Dalam perkembangan pandemi COVID-19 hingga saat ini muncul istilah baru yakni COVID super immunity. Seperti namanya ini berarti mereka yang termasuk di dalamnya mempunyai imunitas yang lebih tinggi dibanding orang lain terhadap virus corona.
Epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Pandu Riono mengatakan vaksinasi pada orang yang sudah terinfeksi COVID-19 ternyata meningkatkan kadar imun yang lebih tinggi dibanding orang yang belum terinfeksi dan divaksinasi.
“Disebut kondisi ‘super immunity’,” tulisnya dalam akun Twitter resminya. Kondisi COVID super immunity bisa mengurangi kebutuhan vaksinasi dosis ketiga sebagai bosster, terutama pada masyarakat umum.
Pendapat Pandu Riono ini didasarkan pada penelitian ahli virus dari Rockefeller University, AS, Theodora Hatziioannou dan Paul Bieniasz. Dalam studi mereka, terlihat bila virus corona yang mengandung 20 perubahan di protein pakunya lebih tahan terhadap antibodi dari sebagian besar orang yang telah terinfeksi atau divaksinasi.
Tetapi mereka yang pulih dari COVID-19 beberapa bulan sebelum divaksinasi menyimpan antibodi yang mampu melawan virus corona yang bermutasi.
Antibodi tersebut bahkan menghadang virus corona jenis lain. “Sangat mungkin mereka akan efektif melawan varian SARS-CoV-2 masa depan,” kata Hatziioannou. Studi mereka ini dipublikasikan di jurnal Nature (September 2021).
Bagaimana pendapat ini dimulai?
Tidak lama setelah vaksinasi di lakukan di seluruh dunia, para ilmuwan mulai melihat respons unik vaksin pada orang-orang yang sembuh dari COVID-19.
“Kami memperhatikan bila antibodi mencapai tingkat yang melebihi dari apa yang Anda dapatkan lewat dua dosis vaksin saja,” kata Rishi Goel, ahli imunologi di University of Pennsylvania, AS.
Studi awal pada orang-orang dengan COVID super immunity menemukan bahwa serum darah yang mengandung antibodi jauh lebih mampu menetralkan virus corona varian Beta, dibandingkan individu yang divaksinasi tetapi belum pernah terinfeksi corona. Tidak jelas apakah ini karena tingginya tingkat antibodi, atau karena sifat lainnya.
Studi terbaru menunjukkan bahwa COVID super immunity disebabkan oleh sel B memori dalam sistem imun. Sebagian besar antibodi yang dibuat setelah infeksi atau vaksinasi berasal dari sel plasmablas (sel ini berumur pendek), dan kadar antibodi akan turun saat sel-sel plasmablas mati.
Setelah sel plasmablas hilang, sumber utama antibodi adalah sel B memori yang jauh lebih jarang; dipicu oleh infeksi atau vaksinasi. Saat orang yang pulih dari COVID-19 terpapar kembali, sel B akan berkembang biak dan menghasilkan lebih banyak antibodi yang sangat kuat.
“Ketika Anda mendapatkan antigen, dalam hal ini vaksinasi, sel-sel itu akan meledak (bertambah banyak),” kata Goel. Dengan cara ini, dosis vaksin pertama pada seseorang yang sebelumnya telah terinfeksi, mirip dengan dosis kedua pada orang yang belum pernah terinfeksi COVID-19.
Dalam serangkaian penelitian yang dilakukan oleh Hatziioannou dan Bieniasz, membandingkan respons antibodi orang yang terinfeksi dan divaksinasi. Keduanya (infeksi atau vaksinasi) mengarah pada pembentukan sel B memori yang membuat antibodi lebih kuat, tetapi peneliti melihat ini lebih banyak terjadi setelah infeksi.
Tim mengisolasi ratusan sel B memori dari orang-orang setelah infeksi dan vaksinasi. Infeksi alami memicu antibodi yang terus tumbuh selama satu tahun setelah infeksi, sedangkan yang ditimbulkan oleh vaksinasi tampaknya berhenti berubah dalam minggu-minggu setelah dosis kedua.
Sel B memori yang berevolusi setelah infeksi juga lebih mungkin membuat antibodi yang memblokir varian-varian berikutnya (seperti Beta dan Delta), daripada sel dari vaksinasi. (jie)