BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) 2016 menyebutkan, ada 4 juta kelahiran/tahun di Indonesia. “Dari jumlah ini, 14% merupakan kehamilan yang tidak direncanakan,” ungkap Pierre Frederick, Deputy GM Consumer Healthcare DKT Indonesia dalam diskusi #UbahHidupLo: Ayo, Pakai Kondom untuk Kontrasepsi beberapa waktu lalu di Jakarta. Ini bukan masalah sepele; data di dunia menemukan, sekitar 50% kehamilan yang tidak direncanakan akan berakhir dengan aborsi. Sementara itu, aborsi di Indonesia hanya boleh dilakukan pada kasus tertentu misalnya kegawatan yang bisa membahayakan nyawa ibu. Maka besar kemungkinan, aborsi pada kasus kehamilan yang tidak direncakan dilakukan secara tidak aman, karena terpaksa dilakukan sembunyi-sembunyi, dengan cara yang berisiko.
Persoalan kehamilan yang tidak direncanakan, terkait erat dengan pelaksanaan program KB (keluarga berencana). Data dari BKKBN (2014) menunjukkan, hanya 6,34% laki-laki usia subur dan telah menikah, ikut aktif menggunakan alat kontrasepsi. Penggunaan kondom pada peserta KB masih sangat kecil, yakni 3,15%.
Kondom merupakan cara efektif, sederhana dan efisien untuk mengatur jarak kelahiran maupun merencanakan kehamilan. Selain itu juga murah dan mudah didapat. Namun hingga kini, di Indonesia, kontrasepsi mayoritas masih dibebankan kepada perempuan. Kesadaran laki-laki untuk menggunakan kondom akan sangat mengurangi beban perempuan untuk menyukseskan program KB.
Beberapa faktor turut menghambat penggunaan kondom sebagai alat kontrasepsi. Antara lain tabu; kondom masih distigma negatif yang identik dengan hubungan seks bebas. Kendala lain, pola pikir laki-laki yang masih menganggap bahwa kondom mengurangi kenikmatan dalam berhubungan intim. “Teknologi kondom sudah jauh meningkat dibandingkan 25 tahun lalu. Dengan teknologi sekarang, justru kondom bisa membantu meningkatkan gairah, keintiman dan kenikmatan,” ucap Pierre.
Hal ini diamini oleh dr. Med. Firman Santoso, Sp.OG dari RS Ibu dan Anak Brawijaya, Jakarta. “Ketebalan kondom hanya 0,02 – 0,05 mm. Sangat tipis; tidak akan memengaruhi kualitas bercinta,” tegasnya. Dengan diameter pori-pori yang sangat kecil – jauh lebih kecil daripada ukuran sperma – kondom berfungsi sebagai dual protection. “Kondom adalah satu-satunya alat kontrasepsi yang tidak hanya berfungsi mencegah kehamilan, tapi juga mencegah dari penyakit menular seksual, termasuk HIV dan HPV,” lanjutnya. HPV adalah virus penyebab kanker serviks (leher rahim), yang juga bisa menyebabkan kutil kelamin maupun kutil atau kanker tenggorokan dan anus.
Kanker serviks merupakan kanker pembunuh perempuan nomor dua di Indonesia. Adapun HIV, tercatat ada 250.000 kasus sejak pertama kali dilaporkan di Indonesia pada 1987 hingga sekarang. Data dari DKT menemukan, ada 12.000 lapotan kasus HIV sepanjang Januari – Maret 2017. Secara teori, yang tidak dilaporkan berkisar dua kali lipatnya.
Sebagian besar HIV dialami oleh usia produktif: 24% pada usia 20 -24 tahun, dan 67% usia 24 – 50 tahun. Bisa dibayangkan potensi kerugian secara ekonomi bila HIV lalu berkembang menjadi AIDS. Mereka yang seharusnya bisa bekerja dengan produktif, performanya bisa sangat terganggu akibat berbagai gangguan yang menyertai AIDS.
“Yang lebih mengerikan lagi, 80% penderita HIV adalah ibu rumah tangga,” sesal dr. Firman. Mereka tidak tahu apa-apa, tapi tertular dari suami yang memiliki latar belakang berisiko. Misalnya pengguna narkopa suntik (penasun), atau biasa berhubungan seks bebas. Dari fakta-fakta ini, sudah sewajarnya kondom lebih mudah diperoleh, dan tidak lagi distigma. “Kondom itu bukan tabu, melainkan untuk merencanakan kehamilan seklaigus melindungi dari penyakit menular seksual,” tandasnya.
Kondom adalah alat kontrasepsi dengan risiko paling minimal bila dipakai dengan benar dan konsisten. Karet KB ini tidak berbasis hormonal sehingga sama sekali tidak berdampak pada kesehtan perempuan. “Kondom mengajarkan laki-laki untuk lebih bertanggungjawab dan tidak egois,” sambung Pierre. (nid)