Probiotik, baik dalam bentuk minuman atau kapsul, yang dijual di pasaran bisa dimanfaatkan untuk mempercepat pemulihan COVID-19.
Probiotik sejatinya adalah bakteri baik, golongan bakteri asam laktat, yang secara alami hidup di saluran cerna manusia. Salah satu manfaat terbesar probiotik adalah membantu meningkatkan daya tahan tubuh. Ingat, 80% sistem imun dibuat di usus.
Minuman/makanan (misalnya yogurt, kefir, minuman susu fermentasi) atau kapsul probiotik mengandung bakteri baik ini.
Dalam penelitian baru yang diterbitkan di jurnal Gut Microbes, melibatkan sekitar 300 pasien COVID-19 usia 16 - 60 tahun yang dinyatakan positif lewat pemeriksaan PCR tetapi hanya melakukan isolasi mandiri di rumah. Separuhnya mendapatkan terapi probiotik, separuh sisanya diberikan plasebo.
Studi ini menunjukkan bila 53 persen pada kelompok probiotik (78 orang dari 147 pasien) dinyatakan bersih dari virus corona dalam satu bulan. Sementara pada kelompok plasebo hanya 28 persen (41 dari 146 orang).
Minuman atau kapsul probiotik mengandung bakteri baik Lactobacillus atau golongan Bifidobacterium, yang menurut penelitian menghasilkan zat yang dapat berkomunikasi dengan sel saraf dan mengurangi peradangan kronis terkait berbagai penyakit.
Penelitian sebelumnya menunjukkan bila mereka yang mengalami Long Covid memiliki kadar Lactobacillus yang rendah di usus besar mereka. Ini yang ditengarai menyebabkan peradangan di seluruh tubuh.
Sementara itu, di riset terbaru ini ditemukan mereka yang mengonsumsi probiotik (dalam bentuk kapsul) tidak hanya pulih lebih cepat, tetapi juga dengan jumlah virus (viral load) yang lebih rendah.
Menurut Philip Calder, profesor imunologi nutrisi di University Southampton, Inggris, probiotik dapat memodifikasi mikrobiota usus.
“Melalui ini, mereka mungkin membantu sistem kekebalan berfungsi (lebih baik) dan membatasi peradangan,” katanya, mengutip Indiatimes.
Diet yang lebih baik dan suplementasi probiotik tampaknya meningkatkan jumlah bakteri baik di usus secara signifikan, Tim Spector, profesor epidemiologi genetik di King’s College London, menambahkan.
Namun, beberapa ahli mendebat penelitian tersebut: itu mungkin tidak berlaku untuk setiap orang. Dalam sebuah artikel online, Profesor Andrew Smith dan Dr Paul Gill, ahli penyakit mikroba di University College London, mengingatkan studi ini tidak mengikutsertakan populasi lansia dan tidak memperhitungkan apakah partisipan telah divaksin atau tidak.
“Jadi kami tidak tahu apakah probiotik memberikan manfaat bagi mereka yang paling berisiko terkena COVID berat.
“Dan mengonsumsi probiotik mungkin tidak tepat bagi mereka dengan sistem kekebalan yang lemah karena ada potensi peningkatan risiko infeksi dari mengonsumsi bakteri hidup dalam jumlah besar,” kata mereka. (jie)