Wabah penyakit mulut dan kuku (PMKP) pada hewan semakin meluas, menjelang Hari Raya qurban (Idul Qurban), yang jatuh pada 9 Juli 2022. Selain di beberapa wilayah di Indonesia, World Organisation for Animal Health (WOAH) memperkirakan wabah hewan ini sudah menyebar di sekitar 77 persen populasi hewan ternak di Afrika, Timur Tengah, Asia dan sebagian Amerika Selatan.
Virus ini mudah menular melalui napas, air liur, mukus, susu dan feses. Wabah PMK menyebar pada hewan ternak berkuku genap (terbelah) seperti sapi, kerbau, kambing, domba dan babi. PMK lebih banyak menyerang sapi
Pernah menular pada manusia
Menurut dosen Fakultas Kedokteran Hewan IPB (Institut Pertanian Bogor) Supratikno, hewan yang terjangkit PMK tidak bisa menularkan kepada manusia. Namun pernah dilaporkan ada kasus penularan PMK kepada manusia di suatu negara, beberapa waktu lalu.
Penularan terjadi pada orang yang mengonsumsi susu dari hewan yang terjangkit PMK. Susu yang dikonsumsi itu tidak diolah (dipanaskan) dulu, melainkan dikonsumsi saat masih mentah.
Disebabkan Aphthovirus
PMK umumnya tidak mematikan bagi hewan yang sudah dewasa. Wabah PMK disebabkan virus Aphthovirus dari famili Picornaviridae. Ada tujuh serotipe virus yang sudah terdeteksi: A, O, C, SAT1, SAT2, SAT3 dan Asia1. Semua serotipe ini menjadi endemi di negara berbeda di seluruh dunia. Serotipe virus yang berbeda-beda, membutuhkan vaksin yang berbeda pula.
Blister atau kantung berisi cairan di kulit, bila pecah akan meninggalkan luka terbuka dan membuat perih hewan yang terserang. Luka sampai 10 hari baru sembuh. Luka yang terjadi di bagian kaki, akan membuat sapi sulit berjalan. Luka pada mulut membuat hewan tidak nafsu makan minum. Sapi bisa mati lemas akibat tidak mendapat asupan makanan.
Ngumpet di hidung manusia
Virus PMK bisa hidup di hidung manusia selama 24 jam, dan dapat menular kepada hewan. Menjelang Hari Idul Adha banyak yang mencari (membeli) hewan ternak – minus babi – untuk disembelih. Syarat hewan yang dapat dijadikan qurban di antaranya: sehat dan tidak cacat (buta sebelah, pincang, kurus dan lain-lain).
“Tidak ada yang mau membeli hewan yang seperti itu, meski mungkin harganya murah,” ujar seorang panitia Idul Qurban masjid Babussalam, Malaka Jaya, Jakarta Timur. Juga, orang mungkin tidak mau mengonsumsi daging ternak yang menderita PMK.
Bagian yang aman dikonsumsi
Beberapa bagian dari hewan ternak yang terinfeksi PMK, sebaiknya tidak dikonsumsi. Yaitu bagian mulut termasuk bibir dan lidah, jeroan dan bagian kaki. Bagian lain seperti daging dan susu, menurut Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo, masih bisa dikonsumsi. "Daging hewan yang terserang PMK, masih aman dikonsumsi, asalkan mengikuti prosedur tertentu," kata Syahrul kepada media di Jakarta, beberapa waktu yang lalu.
Prosedurnya yakni dengan cara memasak (diolah) secara benar. Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kelautan dan Pertanian (KPKP) DKI Jakarta Suharini Eliawati menyatakan, jeroan hewan yang positif terinfeksi PMK, sebaiknya memang tidak dikonsumsi.
Andai ingin mengonsumsi, disarankan untuk merebusnya cukup lama sebelum diolah. Jeroan ternak yang tidak terinfeksi pun, sebaiknya direbus di air mendidih untuk mematikan mikroba-mikroba. Demikian halnya dengan bagian daging dan susu. Secara umum, prosedur pengolahannya tidak berbeda dengan mengolah daging umumnya, yang dimaksudkan untuk menjaga kualitas daging.
Daging sapi yang sehat dan layak konsumsi pun, katanya, “Bisa turun kualitasnya karena penanganan yang kurang tepat," katanya kepada wartawan, beberapa waktu lalu. (sur)