Liburan seharusnya menjadi momen menyenangkan. Namun bukan tidak mungkin kita terpaksa menghadapi situasi yang gawat. Misalnya menemukan orang yang tidak sadarkan diri, entah orang asing atau keluarga/teman kita sendiri. Panik, sudah pasti. Tapi tindakan kita dalam menit-menit pertama, bisa menyelamatkan nyawanya.
Pada kasus tidak sadarkan diri dengan henti napas dan henti detak jantung, dugaan kuat orang tersebut mengalami serangan jantung. “Bila dalam empat menit segera mendapat pertolongan, mungkin ia akan bertahan,” ungkap dr. Sari Sri Mumpuni, Sp.JP(K), FIHA, dari RS Pondok Indah – Pondok Indah dan Bintaro Jaya.
Saat terjadi serangan jantung, pembuluh darah jantung (koroner) tersumbat. Akibatnya, sirkulasi darah berhenti. Otot-otot jantung tidak mendapat suplai darah sebagai sumber oksigen dan nutrisi sehingga akan mengalami kematian. Tidak hanya jantung yang terdampak, tapi juga organ lain di seluruh tubuh. Makin lama sirkulasi berhenti, makin berat pula kerusakannya
Empat menit adalah waktu yang krusial untuk mengembalikan sirkulasi darah dengan pertolongan pertama. “Tidak ada sirkulasi lebih dari empat menit, risiko kecatatan lebih besar. Otaklah yang paling menderita bila tidak mendapat darah. Bisa terjadi kecacatan pada otak, hingga koma dan jatuh dalam kondisi vegetative state,” tuturnya, dalam diskusi Penanganan Kegawatdaruratan Medis saat Liburan di Bogor, Jumat (12/04/2019).
Korban henti napas bisa pula karena tenggelam, misalnya. Apapun penyebabnya, lakukanlah pertolongan pertama dengan basic life support (BLS) atau bantuan hidup dasar. Ingat selalu prinsip DRACAB.
D (danger) atau bahaya. Maksudnya, pastikan bahwa diri sendiri, korban, maupun lingkungan, bebas dari bahaya. Bila keselamatan diri sendiri terancam—misalnya ada orang tenggelam tapi kita sendiri tidak bisa berenang—jangan memaksakan diri untuk menolong karena justru akan menambah jumlah korban. Bila kondisi kita baik dan aman, maka baringkan korban di tempat dan lingkungan yang aman sebelum melakukan tindakan berikutnya.
R (response); cek respon korban dengan menepuk-nepuk dadanya dengan keras, sambil memanggilnya dengan suara yang keras pula. Bila tidak ada respon, lakukan langkah selanjutnya.
A (alarm). “Aktifkan alarm emergency. Mintalah pertolongan,” ujar suster Eka Wahyudi dari RS Pondok Indah Group. Bisa dengan berteriak meminta pertolongan orang lain, atau menelepon layanan gawat darurat 119. Yang pasti, jangan tinggalkan korban. “Bila terpaksa harus meninggalkan korban untuk mencari pertolongan, segeralah kembali ke sisi korban setelah berhasil menemukan pertolongan,” imbuhnya.
C (circulation): cek napas dan nadi korban. Untuk cek napas, lakukan look, listen, dan feel. “Lihat apakah ada gerakan napas di dada atau perut. Lalu dekatkan telinga ke mulut korban untuk mendengarkan dan merasakan napasnya,” jelas sr. Eka. Mengecek nadi, tempelkan tiga jari pada leher korban, bukan pada pergelangan tangan. Bisa saja nadi di pergelangan tangan sudah tidak teraba (karena jauh dari jantung), tapi masih ada denyut nadi di leher, yang lebih dekat dengan jantung. Bila tidak ada napas, lakukan tindakan selanjutnya. Lakukan pemeriksaan napas dan nadi secara simultan <10 detik.
Bila tidak ada napas, segera lakukan CPR (cardiopulmonary resuscitation) atau resusitasi jantung-paru. untuk melakukan kompresi (penekanan), gunakan pangkal telapak tangan. Letakkan pada tulang dada korban, sedikit ke bawah dari titik tengah tulang dada. “Pastikan di tulang dada, bukan rusuk. Rusuk bisa patah bila kita salah posisi,” terang dr. Felix. Gunakan dua tangan (biasanya tangan dominan di bawah), lalu kunci jemari kita. Posisikan kedua tangan lurus, lalu lakukan kompresi dengan tenaga dari bahu.
Pada dewasa, lakukan kompresi sedalam 5-6 cm, dan 4 cm pada anak-anak. Pda bayi, kompresi cukp dilakukan dengan dua jari saja. Kecepatan kompresi yakni 100-120/menit. “Sebagai patokan, biarkan dada mengembang sempurna, baru tekan lagi. Tapi juga jangan terlalu lama jedanya,” ujar sr. Eka. Lakukan kompresi selama 30x, dilanjutkan dengan 2x napas buatan. Inilah satu siklus CPR.
A (airway): amankan jalan napas sebelum memberi napas buatan. “Prinsipnya head tilt, chin lift. Tekan dahi korban ke atas, dan angkat dagunya,” terang dr. Felix Samuel, M.Kes dari RS Pondok Indah – Pondok Indah. Namun bila korban mengalami cedera kheer atau kepala, hindari melakukan hal tersebut karena malah akan memperberat cedera. Alih-alih, lakukan jaw thrust.
B (breath). Pencet hidung korban, ambil napas panjang, lalu posisikan mulut kita hingga menutupi mulut korban. Tiupkan napas ke mulut korban, sambil melihat dadanya. Bila mengembang, maka napas berhasil masuk. Untuk memberi napas kedua, angkat wajah kita untuk mengmabil napas, baru kemudian berikan napas kedua pada korban. Setelah itu ulangi kompresi dan bantuan napas, hingga 5 siklus CPR.
Sebagai catatan, gunakan masker wajah disinfeksi khusus CPR, sebelum memberi napas buatan. Tutupi wajah korban dengan masker tersebut, tempatkan posisi kain di mulut korban. Ini untuk mencegah penularan segala penyakit infeksi yang bisa menular melalui air liur. “Bila korbannya keluarga sendiri, napas buatan bisa diberikan tanpa masker. Tapi bila korbannya bukan orang yang kita kenal dan kita tidak punya masker, maka lakukan kompresi saja terus menerus, tanpa napas buatan,” papar sr. Eka.
Hentikan CPR bila kita sudah lelah, dan bantuan tak kunjung datang. Atau bila korban tidak menunjukkan respons setelah diberi BLS selama 30 menit, atau ketika bantuan sudah datang. Yang terbaik, tentu bila penderita sudah respons.
Bila korban sudah kembali bernapas, posisikan ia dalam recovery position. Yakni dibaringkan miring dengan kepala disangga benda empuk, kaki dan lengan yang di sisi atas diposisikan menekuk, seperti memeluk guling. Ini penting untuk menjaga posisi korban tetap stabil, dan mencegah korban tersedak seandainya ada air atau liur yang keluar dari mulutnya. Lakukan pula recovery position bila menemukan korban pingsan tapi masih bernapas.
Penting diingat, jangan langsung memberinya minum. “Kasus pingsan jangan diberi minum. Bukannya menolong malah tambah parah karena korban tersedak. Dan selama pengalaman saya menangani CPR, tidak ada pasien yang bisa langsung minum setelah bisa bernapas lagi dengan CPR,” pungkas dr. Felix. (nid)