Wasir atau ambeien (hemorrhoid) banyak dialami masyarakat perkotaan. Penyebabnya sebagian besar karena gaya hidup; lebih banyak duduk, kurang konsumsi serat, kebiasaan mengejan saat BAB dan jarang olahraga.
Ambeien pada derajat ringan belum terasa mengganggu, biasanya wasir dapat masuk kembali. Jika ambeien bertambah berat, tonjolan tidak lagi bisa didorong masuk. Sehingga saraf-saraf di daerah tersebut terjepit, dan menimbulkan rasa nyeri.
Sampai saat ini belum ada tindakan medis yang bisa menjamin 100% wasir tidak akan muncul kembali. Semuanya tergantung dari cara pola hidup sehat si penderita.
Namun, kemajuan teknologi kedokteran memungkinkan dilakukan tindakan yang bertujuan mengurangi sakit pasca-operasi. Salah satunya adalah Stapled hemorrhoidopexy, yang adalah teknik baru operasi wasir yang minim rasa sakit.
Menurut dr. Barlian Sutedja, Sp.B, dari RS Gading Pluit, Jakarta, stapled hemorrhoidopexy sebenarnya sudah lama dikenal di dunia, namun di Indonesia masih termasuk “barang baru”.
Penerapan operasi ini memungkinkan sakit pasca-operasi yang dirasakan si penderita jauh berkurang. Sebagai gambaran, dr. Barlian memaparkan, “Jika dengan operasi klasik rasa sakitnya 100%, menggunakan metode stapled tinggal 20%. Dan pasien sudah dapat pulang dan beraktifitas esok harinya. Perawatan di rumah sakit hanya sekitar 1-2 hari.”
Bagaimana bisa tidak sakit? Dokter yang juga adalah Direktur Utama RS Gading Pluit, Jakarta ini menjelaskan perbedaan dengan metode operasi konvensional adalah letak organ yang dipotong. Bedah konvensional memotong bagian bawah anus, di mana terdapat banyak saraf dan sangat sensitif. Sementara stapled hemorrhoidopexy memotong pangkal wasir (bagian atas), yang sarafnya lebih sedikit.
Prosedur ini menggunakan alat stapler untuk memotong jaringan wasir yang prolaps (merosot) di pangkal wasir. Setelah itu, alat ini menjahit jaringan tersisa di dinding anus. Prosesnya dengan memasukkan semacam pipa pendek ke dalam anus. Melalui pipa tersebut benang jahitan dipasang, dijahitkan melingkar di pangkal anus.
Alat stapler dimasukkan ke dalam pipa tersebut. Stapler akan memotong area prolaps di pangkal anus secara melingkar sekitar 0,5 cm. Dr. Barlian menjelaskan, dalam anus terdapat bantal-bantal pembuluh darah yang sudah ada sejak lahir. Disuplai oleh tiga cabang pembuluh darah. Seiring pertambahan usia karena tekanan saat mengejan akibat susah buang air besar, bantalan ini membesar.
Menggunakan metode stapler, “Pembuluh darah yang memberikan suplai dan pangkal wasir akan terpotong. Dengan demikian bantalan yang tadinya besar, kembali menciut seperti awal lagi,” jelas dr. Barlian. “Yang kedua, bantalan yang sudah merosot karena bertahun-tahun mengejan, kembali ke atas.”
Lama bedah sekitar 30 menit. Pasien akan merasakan sensasi penuh atau tekanan dalam rektum seperti saat ingin BAB. Risiko yang mungkin terjadi termasuk perdarahan, robeknya jaringan di pangkal anus atau penyempitan anus.
Risiko kegagalan terjadi hanya jika si penderita tidak mendapatkan sesuai dengan yang diharapkan. Stapled hemorrhoidopexy hanya digunakan untuk mengatasi wasir bagian dalam, sementara jika ada tonjolan di luar anus mesti dilakukan pemotongan dengan metode konvensional.
“Kadang pasien terganggu secara estetika dengan tonjolan di luar anus. Metode pemotongan konvensional justru akan menghilangkan keunggulan stapled hemorrhoidopexy, karena pasien tetap akan merasakan sakit,” tukas dokter yang pernah menjadi tim bedah Kepresidenan ini.
Apakah 100% sembuh?
Wasir, walau dapat terjadi pada siapa saja, mereka menjadi masalah hanya pada 4% penderitanya – sebagian penderita merasa tidak terganggu sampai tonjolan ambeien tidak dapat lagi masuk sendiri (hemorrhoid grade III dan IV). Prevalensi wasir sejajar antara pria dan wanita, terutama usia > 45 tahun.
Yang perlu dipahami ambeien adalah penyakit akibat gaya hidup. Ibarat mobil keluaran baru, kalau dipakai asal toh akan rusak juga. Demikian pula wasir, walau talah dipotong dengan teknologi terbaru, selama si pasien tidak menjaganya dapat kambuh lagi.
“Kemungkinan kambuh 5%, tergantung kondisi si pasien sehari-harinya. Bisa tahunan bahkan puluhan tahun,” kata dr. Barlian. (jie)
Baca juga : Wasir dan Kehamilan