Ternyata ada hubungan antara psoriasis yang menyerang kulit dengan penyakit paru obstruksi kronis (PPOK). Keduanya dipicu oleh kelainan peradangan. Penting untuk memilih terapi psoriasis yang tepat untuk mencegah memburuknya psoriasis dan mengakibatkan penyakit paru kronis.
Psoriasis merupakan penyakit autoimun yang mengakibatkan kondisi peradangan kronis dan berulang yang mempengaruhi kulit. Kelainan autoimun ini menyerang sekitar 2-4% orang di dunia (menurut Journal of the American Academy of Dermatology 2009).
Psoriasis ditandai dengan bercak bersisik dan kemerahan (eritematosa), muncul lesi abnormal dengan batas tegas dan plak yang gatal. Dapat menyebabkan gangguan tidur, gangguan konsentrasi dan penurunan kualitas hidup secara keseluruhan.
Walau penyebab pasti psoriasis belum diketahui, tetapi diketahui berhubungan dengan ‘kekacauan’ jalur sitokin (protein yang dihasilkan oleh sistem kekebalan tubuh), termasuk sitokin inflamasi. Psoriasis bisa memicu berbagai penyakit yang berkaitan dengan gangguan inflamasi sistemik serupa, salah satunya penyakit paru obstruksi kronis (PPOK).
Penyakit paru kronis ini (dulu disebut radang paru menahun) mempengaruhi sekitar 10% dari populasi umum. Bronkitis kronis dan emfisema (peradangan di area alveolus /kantung udara di paru) adalah bentuk yang paling umum dari PPOK.
Walau penyakit paru kronis ini dapat dicegah dan diobati, tetapi belum bisa disembuhkan. Berbagai faktor yang terkait dengan peningkatan respons inflamasi (peradangan) kronis diketahui terlibat dalam perkembangan penyakit ini, termasuk gangguan pengaturan sistem imun (seperti psoriasis), kerentanan genetik, infeksi dan faktor lingkungan (polusi udara, merokok, dll).
Xin Li, Lingjun Kong, dkk., dari Shanghai Academy of Traditional Chinese Medicine, China, melakukan meta-analisa untuk melihat hubungan antara psoriasis dan penyakit paru kronis ini. Melibatkan 13.418 subyek dari 4 penelitian yang ditulis antara Januari 1980 hingga Desember 2014.
Peneliti berangkat dari hipotesa bahwa satu penyakit autoimun terkait peradangan signifikan meningkatkan risiko penyakit lainnya. Respons peradangan pada psoriasis menyebabkan peningkatan sitokin limfosit Th1 dan beberapa penanda inflamasi sistemik lainnya. Demikian pula, peningkatan kadar sitokin pro-inflamasi tersebut juga ditemukan di cairan dahak pasien PPOK.
Hasil riset yang dipublikasikan di jurnal PLOS ONE ini menyatakan pasien psoriasis berisiko lebih besar menderita penyakit paru kronis, daripada mereka tanpa psoriasis. Dan hubungan antara psoriasis dan PPOK lebih kuat di antara pasien psoriasis berat, dibanding psoriasis ringan sampai sedang.
Penting mendapatkan terapi yang tepat
Pengobatan psoriasis pada dasarnya disesuaikan dengan kondisi masing-masing penderita dan derajat keparahan penyakit.
Indah Susanti, Key Account Manager PT Leo Pharma dalam webinar apoteker, Kamis (12/11/2020), mengatakan pengobatan psoriasis yang paling utama adalah terapi topikal (oles), untuk derajat ringan – sedang.
Riset Murphy G, dalam Journal of the European Academy of Dermatology and Venereology (2011), menyatakan kombinasi vitamin D analog (calcipotriol) dan kortikosteroid (steroid) topikal sangat direkomendasikan untuk perawatan psoriasis.
“Pada terapi steroid tunggal jangka panjang bisa menimbulkan efek samping penipisan kulit, hipopigmentasi, bekas parut (stretch mark) atau berjerawat,” terang Indah. “Vitamin D analog akan menghalangi efek samping steroid dengan mengembalikan fungsi epidermis kulit.”
Vitamin D analog utamanya berfungsi untuk efek antiproliferatif, atau menekan pembelahan dan pematangan sel kulit yang sangat cepat.
Kombinasi keduanya, urai Indah, terbukti mempengaruhi peradangan dan sistem imun yang hiperaktif, pembentukan pembuluh darah baru yang tidak normal, pembentukan dan pematangan keratinosit (sel kulit di epidermis) yanghttps://otcdigest.id/topik-kita/hubungan-psoriasis-dengan-kondisi-lain tidak normal.
European Journal of Dermatology (2010) memaparkan kombinasi vitamin D analog dan steroid (dalam produk Diavobet) terbukti lebih aman dan efektif mengobati psoriasis, dibanding pengobatan tunggal (baik vitamin D analog atau steroid saja).
Riset sebelumnya di European Journal of Dermatology (2009) menjelaskan setelah perawatan Diavobet pertama, kemungkinan mengalami kekambuhan pertama dalam 50 hari adalah sekitar 20-25%, sedangkan kemungkinan kekambuhan pertama dalam 150 hari adalah antara 40-45%. Tetapi peneliti menegaskan, 45,3% pasien tidak mengalami kekambuhan dalam 6 bulan pascapemakaian Diavobet. (jie)
Baca juga : Hubungan Psoriasis Dengan Kondisi lain