Mengonsumsi antibiotik mungkin diperlukan dan efektif untuk mengobati atau mencegah infeksi. Faktanya, di Indonesia antibiotik dianggap sebagai obat “dewa”, menyembuhkan segala penyakit, bahkan untuk penyakit yang tidak sejatinya bisa sembuh sendiri, seperti ISPA (infeksi saluran napas atas) dan selesma.
Penggunaan antibiotik sembarangan diketahui berpotensi memicu terjadinya resistensi (antimicrobial resistance / AMR) dan superbug, di mana kuman kebal terhadap beberapa antimikroba sekaligus (multi-drugs resistance / MDR).
Namun perlu dipahami, bahkan tanpa disertai risiko resistensi pun, pemakaian antibiotik mempengaruhi kesehatan saluran cerna, karena obat ini membunuh baik kuman jahat (patogen) atau bakteri baik (probiotik).
Tahukah Anda bila kesehatan usus dapat mempengaruhi kualitas hidup secara umum, mulai dari imunitas, kualitas tidur, penyerapan nutrisi hingga risiko kanker.
Penelitian di jurnal ScienceAdvances melaporkan penggunaan antibiotik tertentu secara sering bahkan dapat meningkatkan risiko penyakit radang usus (IBD) dengan merusak mukus (lapisan lendir pelindung utama) usus.
“Kita selalu berpikir bahwa antibiotik hanya membahayakan bakteri, tetapi riset kami menemukan bahwa antibiotik secara langsung mempengaruhi sel-sel usus kita,” kata Shai Bel, PhD, pemimpin penelitian dari Bar-Ilan University, melansir Medical News Today.
“Efeknya mencegah sel-sel kita mengeluarkan lendir pelindung, yang bisa menyebabkan masuknya bakteri ke dalam jaringan tubuh. Seiring waktu, keberadaan bakteri di tempat yang tidak seharusnya akan memicu tubuh untuk mengaktifkan respons peradangan, yang merupakan ciri khas IBD.”
Sehingga apa yang Anda konsumsi - selama dan setelah pengobatan antibiotik - dapat membuat perbedaan dalam menjaga bakeri usus yang sehat, dan melindungi kesehatan secara keseluruhan.
Pertimbangkan untuk mengonsumsi makanan yang bersahabat untuk bakteri usus jika Anda menggunakan antibiotik, seperti:
1. Makanan fermentasi
Makanan fermentasi seperti yogurt, keju, sauerkraut atau kimchi dapat membantu mengembalikan keseimbangan mikrobiota usus setelah dirusak oleh antibiotik.
Makanan fermentasi mengandung sejumlah bakteri baik, misalnya golongan Lactobacilli atau Bifidobacteriumyang akan menambah jumlah probiotik di usus yang biasanya berkurang selama pengobatan antibiotik.
2. Makanan tinggi serat
Serat dalam buah dan sayur dikenal juga sebagai prebiotik atau makanan untuk bakteri baik. Serat tidak dapat dicerna usus, namun ia bisa merangsang pertumbuhan bakteri baik (probiotik).
Asparagus, tomat, daung bawang, bawang bombay, pisang, apel dan kacang-kacangan terkenal sebagai prebiotik. Selain itu, ternyata kismis dan biji nangka bisa dikonsumsi sebagai prebiotik potensial.
3. Probiotik
Perlu dicatat tidak semua makanan/minuman fermentasi bisa dilabeli makanan/minuman probiotik. Hanya suplemen dan produk makanan/minuman mengandung bakteri probiotik – dengan strain bakteri dan jumlah tertentu (biasanya tercantum di kemasan) – yang bisa dikategorikan sebagai makanan/minuman probiotik.
Mengurangi efektivitas antibiotik
Anda sebaiknya juga menghindari mengonsumsi hal-hal yang dapat mengurangi efektivitas pengobatan. Zvonimir Petric, dkk, dalam studinya di jurnal Foods (2020) menjelaskan jeruk bali (grapefruit) dan jus jeruk dapat mencegah tubuh memecah obat dengan baik.
Demikian juga makanan yang diperkaya (difortifikasi) kalsium. Penelitian tahun 2021 menunjukkan bahwa makanan ini dapat mengurangi penyerapan antibiotik dalam tubuh.
Mengonsumsi probiotik memang dapat membantu — namun, pengaturan waktu adalah hal yang penting. Probiotik biasanya terdiri dari bakteri, yang berarti antibiotik dapat membunuh bakteri tersebut atau menetralkan potensi manfaatnya.
Disarankan mulai mengonsumsi suplemen / makanan / minuman probiotik setelah menyelesaikan pengobatan. Jika Anda memutuskan untuk mengonsumsinya pada waktu yang sama, beberapa ahli menyarankan untuk menunggu 4 - 6 jam setelah mengonsumsi setiap dosis. (jie)