Survei yang dipaparkan dalam peringatan Hari Kesehatan Gigi & Mulut Sedunia 2021 menjelaskan bila selama pandemi makin banyak orang Indonesia yang malas sikat gigi. Bahkan riset terbaru menyatakan pasien COVID-19 berisiko 9 kali meninggal dunia bila memiliki masalah gusi, seperti radang gusi.
Hasil temuan survei global Pepsodent yang dilakukan pada masa pandemi dengan melibatkan 6.700 responden di delapan negara (India, Ghana, Vietnam, Perancis, termasuk Indonesia) menunjukkan fakta yang memprihatinkan: 70% masyarakat Indonesia tidak memrioritaskan perawatan gigi dan mulut.
Bahkan, sebanyak 30% responden Indonesia mengaku pernah melewati sehari penuh tanpa menyikat gigi, umumnya (46%) disebabkan karena rasa malas.
“Survei juga memperlihatkan bahwa 73% orang mengalami masalah kesehatan gigi dan mulut selama pandemi. Responden Indonesia mengalami sejumlah keluhan seperti nyeri gigi, gusi atau mulut (31%) dan kemunculan karies baru (25%,” ungkap drg. Ratu Mirah Afifah, GCClinDent., MDSc., Head of Sustainable Living Beauty & Personal Care and Home Care Unilever Indonesia Foundation, Jumat (19/3/2021).
Kondisi ini semakin diperburuk karena banyak yang masih enggan memeriksakan diri dengan tingginya risiko penularan virus corona. Sebanyak 59% orang mengaku menghindari pergi ke dokter gigi meski giginya bermasalah.
Dalam kesempatan yang sama Dr. drg. RM. Sri Hananto Seno, SpBM (K). MM, Ketua Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) berkomentar, di tengah pendemi kesehatan gigi dan mulut semakin tidak boleh dikesampingkan, masalah gusi dan gigi perlu segera diintervensi.
“Penelitian terbaru menemukan bahwa pasien dengan COVID-19 yang memiliki masalah gusi berpotensi 9 kali lebih mungkin untuk meninggal dunia, 4,5 kali lebih mungkin membutuhkan ventilator, dan 3,5 kali lebih mungkin dirawat di ICU, dibandingkan pasien tanpa ada tanda-tanda permasalahan gusi dan gigi,” imbuh drg. Seno.
Kuman akan menyerang permukaan gusi dan menyebabkan peradangan. “Ingat, mulut merupakan host (inang) COVID-19. Virus corona akan lebih cepat berkembang biak di gusi yang sudah meradang. Demikian pula sebaliknya, peradangan gusi sebagai media dan mempercepat berkembangbiaknya COVID-19. Penyakit ini saling menguatkan,” tegasnya.
Riset oleh Alexander R. Vieira (2020) menyatakan COVID-19 memperberat peradangan gusi hingga 3 kali, dibandingkan tanpa COVID-19. Sementara itu dalam Journal of Clinical Periodontology diterangkan pasien COVID-19 setidaknya 3 kali lebih mungkin mengalami komplikasi jika mereka juga memiliki masalah gusi.
Riset lain mencatat risiko meninggal hingga 9 kali tersebut tidak tergantung pada status imunitas pasien, virus ini resisten terhadap pertahanan standar, yang tampaknya tidak merespons secara efisien terhadap invasi peradangan dan badai sitokin.
Berdampak pada anak-anak
Hal lain yang menarik dari survei tersebut adalah ketika orangtua tidak menyikat gigi, secara global, anak-anak akan 7 kali melewatkan waktu menyikat gigi.
“Tetapi untuk di Indonesia tidak demikian. Anak-anak akan 14 kali melewatkan waktu menyikat gigi ketidak orangtua mereka juga tidak menyikat gigi,” ujar drg. Mirah.
Survei tersebut menjabarkan ketika orangtua menyikat gigi dua kali sehari, kemungkinan bahwa seorang anak melewatkan sikat gigi hanya 5%. Tetapi bila orangtua tidak sikat gigi, probabilitas anak melewatkan menyikat naik hingga 74%.
Untuk menjaga kesehatan gigi, gusi dan mulut dianjurkan sikat gigi minimal dua kali sehari: setelah sarapan dan malam sebelum tidur. Jangan juga konsumsi makanan/minuman manis setelah sikat gigi malam.
“Selama pandemi ini jangan takut untuk periksa ke dokter gigi, karena PDGI sudah menerbitkan panduan pemeriksaan/praktik untuk mencegah penularan COVID-19. Bukan hanya pasien yang takut tertular, dokternya justru lebih takut, karena pasien harus buka masker, dan diperiksa mulutnya dengan sangat dekat,” tukas drg. Seno.
“Sekarang dokter gigi sudah punya sistem yang lengkap, misalnya dengan APD level 3, sirkulasi udara yang lancar, alat penyerap aerosol, dll.” (jie)