trombosis_dvt_arteri_vena_vte_pulmonary_embolism

Naik Pesawat 4 Jam Lebih, Bisa Terjadi Pembekuan Darah

Kurang gerak dalam waktu lama bisa memicu terbentuknya bekuan darah, terutama di vena kaki. Bekuan bisa lepas dan menyumbat paru-paru.

Tahun 2011, Chris Staniforth pemuda usia 20 tahun meninggal. Penyebabnya sepele: ia  12 jam bermain game Xbox. Sebelum meninggal, ia merasa ada yang aneh di dada. Ketika menceritakan hal tersebut kepada temannya, ia kolaps dan kejang-kejang. Ambulans datang, nyawanya tidak tertolong. Chris meninggal akibat DVT (deep vein thrombosis); trombosis (bekuan darah) yang terbentuk di pembuluh vena kaki lepas, ikut aliran darah dan menyumbat paru-paru. Risiko serupa mengintai mereka yang melakukan penerbangan >4 jam.

Menurut dr. Cosphiadi Irawan, Sp.PD-KHOM, FINASIM dari RS Cipto Mangunkusumo, duduk >90 menit berisiko terjadinya DVT, “Dalam perjalanan dengan pesawat atau hanya duduk di kantor.” Semua orang, muda tua, yang tidak bergerak (statis) berisiko DVT.

Darah tidak pernah berhenti bersirkulasi di pembuluh darah. Dari jantung mengalir ke seluruh tubuh melalui arteri, dibawa kembali melalui pembuluh darah balik (vena) ke jantung, masuk ke paru-paru untuk pertukaran karbondioksida dengan oksigen, masuk lagi ke jantung untuk dipompa, dan seterusnya. Proses ini terus berlanjut selama 24 jam, tanpa istirahat.

Beberapa hal bisa menyebabkan trombosis, di arteri atau vena. “Bekuan darah di arteri penyebab terbesar serangan jantung dan stroke,” ujar Prof. Dr. dr. Karmel Lidow Tambunan, Sp.PD, KHOM, Ketua Perhimpunan Trombosis Hemostasis Indonesia (PTHI). Trombosis arteri juga bisa terjadi pada pembuluh darah kaki, hingga luka sulit sembuh. Kaki keriput dan ‘layu’ karena tidak mendapat nutrisi dan oksigen.

Sesungguhnya, trombosis hal yang normal. Terjadi saat kita terluka, untuk menghentikan pendarahan. “Itu trombosis pada tempat yang benar. Kalau terjadi di tempat yang salah yakni pembuluh darah, berbahaya dan bisa menyebabkan kematian,” tutur Prof. Karmel.

Di negara Barat seperti Amerika Serikat (AS) dan Eropa, trombosis merupakan penyebab utama (60%) kematian dan kesakitan. Di Indonesia, penyakit serebrovaskuler (gangguan pada pembuluh darah otak) menduduki peringkat 1 penyebab kematian; peringkat 3 adalah penyakit jantung; 80% serebrovaskuler dan 70% penyakit jantung disebabkan  trombosis. Ini belum termasuk trombosis di vena.

 

VTE

Trombosis lebih banyak terjadi di arteri, dibanding trombosis vena atau VTE (venous thrombo-embolism). Di AS, >900.000 kejadian VTE/tahun. Di Eropa >750.000/tahun, dengan angka kematian >370.000 orang/tahun. “Lebih tinggi dari kematian akibat AIDS, kanker payudara, kanker prostat dan kecelakaan lalu lintas dijumlah menjadi satu,” terang Prof. Karmel.

VTE mencakup DVT dan emboli paru atau pulmonary embolism (PE). DVT paling sering pada pembuluh darah kaki. Vena terutama di lengan dan kaki, memiliki katup yang bekerja satu arah. Fungsi katup yakni mendorong aliran darah dari seluruh organ tubuh kembali ke jantung, dan mencegah darah berbalik arah.

Kaki merupakan organ tubuh paling panjang. Aliran darah balik yang naik ke jantung, melawan gravitasi bumi. Vena bekerja ekstra keras memompa darah, terutama saat kita berdiri. Otot-otot kaki yang kuat penting untuk menjaga tekanan pada vena, sehingga katup-katup bisa bekerja sempurna. Tiap kita melangkah, membantu katup pada vena bekerja. Saat kurang bergerak atau diam dalam posisi lama, aliran darah di kaki melambat dan ‘tergenang’ di antara katup-katup vena dan terbentuk bekuan/gumpalan darah. 

Trombosis atau bekuan darah bisa terlepas dan masuk ke aliran darah hingga mencapai paru, menimbulkan sumbatan dan terjadi emboli paru. “Bila tersangkut di paru, aliran darah tersumbat. Tidak mendapat oksigen dan nutrisi, jaringan paru mati,” urai Prof. Karmel. Ini yang terjadi pada Chris, si gamer. Pasien bisa tertolong bila emboli terjadi di pembuluh darah kecil, bila di pembuluh darah besar umumnya tidak tertolong. (nid)