Budaya gotong royong lekat dengan bangsa Indonesia. Prinsip ini pun sekarang diterapkan untuk mempercepat penanggulangan pandemi COVID-19, dengan diputuskannya vaksinasi gotong royong oleh pemerintah. Ini adalah vaksinasi COVID-19 jalur mandiri oleh pihak swasta, sesuai Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 10 Tahun 2021. "Pelaksanaan Vaksinasi Covid-19 sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 dilakukan melalui Vaksinasi Program atau Vaksinasi Gotong Royong”, demikian pasal 3 ayat 3 Permenkes tersebut.
Vaksinasi gotong royong akan oleh perusahaan untuk karyawan beserta keluarganya. Biaya vaksin dan penyuntikan vaksin sepenuhnya ditanggung oleh perusahaan, alias gratis bagi karyawan dan keluarganya. Vaksinasi gotong royong merupakan salah satu upaya untuk mempercepat terbentuknya herd immunity atau kekebalan kelompok terhadap COVID-19. Vaksinasi gotong royong ditargetkan selesai dalam 12 bulan.
Sebagian ahli epidemiologi menilai, vasinasi mandiri bisa menciptakan ketimpangan di masyarakat. Karyawan perusahaan yang sebenarnya tidak termasuk kelompok prioritas, akan menyela antrean nasional yang memprioritaskan tenaga kesehatan, guru, dan lansia. Kekhawatiran ini cukup beralasan, tapi bisa kita lihat dari kacamata lain, yang akan dipaparkan selanjutnya dalam artikel ini.
Kekhawatiran kedua, ketimpangan juga bisa terjadi bila perusahaan menjual vaksin ke publik; hanya kalangan menengah atas yang akan mampu mengaksesnya. Namun pemerintah sudah menegaskan, vaksinasi mandiri hanya boleh diberikan bagi karyawan dan keluarganya, tidak boleh diperjual-belikan. Untuk menghindari hal ini, tiap perusahaan yang telah mendaftar vaksinasi gotong royong wajib menyetor data penerima vaksin, meliputi jumlah karyawan yang akan divaksin, beserta nama, alamat, dan NIK mereka.
Vaksinasi gotong royong tak ganggu program vaksinasi pemerintah
Hingga saat ini, Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) telah mencatat 6.644 perusahaan yang telah mendaftar untuk mengikuti program vaksinasi gotong royong. Juru Bicara COVID-19 dr. Reisa Broto Asmoro dalam cuitannya menyebut, vaksinasi mandiri tidak akan mengganggu program vaksinasi pemerintah. Mengapa demikian? Berikut ini 3 alasannya
1. Menggunakan vaksin merk lain
Program pemerintah menggunakan vaksin dari Sinovac, AstraZeneca, Novavax, dan Pfizer. Untuk vaksinasi Gotong Royong, PT Bio Farma tengah menjajaki kemungkinan denga Sinopharm dan Moderna. Jadi kemungkinan dua vaksin inilah yang nantinya akan dipakai. Yang pasti, tidak akan menggunakan keempat vaksin yang dipakai dalam program pemerintah, agar tidak mengganggu ketersediaan vaksin untuk program.
Hal ini bisa menepis kekhawatiran soal kemungkinan terjadinya penyelaan antrean nasional. Justru vaksinasi mandiri akan mempercepat perluasan jangkauan vaksinasi. Mayoritas karyawan berusia produktif, sehingga tidak masuk prioritas program vaksinasi pemerintah. Padahal, kelompok ini cukup berisiko tertular, karena harus ke kantor—tidak semua perusahaan memberlakukan WFH. pekerja di sektor tertentu, buruh pabrik misalnya, tidak mungkin bekerja dari rumah. Sementara itu, para pekerja memegang peranan penting dalam roda perekonomian.
Mungkin terdengar ‘sadis’, perusahaan yang sudah begitu terdampak akibat pandemi, masih harus ‘dipalak’ untuk memvaksin para karyawan beserta keluarganya. Hal ini bisa dilihat secara berbeda. Bagi perusahaan, karyawan adalah aset. Karyawan yang sehat tentu bisa bekerja optimal, sehingga perusahaan bisa berjalan dengan baik. Dan lagi, tidak ada paksaan dari pemerintah bagi perusahaan untuk melakukan vaksinasi mandiri. Pemerintah hanya menyediakan jalurnya, tapi tidak mewajibkan.
2. Dilakukan di faskes swasta
Vaksinasi gotong royong tidak dilakukan di fasilitas kesehatan pelayanan kesehatan milik pemerintah, dan tidak melibatkan petugas kesehatan yang bekerja dalam program vaksinasi pemerintah. Perusahaan akan bekerja sama dengan RS swasta maupun faskes swasta lainnya, untuk pelaksanaan vaksinasi gotong royong.
3. Distribusi dibantu pihak ketiga
Hal lain yang jadi kekhawatiran yaitu soal distribusi vaksin. Sebagian pihak menilai, seharusnya PT Bio Farma fokus mengurus distribusi vaksin untuk program pemerintah; vaksinasi mandiri ditakutkan akan mengganggu fokus dan kinerjanya sebagai distributor vaksin COVID-19. PT Bio Farma memang diamanatkan sebagai importir dan distributor vaksin untuk vaksinasi gotong royong. Namun, perusahaan pelat merah ini diperbolehkan bekerjasama dengan pihak ketiga untuk distribusi vaksin. Tak bisa dipungkiri, hal ini rentan menjadi ladang korupsi. Tentu kita berharap ada kontrol ketat dari pemerintah, dan proses tender hingga distribusi vaksin dilakukan secara transparan sehingga masyarakat bisa ikut mengawasi. (nid)
______________________________________________
Ilustrasi: kanal Youtube Sekretariat Presiden