Diabetes bukan vonis mati, tapi merupakan penyakit kronik sehingga pengobatannya harus dilakukan jangka panjang bahkan seumur hidup. Tidak lain agar kadar gula darah terkontrol. Kadar gula darah yang tinggi (hiperglikemi) akan merusak pembuluh darah, sehingga muncul berbagai komplikasi.
Komplikasi juga berdampak besar pada kondisi ekonomi. Biaya pengobatan diabetes yang terkontrol jauh lebih rendah ketimbang yang sudah kena komplikasi. “Kualitas hidup pasien dan keluarganya pun menurun. Misalnya ia harus diamputasi, kemadiriannya berkurang. Ia tidak bisa bekerja, dan anak-anak harus bergantian menjaganya,” tutur dr. Suria Nataatmaja, Medical Affairs Director MSD Indonesia.
Kegagalan penyandang diabetes minum obat dengan benar sesuai dosis dan waktu minum obat, terbukti berkontribusi terhadap kondisinya. Sayangnya, rerata setengah pasien diabetes menghentikan pengobatan dalam 12 bulan sejak memulainya. Ini berdasarkan penelitian oleh Zafar A, dkk (2010).
Sebagian menghentikan pengobatan karena sudah merasa enak. Banyak pula yang karena takut akan efek samping obat, “Tapi lupa kalau tidak diobati, muncul gangguan fungsi organ yang lain,” tegas dr. Med. Beny Santosa, Sp.PD, KEMD dari RS Gading Pluit, Jakarta. Yang lebih mengkhawatirkan, berhenti berobat lalu mencoba pengobatan herbal, yang efektivitas maupun efek sampingnya belum terbukti secara ilmiah.
Memang, tidak mudah untuk disiplin minum obat. Apalagi, obat yang perlu dikonsumsi lebih dari satu, dan beberapa kali dalam sehari. Untungnya, obat-obatan anti diabetes terus berkembang dengan pesat. Salah satu obat lama yang hingga kini masih dipakai sebagai lini pertama yakni metformin, karena efektivitasnya sangat baik. Obat ini memperbaiki sensitivitas insulin.
Salah satu terobosan yakni obat DPP-4 inhibitor, misalnya sinagliptin. “Di usus terdapat sel L dan K yang memproduksi inkretin. Inkretin akan menstimulasi produksi insulin,” terang dr. Beny. Namun, efek inkretin hanya berlangsung 1-3 menit, karena dihambat oleh enzim DPP-4. Diciptakanlah obat yang menghambat DPP-4, agar inkretin terus keluar dan menstimulasi pelepasan insulin. Menariknya, inkretin hanya diproduksi saat kita makan karbohidrat. “Begitu gula darah sudah turun, efeknya langsung hilang atau berkurang, sehingga kemungkinan hipoglikemi (gula darah terlalu rendah) kecil sekali,” imbuhnya.
Perkembangan teknologi memungkinkan meftormin dan sitagliptin dikombinasikan dalam satu obat, dengan dosis sekali sehari. Obat bisa dikonsumsi kapan saja, asalkan pada jam yang sama setiap hari. Dosis satu kali sehari berarti obat tersebut memiliki efek di dalam tubuh selama 24 jam; agar manfaatnya optimal, perlu dikonsumsi pada jam yang sama.
Dosis sekali sehari tentu lebih nyaman bagi pasien. “Diharapkan, ini akan meningkatkan kepatuhan pasien minum obat,” pungkas dr. Suria. (nid)