Selama ini, upaya memberantas demam berdarah dengue (DBD) yakni dengan membunuh nyamuk dan mencegah jentik-jentik berkembang. Namun Prof. Adi Utarini, M.Sc, MPH, Ph.D beserta tim peneliti di Yogyakarta justru melakukan sebaliknya: membiakkan dan melepaskan nyamuk Aedes aegypti, vektor virus dengue.
Bukan sembarang nyamuk. Nyamuk-nyamuk tersebut sebelumnya sudah diinfeksi Wolbachia. Bakteri ini tidak memengaruhi kebugaran (umur, jumlah telur, dll), bentuk dan ukuran fisik, serta perilaku nyamuk Ae. aegypti. “Namun Wolbachia mampu menghambat perkembangan (replikasi) virus dengue di tubuh Ae. aegypti,” terang Prof. Uut, begitu ia biasa disapa. Prof. Uut adalah Direktur Umum dan Operasional RSUP Dr. Sarjito dan Ketua EDP (Eliminate Dengue Project)-Yogya.
(Baca juga: Penelitian Wolbachia di Sleman dan Bantul)
Untuk bisa menularkan penyakit, virus dengue harus memiliki cukup jumlah kopi virus di dalam tubuh nyamuk. “Virus dengue akan berkompetisi dengan bakteri Wolbachia dalam memperebutkan makanan di dalam sel nyamuk. Jumlah dan ukuran Wolbachia yang jauh lebih besar membuat virus dengue kalah berkompetisi, sehingga pertumbuhannya terhambat,” tuturnya. Hasil penelitian menunjukkan, kadar virus dengue pada ludah nyamuk sudah sangat rendah; apabila menggigit manusia, kemungkinannya menularkan virus dengue minimal.
Kemungkinan minimal ada dua mekanisme penghambatan, yaitu: (1) Wolbachia dan virus menempati relung yang sama di sel inang, dan mereka berkompetisi untuk lipid dari sel inang sebagai sumber makanannya, dan (2) meningkatan kekebalan Ae. aegypti terhadap infeksi virus. Dengan demikian, potensi Ae. aegypti ber-Wolbachia sebagai vektor dengue pun berkurang.
Nyamuk yang diinfeksi Wolbachia bisa berkembangbiak seperti biasa. Setelah dilepaskan dan mereka kawin dengan Ae. aegypti di lingkungan sekitar, akan terjadi efek domino. Infeksi Wolbachia ditularkan melalui maternal transmission; yakni secara vertikal dari induk ke keturunannya. Maka, bila Ae. aegpti betina ber-Wolbachia kawin dengan nyamuk jantan tanpa Wolbachia, “Menghasilkan keturunan dengan Wolbachia.”
Bila nyamuk jantan dan betina sama-sama terinfeksi Wolbachia, keturunannya pun memiliki Wolbachia. Bagaimana bila nyamuk jantan ber-Wolbachia kawin dengan nyamuk betina tanpa Wolbachia? “Telur yang dihasilkan tidak menetas, sehingga mengurangi populasi nyamuk,” ungkap Prof. Uut.
Prof Uut dan timnya telah melakukan penelitian di Sleman dan Bantul, Yogyakarta. Hasilnya membuktikan bahwa nyamuk ber-Wolbachia bisa berkembang biak dan bertahan di habitat alaminya, dan menurunkan Wolbachia ke keturunan berikutnya.
Memutus mata rantai dengue
Penelitian di laboratorium dan di lapangan dengan skala terbatas mengindikasikan bahwa Wolbachia bisa memutus mata rantai penularan DBD. “Namun perlu pembuktian lebih lanjut dengan pelepasan berskala luas. Ini sedang kami lakukan. Diharapkan metode ini menjadi pelengkap dari metode-metode pengendalian DBD yang aman dan berkelanjutan,” papar Prof. Uut.
Saat ini, EDP-Yogya kami tengah melakukan pelepasan berskala luas yang akan mencakup 40% wilayah Kota Yogyakarta dengan populasi hampir 40 kali lipat wilayah sebelumnya. Penelitian di Yogyakarta akan berlangsung hingga tahun 2019.
“Potensi penerapan pada skala yang lebih luas, khususnya di daerah-daerah yang tinggi endemisitasnya di Indonesia sangat memungkinkan. Tentunya perlu didasari oleh bukti-bukti penelitian yang lebih kuat sebagai dasar pengambilan kebijakan untuk pengendalian DBD,” pungkasnya.(nid)
Gambar diambil dari Instagram EDP-Yogya
Prof. Uut memperlihatkan telur nyamuk ber-wolbachia kepada peserta Rapat Koordinasi Pimpinan Kabupaten Sleman.