi pengeluaran insulin dari kelenjar pankreas, memiliki efek proteksi terhadap sel β-pankreas, serta menghambat sekresi hormon glukagon sehingga dapat mengontrol kadar glukosa darah.
Dalam sebuah meta-analisis (melibatkan 9 penelitian dengan 1053 responden), Kavitha Ramanathan, et al, menunjukkan pemberian probiotik, khususnya spesies Lactobacillus, signifikan meningkatkan biomarker kontrol glikemik (tingkat gula darah puasa dan sensitivitas insulin).
Mereka menyimpulkan suplementasi probiotik memberikan efek menguntungkan untuk kontrol glikemik dan bisa dipakai sebagai terapi tambahan pada ibu hamil dengan diabetes. (jie)
____________________________________________
Ilustrasi: Freepik