Pada demensia, gejala dibagi secara dua garis besar: gangguan kognitif dan gangguan perilaku. Gangguan kognitif mencakup memori, atensi dan konsentrasi, bahasa, dan fungsi eksekutif. Adapun gangguan perilaku meliputi halusinasi, delusi, gangguan mood, dan depresi.
“Pada demensia Alzheimer dan vaskuler, yang terganggu lebih dulu adalah fungsi kognitif,” ujar Dr. dr. Yuda Turana, Sp.S, Dekan Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya, Jakarta. Setelah beberapa tahun, baru muncul gangguan perilaku. Bedanya, pada Alzheimer yang dominan terganggu adalah memori.
“Pada demensia vaskular, beberapa penelitian menemukan, umumnya yang lebih dulu terganggu adalah aspek bahasa atau fungsi kognitif yang sifatnya motorik,” terang Dr. dr. Yuda. Misalnya lamban dalam menjawab, padahal dulu tidak seperti itu. Jawabannya benar, tidak ada masalah, tapi pasien memerlukan waktu lama untuk menjawab.
Adapun masalah fungsi, misalnya penderita sulit mengutarakan atau mengucapkan sesuatu. Misalnya ketika ditunjukkan gambar binatang dan diminta menyebutkan namanya. Ia tahu bahwa binatang itu hidup di padang pasir, berpunuk, tapi sulit mengucapkan nama binatang tersebut, “Ini bukan masalah memori, tapi bahasa.”
Vaskular cognitive impairment
Demensia merupakan suatu proses panjang. Pada demensia Alzheimer, ada periode pra demensia yang disebut mal cognitive impairment (MCI). Pada fase ini fungsi kognitif sudah mulai terganggu dan sifat progresif, tapi belum mengganggu fungsi sosial/pekerjaan.
Pada demensia vaskular juga ada fase pra demensia, disebut vascular cognitive impairment (VCI). Sama seperti MCI, pada VCI terjadi gangguan kognitif yang progresif, tapi belum ada gangguan fungsi sosial/pekerjaan. “Ini adalah satu fase sebelum demensia. Tidak bisa dibilang bahwa ini adalah deteksi dini, tapi adalah awal yang baik bila ditemukan di titik ini. Setidaknya kita tahu, mulai ada gangguan vaskular kognitif, sehingga bisa dilakukan perbaikan pola hidup,” papar Dr. dr. Yuda.
Pada MCI, tidak semua pasien lantas berkembang menjadi Alzheimer. Pada VCI, perbaikan pola hidup dan faktor risiko ditengarai bisa membantu mengurangi risiko perubahan fase dari pra demensia menjadi demensia. Misalnya pasien kurang tidur maka pola tidurnya diperbaiki. Bila mengalami hipertensi, kolesterol, atau gula darah tinggi, maka semua penyakit ini dikontrol. Pola makan dan aktivitas fisik pun perlu diperbaiki.
Namun, belum ada satu obat pun yang bisa menghentikan proses dari pra demensia menjadi demensia. Obat-obatan untuk indikasi demensia hanya memperlambat proses yang terjadi. (nid)
___________________________________________
Ilustrasi: People photo created by pressfoto - www.freepik.com