Mengobati Disfungsi Ereksi secara Komprehensif

Mengobati Disfungsi Ereksi secara Komprehensif

Jangan kira disfungsi ereksi bukan hal penting. Bagi laki-laki ini bisa terasa seperti “kiamat”. Sebuah studi di India menemukan, 14% laki-laki yang mengalami gangguan seksual psikogenik pernah memiliki pikiran untuk bunuh diri. Satu hal yang perlu dipahami, disfungsi ereksi disebabkan oleh banyak faktor. Untuk itu, tidak bisa diselesaikan oleh satu spesialisasi saja. “Biasanya butuh penanganan beberapa ahli untuk mengobati disfungsi ereksi,” ujar dr. Ponco Birowo, Sp.U (K), Ph.D.

Disfungsi ereksi (DE) adalah ketidakmampuan untuk mencapai ereksi yang cukup, atau tidak mampu mempertahankannya sehingga tidak terjadi hubungan seksual yang memuaskan. Secara garis besar, proses ereksi dimulai di otak, saat mendapat rangsangan seksual. Dari dorongan seksual barulah berlanjut ke ereksi, lalu ejakulasi, dan orgasme.

Tentu orgasme tidak akan tercapai bila terjadi DE. Adanya gangguan pada psikis maupun fisik bisa memicu DE. Dijelaskan oleh dr. Herdiman B. Purba, Sp.KFR-K, MPD.Ked, “Aktivitas seksual itu meliputi seluruh tubuh, istilahnya full body and mind. Ada integrase antara mental dan tubuh. Fungsi-fungsi tadi harus mendukung dengan baik untuk mendapatkan full pleasure.” Ini diungkapkannya dalam peluncuran virtual Layanan Men’s Health and Couple’s Well-being Clinic RSCM Kencana secara virtual, beberapa waktu lalu.

Mengobati disfungsi ereksi

Berkonsultasi dengan sex therapist atau psikolog masih jadi pilihan utama ketika mengalami DE. Ini tidak salah; DE memang bisa disebabkan oleh tekanan psikis dan stres. Namun bisa jadi masalahnya tidak sekadar stres, melainkan ada masalah pada fisik (organik).

Di awal pemeriksaan, dokter akan menilai tingkat keparahan DE, apakah ringan, sedang, atau berat. Selanjutnya dilakukan serangkaian pemeriksaan. Mulai dari wawancara, pemeriksaan fisik, dan berbagai tes, untuk menilai apakah DE mengarah ke psikologis atau organik. “Kalau organiknya bagus pengobatan dilanjutkan oleh psikiater atau psikolog. Namun begitu ketemu organik, kita periksa lebih lanjut, dan dilakukan perawatan secara multidisiplin,” papar Dr. dr. Nur Rasyid, Sp.U(K).

Ada banyak pilihan terapi untuk mengobati disfungsi ereksi. Mulai dari obat oral, vakum, injeksi, LI-ESWT (gelombang kejut intensitas rendah), hingga implan. Dalam memilih terapi, sampaikanlah pada dokter hasil apa yang diharapkan. Dokter akan memberi feedback berdasarkan kondisi Anda, dan bersama mencari terapi yang paling sesuai.

Jangan lupa, terapi tidak sebatas mengobati disfungsi ereksi saja. Masalah psikis dan gangguan organ pun harus diobati. Bila misalnya ada gangguan gula darah, hipertensi, atau kolesterol tinggi, maka harus diatasi pula.

Rehabilitasi perlu dilakukan. “Rehabilitasi tidak hanya fokus ke organ seksual saja, tapi juga aspek-aspek lain. Mulai dari otak sebagai organ seksual yang mengatur semuanya, hingga bagian tubuh dan yang mendukung aktivitas seksual yang menyenangkan,” tutur dr. Herdiman.

Ia melanjutkan, saat kita melakukan aktivitas seksual, bukan hanya organ seksual yang diperlukan. “Harus didukung dengan fungsi tubuh yang lain, yang memungkinkan kita melakukan gerakan yang diinginkan,” ujarnya.

Misalnya pasien DE yang juga memiliki keluhan nyeri pinggang. “Perlu belajar gerakan yang aman, nyaman, dan tidak menimbulkan nyeri saat berhubungan, tapi memberikan kepuasan,” imbuhnya. Juga diperlukan latihan tertentu misalnya latihan fisik, dan latihan penguatan otot dasar panggul.

Terapi yang sesuai dan menyeluruh tidak sekadar untuk mengobati disfungsi ereksi. Lebih dari itu, terapi bisa membantu mencapai kepuasan yang optimal, mengembalikan fungsi seksual, bahkan meningkatkan kapasitas fungsi seksual seperti yang diinginkan. (nid)

____________________________________________

Ilustrasi: People photo created by Racool_studio - www.freepik.com