Asma bisa menyerang siapa saja, anak mau pun orang dewasa, terutama yang bekerja atau sering berada di tempat yang terpapar bahan-bahan yang berpotensi menimbulkan asma (occupational asthma). Gejala asma antara lain sesak nafas periodik (hilang timbul). “Kadang disertai suara napas mengi, batuk, dan kadang diasumsikan oleh penderita asma sebagai dada terasa berat atau sulit bernapas. Biasanya bertambah buruk pada malam atau pagi hari,” tutur dr. Sita Andarini, Sp.P(K), Ph.D dari RSUP Persahabatan, Jakarta.
Lakukan penapisan (skrining) asma, jika memiliki gejala di atas. Juga jika ada batuk dan ada riwayat asma, alergi atau atopi di keluarga. “Pemeriksaan dimulai dengan anamnesis (tanya jawab) oleh dokter,” ujar dr. Sita. Pertanyaan antara lain: pernahkah mendapat serangan asma, ada batuk di malam hari, apakah terjadi serangan bila terpapar alergen atau polutan (misalnya asap rokok). Pada anak, sering digunakan kuesioner ISAAC (the International Study of Asthma and Allergies in Childhood) yang lebih khusus lagi.
Setelah itu, dilakukan pemeriksaan pengukuran fungsi paru dengan spirometri. Hidung dijepit dengan nose clip, dan bernafas melalui mouthpiece yang dihubungkan ke spirometer. Hasilnya terlihat melalui spirogram dan bisa dicetak. Biasanya tidak ditemukan kelainan pada penderita asma yang sedang tidak mengalami serangan. Bisa juga dengan bantuan peak flow meter; caranya cukup meniup kuat-kuat ke alat ini.
“Pada penderita asma yang belum terdiagnosis, biasanya dilakukan pemeriksaan uji provokasi bronkus,” papar dr. Sita. Ini dilakukan dengan menghirup methacoline (obat yang menyebabkan saluran nafas mengerut pada pasien asma) dalam dosis kecil. Setelah itu, digunakan spirometer. Lainnya yakni pemeriksaan kadar NO (nitric oxide) dalam udara hembusan nafas. Pasien menghembuskan nafasnya pada sebuah alat, lalu diukur kadar inflamasi yang terjadi.
Pemeriksaan alergi seperti penghitungan eosinofil dalam darah, pemeriksaan kadar IgE (immunoglobulin E), atau mengenali alergen pencetus melalui uji kulit alergi (skin prick) dapat dilakukan sebagai penunjang. Eosinofil dan IgE dilakukan dengan pengambilan darah. Pada skin prick, kulit lengan bawah bagian dalam ditandai dengan kode-kode alergen, lalu dibuat tusukan, kemudian diteteskan alergen sesuai kode. Dalam beberapa menit, akan muncul reaksi alergi (kemerahan dan bengkak) pada tusukan.
Keseluruhan pemeriksaan membutuhkan waktu 1-2 jam. Hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, uji tusuk kulit dan spirometri bisa segera didapat. “Jangan minum obat-obatan asma setidaknya 8 jam sebelum pemeriksaan, dan jangan minum steroid saat pemeriksaan,” kata dr. Sita.
Bila sudah terdiagnosis asma, perlu pemeriksaan monitoring. Untuk yang memiliki asma persisten, monitoring tiap 3 bulan. Tiap kunjungan, dokter akan menanyakan sebaik apa tingkat/derajat kontrol asma Anda. Salah satunya melalui kuesioner ACT (asthma control test). Spirometri dilakukan tiap tahun atau lebih singkat, sesuai derajat keparahan asma. (nid)