Dunia maya sedang viral soal tantangan skip challenge. Aksi ini dilarang 20 tahun lalu di Amerika Serikat karena mengakibatkan kematian, tapi booming di Indonesia.
Tantangan ini dilakukan dengan menekan dada kuat-kuat, beberapa saat kemudian yang bersangkutan pingsan. Secara medis kondisi ini disebut hipoksia atau kekurangan oksigen pada sistem jantung, pembuluh darah dan pernapasan.
Pada keadaan hipoksia semua organ tubuh terancam kekurangan oksigen akut. Organ yang paling rentan adalah otak. “Otak sangat rakus mengonsumsi oksigen. Itu sebabnya pada skip challenge sampai pingsan sesaat, bisa disertai kejang. Otak mengalami cedera akut akibat kekurangan oksigen,” papar Kolonel Kes Dr. dr. Wawan Mulyawan, SpBS, SpKP, dari Lakespra (Lembaga Kesehatan Penerbangan & Ruang Angkasa) TNI AU dr Saryanto, Jakarta.
Gejala kerusakan otak ringan akibat hipoksia berupa pusing, rasa berputar, pandangan kabur, denyut nadi meningkat, napas cepat, atau kepala terasa melayang / berat. Bisa terjadi penurunan fungsi indera perasa / sensorik dan pendengaran. Terjadi perubahan mental seperti gangguan memori dan muncul tingkah laku aneh, seperti euphoria (rasa senang yang berlebihan).
Kerusakan ringan, menurut dr. Wawan, karena hanya sedikit sel otak yang terganggu. Bisa pulih kembali tanpa ada gejala yang tersisa. Ini bisa terjadi pada orang yang menahan napas selama 30 detik - 2 menit, sedangkan dia bukan penyelam atau sudah terlatih.
Jika napas ditahan lebih lama, misal sampai 4-6 menit, bisa terjadi kekurangan oksigen tingkat sedang. Gejalanya sianosis (kulit kebiruan), kejang-kejang hingga hilang kesadaran. Kondisi ini sangatlah berisiko dan bisa tidak pulih lagi. Periode kejang dan pingsan mudah berlanjut menjadi henti napas. Jika tidak segera ditolong oleh tenaga medis bisa menyebabkan kematian.
Kekurangan oksigen berat terjadi jika napas tertahan >6 menit, karena makin banyak kematian sel otak. Napas dan jantung akan berhenti jika tidak ada suplai oksigen sekitar 10 menit. “Jika bisa ditolong oleh dokter dan alat bantu napas seperti ventilator, biasanya sudah mati batang otak. Tidak bisa dipulihkan,” tegas dr. Wawan. (jie)