konsumsi gorengan tingkatkan risiko penyakit kronis

Konsumsi Gorengan Lebih dari 4 Kali Seminggu Tingkatkan Risiko Penyakit Kronis

Gorengan menjadi makanan sehari-hari yang gampang kita jumpai, mulai dari ayam penyet, pecel lele, tempura, hingga bakwan dan kerupuk. Fakta penelitian menyatakan konsumsi gorengan lebih dari 4 kali seminggu tingkatkan risiko penyakit kronis. 

Penyakit kronis tidak menular, seperti penyakit jantung, stroke, hipertensi, diabetes tipe 2, obesitas, hingga kanker adalah penyebab kesakitan dan kematian utama di dunia. 

Diet menjadi salah satu faktor penyebab berkembangnya penyakit kronis tersebut, termasuk konsumsi gorengan berlebih dan kurang serat/sayur. 

Menggoreng merupakan teknik memasak yang dipakai di seluruh dunia. Membuat makanan lebih lezat. Sensasi kriuk saat digigit juga menciptakan rasa yang lebih nikmat. 

Hubungan antara konsumsi gorengan dan risiko penyakit kronis sudah lama diketahui, alasannya minyak goreng mengandung asam lemak jenuh dan/atau lemak trans yang buruk untuk kesehatan pembuluh darah.

Tetapi tetap perlu dicatat, beberapa minyak goreng juga dianggap lebih sehat kerena tinggi lemak tak jenuh. Sayangnya, mereka cenderung tidak tahan saat dipanaskan pada suhu yang sangat tinggi. 

Penelitian Taraka V, dari the Division of Aging, Department of Medicine, Brigham and Women’s Hospital, menjelaskan bila minyak goreng kelapa sawit bagus untuk menggoreng, tetapi mengandung 45-50% lemak jenuh (SFA).

Sementara minyak bunga matahari, rapeseed dan minyak kedelai mengadung SFA <20%, tetapi memiliki lemak trans (TFA) yang tinggi, hingga 20%.    

Titik asap minyak 

Menggoreng melibatkan proses memanaskan minyak hingga suhu 150-200°C. Sementara saat minyak dipanaskan melebihi titik asapnya, ia akan rusak. 

Setiap minyak memiliki titik asap (smoke point), ini adalah suhu terpanas sebelum molekul minyak berubah (rusak) dan menjadi asap. Selain itu juga ada stabilitas oksidatif, atau seberapa tahan lemak dalam minyak bereaksi dengan oksigen.

Pada suhu yang terlalu panas melebihi titik asapnya, minyak tersebut berubah sifat menjadi berbahaya. Mereka membentuk senyawa peroksida lemak dan aldehyde, yang adalah karsinogen (pemicu kanker).

Baca: Minyak Goreng Bekatul, Alernatif Sehat Bagi Yang Senang Gorengan

Gorengan dan risiko penyakit kronis

Taraka dalam penelitiannya yang dimuat di jurnal Nutrients menjabarkan adanya hubungan yang kuat antara frekuensi konsumsi gorengan dan risiko diabetes tipe 2. 

Untuk individu yang mengonsumsi gorengan 1-3 kali seminggu, 4-6 kali seminggu dan > 7 kali seminggu masing-masing berisiko 1,15 kali, 1,39 dan 1,55 kali lebih tinggi. 

Peneliti juga mencatat konsumsi gorengan 2-4 kali seminggu dan >4 kali seminggu berisiko 1,18 dan 1,21 kali lebih tinggi mengalami hipertensi, dibanding mereka yang makan gorengan <2 kali seminggu. 

Untuk penyakit kardiovaskular, peneliti mengacu pada The INTERHEART Study yang melibatkan 5761 penderita serangan jantung ringan dan 10.646 orang sebagai kelompok kontrol. Terlihat hubungan positif antara kerapnya konsumsi gorengan dan kejadian serangan jantung akut. 

Terkait obesitas, the SUN study menyatakan bila kejadian berat badan berlebih dan/atau obesitas lebih tinggi pada mereka yang mengonsumsi gorengan lebih dari 4 kali seminggu, dibanding <2 kali seminggu. 

Peneliti menyimpulkan konsumsi gorengan yang lebih sering (yaitu, empat kali seminggu atau lebih) dikaitkan dengan risiko lebih tinggi terkena diabetes tipe 2, gagal jantung, obesitas dan hipertensi. 

Secara nyata, konsumsi gorengan lebih dari 4 kali seminggu tingkatkan risiko penyakit kronis. Bahkan meta-analisis yang dimuat jurnal BMJ Heart (2021) menegaskan bila semakin kerap konsumsi gorengan dihubungkan dengan kematian dini akibat serangan jantung. (jie)