Membedakan Demam karena Tipes, DBD atau Usus Buntu | OTC Digest

Membedakan Demam karena Tipes, DBD atau Usus Buntu

Membedakan gejala demam karena tipes (tifoid), DBD dan usus buntu, tidak mudah. Ketiganya adalah penyakit yang relatif sering dijumpai dan memiliki gejala yang kurang lebih serupa: demam dan nyeri pada bagian perut.

Demam, menurut Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, Sp.PD-KGEH dari RS Cipto Mangunkusumo/FK Universitas Indonesia, Jakarta, adalah peningkatan suhu tubuh  >37°C. Demam merupakan gejala dari suatu penyakit, bisa disebabkan oleh infeksi atau non infeksi.

“Infeksi bisa disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit (jamur, protozoa, amuba),” ujar Prof. Ari. Non infeksi misalnya radang (radang usus, dan lain-lain), dehidrasi, atau penyakit tertentu seperti kanker.

Demam adalah gejala penyakit yang sangat umum. Untuk mengetahui penyebab demam, diperlukan serangkaian pemeriksaan. Pada kasus tipes, DBD dan usus buntu yang gejalanya mirip.

Tipes

Tifoid atau biasa disebut tipes, disebabkan oleh infeksi bakteri Salmonella typhi yang menyerang saluran pencernaan. “Yang paling khas dari tipes adalah demamnya naik-turun; tinggi di malam hari,” terang Prof. Ari.

Pola demam ini disebut step ladder atau menyerupai tangga dengan dua kaki. Suhu tubuh meningkat di sore / malam hari, tapi pagi hari suhu kembali turun dan penderita mungkin tidak merasa sakit.

Demam akibat tifoid biasanya meningkat secara bertahap, makin lama makin tinggi. Pada hari ke-7, suhu tubuh bisa mencapai 40°C, dan terus tinggi.

Ciri lain yakni denyut nadi tidak menjadi lebih cepat. Secara teori, tiap peningkatan 1°C, denyut jantung akan meningkat 10-15 kali/menit. Namun tidak pada tifoid; racun yang dihasilkan Salmonella typhi-lah yang menyebabkan terjadinya reaksi ini.

Bagaimana dengan nyeri perut? “Biasanya terjadi di sekitar pusar.” Bisa pula terjadi di daerah ulu hati, atau perut  bagian kiri karena terjadi serangan pada usus 12 jari. Nyeri perut juga kerap disertai mual, muntah dan perubahan pola buang air besar (BAB) menjadi sembelit, atau diare.

Gejala lain yang bisa dijadikan patokan yakni lidah terlihat ‘kotor’; bagian tengah lidah berwarna putih, dan bagian pinggirnya merah. Bila lidah dijulurkan, bisa terjadi tremor (gemetar).

DBD

“Pada DBD, demam terus tinggi, tidak naik turun,” ujar Prof. Ari.

Demam terjadi mendadak; pagi hari anak masih ceria, lalu tiba-tiba demam. Sering, demam disertai sakit kepala hebat seperti dipukuli, dan sakit di belakang mata.

Demam akibat demam berdarah dengue (DBD) juga memiliki pola khas, yang disebut siklus pelana kuda. Disebut demikian karena dalam 3 hari pertama, terjadi demam tinggi (39-40°C). Pada hari 4-5, demam akan turun. Inilah fase kritis. Hari 6-7 demam kembali muncul, sebagai reaksi dari proses penyembuhan.

Pada fase kritis, dokter, perawat dan keluarga perlu cermat memperhatikan kondisi pasien. Dalam masa ini, bila pasien tampak segar, berarti penyakit sudah selesai. Namun bila pasien lemah dan tidak bergairah, bisa terjadi syok yang menghilangkan kesadaran hingga mengakibatkan kematian.

Nyeri perut yang sering dikeluhkan oleh pasien DBD, terjadi di daerah ulu hati dan di bawah lengkung iga sebelah kanan. Ini terjadi karena ada pembesaran hati.

Pada bayi atau balita, kerap disertai diare, 3-5x dalam sehari. Tinja berbentuk cair tanpa lendir. Rasa tidak nyaman di perut menyebabkan mual, tidak nafsu makan, dan membuat pasien memuntahkan kembali makanan atau minuman.

Tanda-tanda lain yang kerap menyertai, antara lain badan pegal dan/atau ngilu. Reaksi perdarahan berupa mimisan atau bercak-bercak merah di kulit tidak selalu muncul, tapi sangat khas DBD.

Radang usus buntu

Bagaimana demam akibat radang usus buntu? “Pada kasus yang akut, demam terjadi tiba-tiba. Namun yang lebih menonjol, biasanya nyeri pada perut,” tutur Prof. Ari. Demam biasanya tinggi, mencapai >39°C.

Nyeri perut pada radang usus buntu cukup khas. Terjadi di perut kanan bagian bawah; tempat usus buntu berada. Namun, bisa saja nyeri sudah menyebar hingga ke bagian perut lain, sehingga pasien sulit menentukan di mana pusat nyeri.

Nyeri yang ditimbulkan bisa tak tertahankan sampai pasien terbungkuk-bungkuk dan memegangi perut ketika berjalan. “Saat menggerakkan tangan atau kaki pun, nyeri bertambah parah karena terjadi tarikan di daerah perut. Jadi pasien sulit bergerak,” ungkap Prof. Ari.

Batuk atau bersin pun akan sangat menyiksa. Segala hal yang menyebabkan tekanan pada perut, akan menambah rasa nyeri. Karenanya, salah satu pemeriksaan untuk diagnosa radang usus buntu yakni tes mengangkat / menekuk kaki kanan.

Mual, muntah dan tidak nafsu makan juga sering menyertai radang usus buntu. Bisa pula terjadi sembelit, atau diare. Beberapa orang melaporkan sulit kentut, dan perut terlihat membengkak. (vit)