Pemeriksaan PD-L1 untuk Kanker Paru | OTC Digest

Pemeriksaan PD-L1 untuk Kanker Paru

Kanker bukanlah penyakit tunggal yang berdiri sendiri, melainkan sekumpulan penyakit yang disebabkan rusaknya apoptosis atau program pematian sel otomatis. Tiap sel tubuh kita memiliki masa hidup. Ketika sel rusak atau masa hidupnya telah selesai, terjadilah apoptosis; sel-sel tersebut mati, digantikan dengan sel muda yang sehat. “Namun pada kanker, program pematian ini tidak terjadi. Akibatnya, sel-sel tumbuh tidak terkendali,” jelas dr. Evelina Suzana, Sp.PA dari RSK Dharmais.

Ini yang menjadikan terbentuknya massa (tumor). Bila sifatnya ganas (kanker), sel-sel ini terus tumbuh hingga makin besar, aktif membuat pembuluh darah baru, menginvasi jaringan sehat di sekitarnya, bahkan menyebar ke organ lain.

Tiap jenis sel kanker tidaklah sama. “Ada ribuan jenis kanker, bahkan untuk kanker yang sama. Misalnya pada kanker paru, jika ditelusuri sampai tingkat seluler bahkan molekular,  ada ribuan jenisnya,” ujar dr. Evelina, dalam diskusi Pemeriksaan PD-L1 untuk Imunoterapi pada Kanker Paru, yang diselenggarakan Forum Ngobras di Jakarta (06/10/2017).

Berdasarkan fakta tersebut, berkembanglah pengobatan kanker berbasis individual, tidak sekadar pengobatan yang umum dengan operasi, radiasi dan kemoterapi. Meski sama-sama menderita kanker paru stadium 4 misalnya, tiap pasien bisa mendapat pengobatan yang berbeda. Disesuaikan dengan jenis sel kanker dan kondisi masing-masing pasien. “Setiap  penderita kanker mengalami kerusakan DNA berbeda sehingga terapinya berbeda,” lanjutnya.

Salah satu terobosan baru dalam pengobatan kanker yakni imunoterapi checkpoint inhibitor berupa anti PD-1. Saat tubuh menyadari ada sel kanker, sistem imun mengaktivasi sel-sel pembunuh kanker, di antaranya sel T. Pada permukaan sel T yang sudah diaktivasi, terdapat reseptor PD-1 (programmed death 1). Begitu reseptor ini menempel pada sel kanker, ia akan menginduksi apoptosis pada sel abnormal tersebut.

“Namun, sel kanker sangat pintar. Dia bisa bersembunyi dari sistem imun,” ungkap dr. Evelina. Sel kanker mengembangkan ligand yang disebut PD-L1. Begitu sel T hendak menyerang sel kanker, terjadilah interaksi antara PD-1 sel T dengan PD-L1 sel kanker. Ini membuat sel T menjadi tidak aktif sehingga tidak bisa memprogram sel kanker untuk melakukan apoptosis.

Tiap jenis kanker memiliki mekanisme pertahanan diri masing-masing; tidak semuanya mengembangkan PD-L1. Kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) adalah salah satu yang sering memiliki PD-L1. Pasien yang bisa mendapat obat anti PD-1 hanyalah yang memiliki ligand PD-L1. “Kalau tidak ada, percuma. Obat ini bekerja dengan memblok interaksi antara PD-1 dengan PD-L1. Dengan dibloknya interaksi ini, maka sel T bisa bekerja membasmi sel kanker,” papar dr. Evelina.

Maka, untuk menentukan apakah pasien kanker paru KPKBSK bisa mendapat imunoterapi anti PD-1, dilakukanlah pemeriksaan khusus dengan biomarker PD-L1. “Sebagian jaringan kanker pada paru diambil, lalu dilihat apakah ada PD-L1 di permukaannya,” ucapnya.

Pengambilan contoh jaringan atau biopsi tidak selalu mudah. Pada stadium awal, biopsi bisa dilakukan dengan operasi terbuka. Namun pada stasium lanjut, ini tidak mungkin dilakukan karena terlalu berisiko untuk pasien. Maka dilakukan pengambilan sampel dengan biopsi jarum yang “ditembakkan” ke kanker, dipandu dengan CT scan. Posisi pasien berbaring, bisa telentang atau telungkup. “Selama proses ini, pasien harus kooperatif dan tenang. Tidak boleh bergerak sama sekali karena nanti gambaran di CT scan bergeser,” tegas dr. Evelina.

Pemeriksaan ini baru bisa dilakukan di RS Kanker Dharmais, Jakarta. Sudah dilakukan pelatihan di 14 center di seluruh Indonesia. Antara lain di RS Cipto Mangunkusumo, RS Persahabatan, RS Fatmawati, RS Adam Malik Medan,  RS Sanglah Bali, RS dr. Soetomo Surabaya, RS dr. Kandou di Manado, RS dr. Karyadi Semarang, RS dr. Sardjito Yogyakarta, RS Hasan Sadikin Bandung. Tengah dilakukan optimasi atau penyamaan standarisasi lab dan interpretasi di ke-14 center, “Kami harapkan satu-dua bulan lagi bisa selesai.” (nid)

 

Baca juga: Kanker Paru Intai Perokok Perempuan