pandemi sebabkan perubahan perilaku seksual
pandemi sebabkan perubahan perilaku seksual

Pandemi Sebabkan Perubahan Perilaku Seksual Suami Istri, Studi di Indonesia Membuktikan

Pandemi COVID-19 yang sudah berlangsung lebih dari satu tahun ini ternyata berdampak pada hubungan intim suami istri. Peneliti dari Universitas Airlangga, Surabaya menyebutkan pandemi sebabkan perubahan perilaku seksual, termasuk berkurangnya rangsangan seksual dan frekuensi melakukan hubungan intim.

Pandemi mengubah hubungan interpersonal dan pasangan. “Ketersediaan waktu di rumah, kehadiran anak yang terus-menerus di rumah, ketakutan akan infeksi dan ketidakmampuan untuk berinteraksi secara fisik dengan orang lain telah mengubah perilaku seksual kebanyakan orang,” tulis peneliti di Macedonian Journal of Medical Sciences (vol. 9 2021).

Studi yang dilakukan oleh Jefry A. Tirbowo, dkk, dari Program Spesialis Andrologi, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD Dr. Soetomo, Surabaya ini bertujuan untuk mengevaluasi perubahan perilaku seksual pasangan suami istri selama COVID-19, di Indonesia.

Peneliti melakukan survei selama periode PSBB dari November 2020 hingga Januari 2021. Peserta mendapat 19-20 pertanyaan yang harus mereka jawab dalam kuisioner. Kemudian peneliti menganalisis perubahan perilaku seksual pasangan suami istri sebelum dan selama pandemi.

Survei dilakukan pada 201 orang, dengan 110 pria (54,7%) dan 91 (45,3%) wanita. Rata-rata usia pasangan adalah 37 tahun, sebagian besar berstatus ekonomi menengah hingga menengah ke atas. Sebagian besar pasangan (80%) memiliki satu orang anak.

Riset tersebut melihat perubahan cara dan jadwal bekerja menjadi alasan utama perubahan perilaku seksual. Peserta mengalami perubahan signifikan dalam perilaku seksual dan beberapa respons seksual sebelum dan selama waktu pembatasan.

Penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan frekuensi hubungan seksual yang signifikan, 60,2% partisipan menunda keinginan memiliki anak, ada peningkatan pemakaian alat kontrasepsi (17,5%) atau peningkatan frekuensi masturbasi. Demikian juga terjadi penurunan gairah seksual dan kepuasan seksual sebelum dan selama era COVID-19.

Dalam survei tersebut terlihat beberapa faktor yang membuat hubungan seksual menurun, seperti kekhawatiran terinfeksi (16,4%), stres (18,2%), waktu kerja berubah (28,2%), banyak di rumah (20,9%), dll.

Peneliti menyimpulkan, pandemi telah mengubah perilaku seksual karena pembatasan sosoial, di Indonesia. “Temuan ini menyiratkan adanya konsekuensi pandemi pada perilaku seksual yang dapat mempengaruhi hubungan seks, stabilitas pernikahan dan kesehatan fisik itu sendiri untuk melawan virus corona,” jelas peneliti.

Corona berpengaruh langsung pada kemampuan seksual?

Sementara itu, di satu sisi masih menjadi pertanyaan para ahli tentang apakah infeksi corona berdampak langsung pada performa seksual, termasuk kemampuan ereksi.

Para ilmuwan berpedoman pada tiga hal yang bisa berpotensi menyebabkan disfungsi ereksi pada mereka yang terinfeksi corona:

  1. Dampaknya di pembuluh darah. Kemampuan ereksi merupakan salah satu prediktor penyakit jantung, sehingga sistem pembuluh darah jantung dan reproduksi saling berhubungan. Diketahui bila COVID-19 bisa menyebabkan peradangan berlebih di seluruh tubuh, terutama jantung dan otot di sekitarnya. Suplai darah ke penis dapat tersumbat/menyempit akibat kondisi pembuluh darah yang memburuk akibat corona.
  2. Dampak psikologis. Aktivitas seksual erat kaitannya dengan kesehatan mental. Stres, kecemasan dan depresi terkait pandemi bisa menyebabkan mood yang buruk dan disfungsi seksual.
  3. Penurunan kesehatan secara keseluruhan. Disfungsi ereksi biasanya merupakan gejala dari masalah lain yang mendasari. Karena virus corona menyebabkan banyak masalah, kesehatan umum yang buruk bisa menjadi pemicu disfungsi ereksi dan komplikasi lain.

Penyebab lain yang mengkhawatirkan adalah potensi kerusakan testis setelah infeksi COVID-19. Namun, masih terlalu dini untuk mengetahui apakah kerusakan itu permanen, sementara, atau dapat memengaruhi kesuburan.

Usia juga merupakan aspek penting untuk dipertimbangkan, karena merupakan faktor risiko untuk terjadi disfungsi ereksi dan kasus COVID-19 yang parah.

Melansir health.clevelandclinic.org, Dr. Ryan Berglund, ahli urologi di Cliveland Clinic, AS, mengatakan, “Ada penelitian yang menunjukkan bahwa mungkin ada efek kardiovaskular dan efek medis lain yang muncul dari COVID-19, tetapi adalah terlalu dini untuk mengetahui efek jangka panjang yang sebenarnya.”

“Kami tahu ada beberapa cara berbeda bagi virus corona dapat menyebabkan disfungsi ereksi, tetapi lebih banyak penelitian diperlukan sebelum kami mengetahui dengan pasti.” (jie)