Seiring dengan pesatnya perkembangan rumah sakit swasta, transformasi layanan kesehatan kini menjadi fokus utama untuk meningkatkan kualitas dan aksesibilitas perawatan bagi masyarakat luas. Termasuk dalam peningkatan teknologi dan tenaga medis.
Sebagai informasi rumah sakit swasta di Indonesia mengalami pertumbuhan signifikan, dari 815 pada 2012, menjadi sekitar 2.000 di tahun 2021.
Ketua Tim Kerja Strategi dan Transformasi Rumah Sakit, Dit. TKPK Kemenkes, dr. Astri Hernansari, MM FISQua, menyatakan pertumbuhan signifikan rumah sakit swasta di Indonesia menunjukkan peran penting mereka dalam sistem kesehatan kita.
“Kementerian Kesehatan berkomitmen untuk terus meningkatkan tata kelola dan kualitas layanan kesehatan di seluruh Indonesia. Fokus kami pada pilar kelima, yaitu pengembangan teknologi dan kemampuan tenaga kesehatan sejalan dengan upaya sektor swasta dalam mendukung transformasi layanan kesehatan,” ujarnya di acara penandatangan Memorandum of Understanding (MoU) antara Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ASSRI) dengan GE HealthCare, di Jakarta (13/11/2024).
Dr. Astri menambahkan, transformasi kesehatan yang didorong pemerintah juga terkait tentang layanan rujukan, di mana mendekatkan akses dan mutu layanan. “Jadi kita harapkan masyarakat memperoleh layanan kesehatan dengan akses yang mudah dicapai. Dan mutu pelayanannya berkualitas baik,” katanya.
Untuk itu memerlukan kerjasama dengan segala pihak, termasuk rumah sakit swasta. “Sehingga bagaimana rumah sakit swasta dan pemerintah bisa memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat. Kita harapkan rumah sakit Indonesia bisa jadi tuan rumah di negeri sendiri, tidak berbondong-bondong masyarakat berobat ke luar negeri,” imbuhnya.
Dalam kesempatan yang sama, Prof. Ali Ghufron, Direktur Utama BPJS Kesehatan, menjelaskan, rumah sakit swasta menempati porsi 65% dari total rumah sakit yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.
“Kami tengah mempercepat integrasi layanan BPJS di rumah sakit swasta, dengan fokus pada penyederhanaan proses, pengurangan hambatan birokrasi, serta peningkatan pengalaman pasien di fasilitas swasta.”
Terkait layanan BPJS Kesehatan mencakup 3 hal yang hendak ditingkatkan. Pertama kemudahan. “Kita ingin (masyarakat yang berobat) mudah, cukup pakai KTP saja bisa (dilayani). Ke depannya cukup dengan membawa muka saja bisa (menggunakan teknologi scan berbasis kecerdasan buatan). Kami sudah melakukan uji cobanya di Bali,” terang Prof. Ali dalam sesi presentasi.
Kedua, kecepatan pasien mendapatkan layanan sehingga tidak perlu menunggu berbulan-bulan, khususnya untuk pelayanan/tindakan spesifik yang melibatkan dokter spesialis. Ketiga, menghilangkan diskriminasi, tanpa memandang suku, agama dan status sosial ekonomi.
Ketua Umum ARSSI, Drg. Iing Ichsan Hanafie, merespons, “Kalau BPJS sudah bertransformasi, kita juga harus mampu melakukan percepatan-percepatan itu. Ke depan kami (rumah sakit swasta) tidak saling bersaing, diharapkan kita saling berkolaborasi, sharing antara satu rumah sakit dengan rumah sakit lain dari aspek teknologi, sdm dan lainnya.”
Sementara Presiden Direktur PT GE Operations Indonesia (GE HealthCare) , Anthony Lawrence menambahkan, “Kemitraan bersama ARSSI merupakan langkah strategis yang memungkinkan kami untuk menyediakan solusi kesehatan yang terjangkau, berkualitas tinggi, dan berkelanjutan.”
Kolaborasi tersebut meliputi seminar atau diskusi yang fokus pada peningkatan keterampilan, serta pembaruan teknologi medis terbaru.
“Melalui inisiatif ini, kami berharap dapat memperkuat kemampuan rumah sakit swasta dalam memberikan layanan kesehatan yang lebih baik, sekaligus memperluas akses bagi masyarakat Indonesia terhadap layanan medis yang berbasis teknologi mutakhir,” pungkas Anthony. (jie)