Kasus tuberkulosis (TB) di Indonesia masih tinggi. Data menyebutkan, setiap 30 detik satu orang Indonesia tertular TB. Di satu sisi masih banyak pasien TB-Resisten Obat (TB-RO) yang belum terdeteksi.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bila TB merupakan salah satu penyakit menular yang mematikan di dunia. Infeksi bakteri ini menyebabkan lebih dari 1,5 juta kematian setiap tahunnya.
Meskipun TB dapat disembuhkan bila diobati dengan tepat, TB-Resistan Obat masuk dalam kategori darurat kesehatan bagi masyarakat di seluruh dunia. Peningkatan penderita resistan obat di tahun 2020 dan 2021 menunjukkan suatu keadaan darurat kesehatan masyarakat secara global.
Diperkirakan ada 450.000 orang yang menderita TB resisten terhadap antibiotik rifampicin atau rifampicin resistance (RR), namun hanya 30% dari kasus yang terdeteksi, terdaftar dalam pengobatan TB-RO.
Lebih lanjut, akibat dari pandemi COVID-19 pada tahun 2020, kematian akibat TB meningkat untuk pertama kalinya dalam satu dekade terakhir.
Baca: Tuberkulosis tetap Menyerang saat Pandemi Coronavirus
Mendeteksi TB-RO di Indonesia
Kementerian Kesehatan Indonesia mencatat bahwa per 2 Januari 2023, terdapat 969.000 kasus TB aktif di Indonesia, dengan 301 kasus TB per 100.000 penduduk, dan angka kematian 34 orang per 100.000 penduduk.
Dari jumlah tersebut, kasus TB-RO yang dapat dideteksi hanya 40%. Sisanya yang 60% masih menjadi 'masalah laten' dan menghambat pemerintah untuk mencapai target eliminasi kasus yakni 65 per 100.000 penduduk pada tahun 2030.
Karena gejala TB RO tidak berbeda dengan TB biasa, mendeteksi pasien yang tidak responsif terhadap pengobatan menjadi satu-satunya cara.
Situasi ini mungkin lebih buruk di Indonesia karena survei Stop TB Partnership Indonesia pada tahun 2022 mengungkapkan bahwa kesadaran akan gejala TB masih rendah. Fakta ini dapat menghambat tindakan pencarian pelayanan kesehatan untuk mendeteksi TB-RO secara dini.
"Meskipun membutuhkan keberanian ekstra bagi pasien TB untuk menjalani tes resistensi obat, memberanikan diri untuk menjalani TB-RO adalah cara terbaik bagi mereka untuk sembuh dalam waktu yang diperkirakan,” ujar Budi Hermawan, Ketua Perhimpunan dan Organisasi Pasien TB Indonesia dan Penyintas TB-RO.
“Pengalaman pribadi saya mengajarkan bahwa peralatan medis yang canggih untuk pemeriksaan TB-RO berkontribusi pada diagnosis yang akurat, cepat dan menjadi variabel utama dalam upaya saya untuk sembuh dari TB."
Teknologi sekuensing genomnik
Saat ini sudah dikembangkan teknologi sekuensing genomik generasi terbaru (NGS) disebut Uji DeeplexMyc-TB.
Teknologi sekuensing genomi ini menggunakan pendekatan berbasis kultur bebas untuk mengidentifikasi mikobakteri TB dan lebih dari 100 spesies mikobakteri non-TB. Serta untuk memprediksi resistensi terhadap 15 antibiotik, dalam 24 hingga 48 jam—secara langsung dari sampel pernapasan primer.
Aplikasi web Deeplex untuk analisis otomatis dari data sekuensing memungkinkan dokter untuk dengan mudah menginterpretasikan hasil dan menentukan langkah selanjutnya.
Menerapkan pengujian NGS juga akan bermanfaat bagi program TB nasional di seluruh dunia dengan menyediakan data surveilans penting tentang resistensi terhadap obat yang berbeda— informasi penting bagi negara-negara dengan tingkat kasus tinggi untuk memandu strategi pengendalian TB.
"Sebagai ahli dalam solusi genomik TB global, kami percaya kemitraan dengan Illumina akan mempercepat penyebaran global uji Deeplex Myc-TB kami, terutama untuk negara-negara yang paling membutuh," ujar André Tordeux, CEO GenoScreen (pengembeng dan produsen) kepada media, Senin (20/3/2023). (jie)