India optimistis herd immunity (kekebalan kelompok) akan segera terbentuk. Hal itu didasarkan pada vaksinasi yang berjalan lancar dan jumlah kasus COVID-19 menurun drastis. Tiba-tiba situasi berbalik. Kamis, 22 April lalu, kasus positif COVID-19 di negeri ini bertambah 315.000. Minggu pagi, 25 April kemarin, menurut BBC, angka bertambah menjadi lebih 349.691 kasus dalam 24 jam, dan angka kematian 2.767. India memegang rekor jumlah kasus harian tertinggi di dunia. Ada dugaan, angka yang sebenarnya jauh lebih banyak.
Ledakan – ada yang menyebutnya “tsunami” – kasus COVID-19, terjadi karena ada euforia di kalangan masyarakat. Angka kasus yang menurun, dan vaksinasi yang sedang berjalan, dianggap bahwa COVID-19 sudah bisa ditaklukkan. Ada mutasi corona baru, namun sepertinya banyak yang merasa diri sudah kebal. Protokol kesehatan (3M: masker, mencuci tangan, menjala jarak) diabaikan.
Akibatnya mengerikan. Jumlah kasus melonjak tajam. Rumah sakit penuh sesak, pasien harus antre dan banyak yang meninggal sebelum sempat ditangani dokter. Antrean juga terjadi di tempat pembakaran mayat. Pemerintah menganjurkan agar mayat dikremasi di halaman rumah masing-masing.
Bila tidak hati-hati, Indonesia bisa mengalami nasib sama. Di Indonesia, jumlah pasien positif COVID-19 masih fluktuatif. Satgas Penanganan COVID-19 menyebut, jumlah kasus positif COVID-19 hari Minggu, 25 April 2021 naik cukup tinggi. Ada penambahan 4.402 kasus (akumulatif menjadi 1.641.194 orang), 3.804 orang dinyatakan sembuh (akumulatif 1.496.126 sembuh). Pasien meninggal 94 orang (akumulatif 44.594 yang meninggal).
DKI Jakarta kembali menjadi provinsi dengan penambahan terbanyak. Data Kementerian Kesehatan, di DKI Jakarta tercatat ada 896 kasus positif COVID-19 (total kasus terkonfirmasi 405.063 orang. Jawa Barat di posisi kedua (683 kasus, total kasus 274.448). Kenaikan jumlah kasus ditengarai setelah ada libur panjang, di mana masyarakat seolah berlomba ke luar kota; untuk mudik atau rekreasi.
Dan pada 22-28 Februari 2021, Satgas Penanganan COVID-19 melaporkan, kasus kematian meningkat sampai 74,80 persen. Lima provinsi penyumbang kematian tertinggi: Jawa Tengah (naik 410 kasus), Jawa Barat (naik 117 kasus), Jawa Timur (naik 73 kasus), Nusa Tenggara Timur (naik 40 kasus) dan Sumatera Selatan (naik 14 kasus). Menurut epidemiolog Universitas Airlangga Windu Purnomo, tingginya angka kematian, disebabkan angka kesakitan yang juga tinggi.
Karena situasinya masih rawan, tahun ini pemerintah memberlakukan larangan mudik Lebaran, 6 -17 Mei 2021. Dilakukan pengetatan perjalanan dalam negeri, 22 April – 24 Mei 2021. Syarat bepergian diperketat.
Pelaku perjalanan lewat udara dan laut, wajib memiliki hasil negatif tes RT-PCR/rapid test antigen, dan sampel yang diambil maksimal 1×24 jam sebelum keberangkatan. Atau, memperlihatkan surat keterangan hasil negatif tes GeNose C19, dan mengisi e-HAC Indonesia.
Hal yang sama berlaku bagi penumpang kereta api antarkota. Begitu juga pengguna transportasi darat pribadi. Bila dianggap perlu, Satgas Penanganan COVID-19 Daerah akan melakukan tes acak. Bagi anak balita (di bawah 5 tahun) tes RT-PCR/rapid test antigen/tes GeNose C19 tidak diwajibkan.
Bila tes RT-PCR/rapid test antigen/tes GeNose C19 hasilnya negatif namun terdapat gejala, yang bersangkutan wajib tes diagnostik RT-PCR dan isolasi mandiri, selama waktu tunggu hasil pemeriksaan.
Eksodus warga India
Lonjakan kasus COVID-19 di India, membuat sistem kesehatan di negeri itu seolah hancur. Ibukota India, New Delhi, memperpanjang lockdown karena rumah sakit penuh sesak sementara pasien terus berdatangan.
Kondisi ini membuat Perdana Menteri Inggris Boris Johnson membatalkan rencana kunjungannya ke negeri bekas jajahannya itu. Sebagai gantinya, hari Minggu 25 April lalu, Inggris mengirimkan bantuan berupa 495 konsentrator oksigen, yang dapat mengekstraksi oksigen dari udara saat sistem oksigen di rumah sakit habis. Lainnya, 120 ventilator non-invasif dan 20 ventilator manual.
"Kami berdiri berdampingan dengan India, sebagai teman dan mitra, pada waktu yang sangat mengkhawatirkan karena COVID-19," ujar PM Johnson.
Sejumlah Negara lain ikut berkomitmen membantu India. Di sisi lain, Bangladesh mulai Senin 26 April 2021 ini, menutup perbatasannya dengan India untuk mencegah penyebaran COVID-19. Pemerintah Uni Emirat Arab dan Kanada melarang penerbangan dari India. Begitu juga pemerintah Indonesia.
Pemerintah RI dan sejumlah pihak menengarai adanya “eksodus/ pelarian” warga India dari negaranya, yang tengah dilanda prahara COVID-19. Mereka yang frustasi dan takut ketularan, memilih pergi ke Negara lain; termasuk Indonesia.
“Dari 160 orang asing, ada 153 warga India; 12 di antaranya positif. Langsung diisolasi mandiri di Hotel Hariston, Jakarta Utara," ujar kata Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurachman, Sabtu 24 April lalu. Sebanyak 141 warga India lainnya, ditempatkan di Hotel Holiday Inn dan Suites Gajah Mada, Jakarta, untuk selama 14 hari.
Sebanyak 32 warga India yang lain, oleh Kantor Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) Bandara Soekarno-Hatta dipulangkan ke Negara asal. “Pemulangan merupakan langkah antisipatif oleh imigrasi Soekarno-Hatta, untuk mencegah imported case COVID-19," ujar Kepala Bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi Keimigrasian (TIKIM) Sam Fernando lewat keterangan tertulis, Minggu 25 April 2021. (sur)