Terapi “cuci otak” yang dipopulerkan oleh Mayjen TNI. Dr. dr. Terawan Agus Putranto, SpRad (K)., masih menjadi kontroversi sampai saat ini. Terapi “cuci otak” tersebut memakai obat heparin yang disuntikkan ke otak untuk “menyembuhkan” stroke. Sebenarnya obat apakah heparin?
Mengutip laman webmd.com, dipaparkan bahwa heparin adalah obat yang dipakai untuk mencegah atau menangani gumpalan darah. Heparin disebut juga sebagai ‘penipis’ darah (blood thinner), walau tidak benar-benar akan menipiskan darah.
Heparin tidak bisa menghancurkan gumpalan darah yang sudah terbentuk, namun mampu mencegahnya menjadi lebih besar, dan menimbulkan masalah medis yang lebih buruk. Bisa digunakan untuk gumpalan darah di paru-paru, kaki atau jantung.
Heparin dipakai pada kasus gangguan pembekuan darah tertentu, atau untuk mencegah terbentuknya bekuan darah setelah operasi, selama cuci darah, transfusi, dalam proses pengumpulan sampel darah atau saat seseorang tidak mampu bergerak dalam waktu lama. Demikian juga sebagai pencegahan pembekuan darah saat dilakukan kateterisasi koroner (pembuluh darah di jantung dan otak).
Heparin membantu darah tetap mengalir lancar dengan membuat protein antipembekuan dalam tubuh bekerja lebih baik. Itu sebabnya heparin disebut juga antikoagulan (menghambat pembekuan darah).
Pemakaian heparin
Obat ini diberikan lewat injeksi ke pembuluh darah di bawah kulit. Dosis yang diberikan dokter biasanya dihitung berdasarkan kondisi medis seseorang, berat badan dan responsnya terhadap terapi tersebut.
Heparin dalam banyak produk mengandung benzyl alkohol yang bisa menyebabkan reaksi alergi. Penting untuk menginformasikan dokter kondisi alergi- baik obat, makanan, atau alergi lain - yang Anda punyai.
Baca juga : Mengenal Teknologi DSA dalam Penanganan Stroke
Heparin diketahui mengandung sodium, sehingga sangat disarankan memberitahukan pada dokter jika Anda yang sedang melakukan diet rendah garam (sodium), atau memiliki kondisi medis yang bisa bertambah buruk dengan asupan garam, seperti gagal jantung kongestif .
Heparin bisa menyebabkan perdarahan di saluran pencernaan. Risiko perdarahan tersebut semakin tinggi pada peminum alkohol. Demikian pula lansia, terutama wanita di atas 60 tahun, lebih sensitif mengalami risiko perdarahan.
Efek samping ringan seperti nyeri, kemerahan atau iritasi di sekitar area masuknya jarum bisa terjadi. Sementara efek samping berat berupa bengkak di area suntikan, nyeri tulang dan tulang gampang patah. Jika dosis terlalu besar mungkin menyebabkan perdarahan seperti gusi atau hidung berdarah, memar yang tidak normal / gampang muncul memar, urin atau feses (tinja) berwarna gelap, sakit kepala disertai pusing yang parah. Segera hubungi dokter jika efek samping berat muncul. (jie)