Operasi Pengambilan Ginjal dengan Laparoskopi Lebih Nyaman

Operasi Pengambilan Ginjal dengan Laparoskopi Lebih Nyaman bagi Pendonor

Kini, operasi pengambilan ginjal dengan laparoskopi sudah bisa dilakukan. Bagi pendonor, hal ini tentu jauh lebih nyaman. “Kita mulai menggunakan teknik laparoskopi untuk mengambil ginjal dari donor,” ujar Prof. Dr. dr. Endang Susalit, Sp.PD-KGH.

Sekadar informasi, transplantasi ginjal dilakukan di Indonesia sejak 1977. Tahun 1994 dilakukan 36 operasi. Pada 2012, 60 operasi, dan 2013 menjadi 77 operasi. Dibandingkan pasien gagal ginjal yang menjalani dialisis, di seluruh dunia pasien yang melakukan trasnplantasi ginjal memiliki harapan hidup dan kualitas hidup lebih baik. “Bila bepergian, tidak tergantung alat,” ujar Prof. Endang.

Biaya tranplantasi mahal, namun cukup sekali. Biaya tinggi terutama di 1 tahun pertama. Setelah itu, biaya jauh lebih murah ketimbang dialisis, terutama setelah 5 tahun karena dosis obat yang dibutuhkan makin sedikit.

Obat yang dibutuhkan yakni obat yang menekan imunitas, untuk mencegah reaksi penolakan tubuh terhadap ginjal donor; dikonsumsi seumur hidup. “Obat yang sekarang lebih canggih, lebih baik mengatasi kecocokan ginjal donor dengan resipien,” uajr Prof. Endang. Hasil transplantasi makin baik, karena teknik operasi yang dilakukan makin baik.

Transplantasi ginjal adalah operasi mengganti ginjal pasien yang sudah rusak, dengan ginjal baru dari donor yang sehat. Di Indonesia, ginjal berasal dari donor hidup; belum disetujui donor dari kadaver (mayat). Donor umumnya dari yang masih ada hubungan darah, seperti  orangtua ke anak atau sebaliknya, atau saudara kandung. Bisa pula yang tidak ada hubungan darah, misalnya suami ke istri atau sebaliknya. Dilakukan pemeriksaan untuk menilai kecocokan donor dengan resepien (penerima).

Operasi melibatkan dokter dari berbagai disipliner: dokter bedah, urolog, nefrolog (ahli ginjal), spesialis jantung, hingga radiologi. Sebelum operasi, donor dan resipien menjalani serangkain pemeriksaan. “Ini pekerjaan tim radiologi,” ujar Dr. dr. Nur Rasyid, Sp.U. Bentuk ginjal donor dilihat dan dinilai; ginjal mana yang lebih memungkinkan untuk diambil. Umumnya, ginjal kiri lebih banyak digunakan, karena pembuluh darahnya lebih panjang sehingga lebih mudah ditanam di tubuh respien.

Melalui pemeriksaan radiologi, pembuluh darah resipien dinilai. Ginjal harus ditanam di pembuluh darah yang sehat, tanpa ateroskelosis (kerak lemak) dan lain-lain, agar aliran darah ke ginjal lancar dan berfungsi baik.

Lama operasi transplantasi ginjal, mulai dari mengambil ginjal donor lalu menanamnya di resipien, rerata 4-5 jam. Kasus yang sulit, perlu waktu lebih lama. Setelah ginjal diambil dari donor, dimasukkan ke cairan bersuhu rendah, lalu diantar ke ruang operasi resipien. “Ginjal lalu ditanam di daerah panggul resipien, dan ureter (saluran dari ginjal ke kandung kemih) disambungkan ke kandung kemih,” papar dr. Nur Rasyid.

Setelah ditanam dan pembuluh darah kembali dialirkan, ginjal yang tadinya berwarna putih akan memerah. Usai operasi, segera dilakukan USG untuk mengukur aliran darah ke ginjal. Seminggu kemudian, pasien kontrol untuk dilakukan USG, melihat aliran darah ke ginjal.

Operasi pengambilan ginjal dengan laparoskopi

Sejak November 2011, nefrektomi (mengambil ginjal dari donor) mulai dilakukan operasi invasif minimal dengan teknik laparoskopi. Dibuat beberapa sayatan kecil di perut bawah. Berbeda dengan operasi terbuka yang membuat sayatan di pingang, memotong otot-otot dan saraf; nyeri pasca operasi laparoskopi jauh berkurang. “Pendonor merasa lebih nyaman dan tidak menakutkan,” ujar dr. Chaidir A. Mochtar, Sp.U, Ph.D. Dari skala 1-10, nyeri akibat laparoskopi rerata hanya 2,2.

Lama rawat inap pasca operasi rerata 4,4 hari, sementara operasi terbuka 7-10 hari. Donor dengan laparoskopi bisa kembali beraktivitas dalam 2-5 minggu, dibandingkan 5-11 minggu pada operasi terbuka. Secara kosmetik, bekas luka lebih kecil dan tipis, nyaris tak terlihat.

Perawatan pasca operasi

Usai transplantasi ginjal, pasien perlu kontrol teratur. Awalnya 1x seminggu, 1x 2 minggu, 1x sebulan, dan akhirnya tiap 6-12 bulan. “Diet lebih bebas, tapi perlu berhati-hati,” ujar Prof. Endang. Makanan tinggi lemak, kolesterol, gula dan garam perlu dibatasi, agar penyakit penyebab gangguan ginjal terkontrol dan ginjal baru terjaga. (nid)