Seiring berjalannya waktu, massa otot di tubuh umumnya menyusut, dan kekuatan otot juga menurun. Ternyata proses penurunan massa otot lebih awal dari yang Anda kira.
Dalam istilah medis penurunan massa dan kekuatan otot terkait usia disebut sarkopenia. Penurunan massa otot dimulai sekitar usia 35 tahun dan terjadi pada tingkat 1-2 persen per tahun. Setelah usia 60 tahun, dapat meningkat menjadi 3 persen per tahun.
Tapi faktanya, rata-rata orang dewasa yang jarang melakukan olahraga (latihan otot) bisa mengalami penurunan massa otot yang lebih cepat, yakni kehilangan 1,8 – 2,7 kg per dekade, digantikan dengan lemak.
Serat otot kedutan cepat (fast-twitch fibers), di serabut otot rangka yang memberikan semburan tenaga, hilang lebih cepat daripada serabut berkedut lambat (slow-twitch fibers). Ini berarti Anda tidak hanya semakin lemah, tetapi juga lambat.
Kedutan cepat dan lambat ini juga berkenaan dengan seberapa cepat kontraksi otot. Kecepatan sebuah otot saat berkontraksi ditentukan dengan seberapa cepat otot tersebut memecah ATP (adenosine triphosphate), yaitu molekul yang melepaskan energi ketika dipecah.
Serabut otot dengan kedutan cepat mampu memecah ATP dua kali lebih cepat ketimbang serabut otot dengan kedutan lambat.
Otot yang lemah mempercepat lansia kehilangan kemandirian, kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari, seperti berjalan, bersih-bersih, berbelanja, bahkan berpakaian. Kondisi ini juga berhubungan dengan berkurannya kemampuan untuk mengatasi dan pulih dari penyakit atau cedera.
Data menyebutkan prevalensi kecacatan atau disabilitas 1,5 – 4,6 kali lebih tinggi pada lansia yang mengalami sarkopenia sedang hingga berat, daripada mereka dengan massa otot normal.
Otot yang lemah juga membuat lebih sulit untuk menjaga keseimbangan tubuh saat beraktivitas, atau bahkan saat berdiri diam. Dan, kehilangan kekuatan otot akan menambah masalah.
Data di Amerika Serikat menyebutkan satu dari tiga lansia mengalami kejadian terjatuh setiap tahun. Jatuh bagi lansia memiliki konsekuensi yang fatal, termasuk patah tulang, membutuhkan perawatan jangka panjang yang berakibat pada penurunan kualitas hidup signifikan, bahkan kematian akibat komplikasi.
CDC (Pusat Pencegahan dan Penanganan Penyakit AS) mencatat kejadian lansia terjatuh menyebabkan lebih dari 800.000 kasus rawat inap per tahun.
Mencegah penurunan massa otot
Kabar baiknya adalah latihan kekuatan otot dapat membantu mencegah penurunan massa otot. Lansia dengan otot yang lebih kuat cenderung tidak mudah jatuh dan, ketika mereka jatuh, lebih kecil kemungkinannya untuk mengalami cedera serius.
Prof. Dr. dr. Siti Setiati, SpPD-KGer, M.Epid, FINASIM, Ketua Umum Pengurus Besar Perhimpunan Gerontologi Medik Indonesia (PB Pergemi) menjelaskan olahraga rutin sebaiknya dilakukan oleh lansia yang masih sehat/bisa beraktivitas.
“Olahraga yang disarankan adalah latihan pembebanan, misalnya menggunakan botol air minum. Lakukan sekitar 30 menit, 5 kali seminggu. Untuk lansia yang di kursi roda tetap olahraga semampunya,” terang prof. Ati, dalam peringatan Hari Lansia Nasional, Jumat (24/6/2022).
Kehilangan kekuatan dan massa otot bukan satu-satunya faktor yang berkontribusi terhadap penurunan fungsi dan mobilitas terkait usia. Mitokondria (‘dapur’ energi di dalam sel) menurun, baik jumlah dan efisiensinya.
Demikian pula, sistem sinyal saraf yang ‘menggerakkan’ serat otot untuk melakukan tugasnya memburuk seiring bertabahnya usia dan kurangnya penggunaan.
Studi menunjukkan latihan kekuatan dan ketahanan otot dapat membantu membalikkan efek ini dan mengembalikan fungsi otot. (jie)
Baca juga: Kebutuhan Protein Lasia Lebih Tinggi, Apakah Whey Protein Bermanfaat?