Oksigen (O2), gas kehidupan yang tiap saat kita hirup tidak semata-mata untuk bernapas, tapi ternyata mempunyai efek penyembuhan. Pengobatan menggunakan oksigen ternyata sudah dilakukan lebih dari setengah abad lalu.
Setiap kali kita bernapas hanya sebanyak 20% oksigen yang terhirup, sisanya adalah nitrogen. Oksigen diperlukan untuk fungsi metabolisme sel. Tubuh yang membutuhkan O2 antara lain membuat kulit, otot dan tulang tetap sehat. Caranya dengan membantu regenerasi jaringan kulit dengan meningkatkan produksi kolagen (protein perekat jaringan dalam tubuh) dan elastin (protein pembuat kulit fleksibel).
Sehingga terapi oksigen bisa dipakai untuk penyembuhan luka pada jaringan kulit maupun tulang, misalnya luka karena kecelakaan, luka bakar, luka pascaoperasi atau luka kulit akibat diabetes mellitus. Disebut terapi oksigen hiperbarik.
Saat kulit luka, jaringan tersebut mengalami kondisi kurang oksigen dan dipenuhi sel radikal bebas. Terapi oksigen dimaksukan untuk mengatasi keadaan hipoksemia (kekurangan O2). Suplai oksigen akan meningkatkan enzim superoksid dismutase ; menetralisir oksidan (penyebab radikal bebas).
“Terapi oksigen hiperbarik dilakukan dengan memberikan oksigen 100% di ruangan dengan tekanan 2-3 ATA (tekanan atmosfer absolut), kurang lebih selama 2 jam,” kata Dr. dr. Suyanto Sidik, Sp.PD., dari RSAL, Mintohardjo, Jakarta.
Pasien masuk ke dalam ruangan yang berbentuk kapsul. Oksigen 100% dialirkan melalui masker khusus yang memberik efek segar dan meningkatkan konsentrasi. Tekanan udara dinaikkan bertahap. Ini memungkinkan oksigenasi daerah luka, meningkatkan aktivitas sel darah putih. Akibatnya akan mempercepat pertumbuhan kembali sel kulit yang mati, juga meningkatkan kemampuan sel untuk bertahan hidup.
Terapi berkala akan mendorong pembentukan pembuluh darah baru atau terbentuknya jaringan baru, dan frekuensi bervariatif tergantung keparahan luka. “Dalam 8 kali terapi, sel-sel pembuluh darah baru terbentuk. Di 20 kali terapi, pembuluh darah baru sudah terbentuk. Untuk penyebuhan luka pasien diabet berat dapat sampai 50 kali terapi,” ujar dr. Suyanto.
Awalnya terapi ini digunakan untuk mengatasi dekompresi (kelebihan gelembung nitrogen dalam paru-paru). Gangguan yang dialami penyelam akibat naik ke permukaan secara mendadak. Kemudian dimodifikasi untuk melebarkan sumbatan pembuluh darah pada kasus stroke, migrain, keracunan CO2 atau kerusakan jaringan karena radiasi.
Sebaliknya yang tidak disarankan menjalani terapi oksigen hiperbarik ialah penderita pneumothoraks (adanya udara di dalam rongga pleura), ibu hamil, penderita sinusitis, juga penderita fobia ruang tertutup.
Rumah sakit yang difasilitasi terapi oksigen hiperbarik antara lain RS. Sangla, Bali, RS. Gading Pluit, Jakarta, RSAL. Dr. Ramlan, Surabaya, dan RSAL Mintohardjo, Jakarta (jie)