Manal Mohammed, University of Westminster
Pada pada Juni hingga Oktober tahun lalu, Australia mengalami musim flu, dengan 299.211 kasus dan 662 kematian yang dikonfirmasi oleh laboratorium. Ini mungkin merupakan sebuah tanda apa yang akan terjadi di Inggris dan AS ketika virus menyebar ke belahan bumi utara.
Musim flu di Inggris berlangsung dari Desember hingga Maret, tapi dapat dimulai lebih awal pada Oktober, sehingga mencari cara untuk menghindari terkena flu dimulai sejak sekarang. Metode umum yang dilakukan adalah dengan mendapatkan suntikan flu. Namun, vaksin flu biasanya hanya efektif sekitar 15% sehingga orang-orang akan mencari cara jitu lainnya untuk menghindari terjangkit flu.
Virus flu terutama disebarkan oleh tetesan yang dikeluarkan dari mulut dan hidung seseorang yang terinfeksi ketika mereka batuk, bersin, atau berbicara. Tetesan ini dapat menyebar hingga 2 meter jauhnya.
Mengenakan masker bedah untuk menghentikan virus masuk ke paru-paru mungkin kelihatannya logis. Dan seperti itulah cara masker dipasarkan secara online. Salah satu masker bedah flu bahkan menawarkan dapat: “Melindungi flu babi H1N1 yang mematikan dan telah membunuh banyak bakteri dan virus lain di udara.”
Masker bedah pertama kali diperkenalkan di ruang operasi pada akhir 1800-an dan biasanya terbuat dari dua lapis kain kasa. Masker ini pertama kali menjadi daya tarik publik selama wabah flu Spanyol pada 1918, sebuah penyakit menular yang membunuh sekitar 50 juta orang.
Logika mengenakan masker bedah secara gamblang: jika kain ini berfungsi untuk ahli bedah, maka ini juga berfungsi untuk saya. Masalahnya, masker tidak diperuntukkan untuk melindungi pembedah, melainkan kain kasa ini dimaksudkan untuk menghentikan tetesan dari mulut atau hidung para pembedah ke luka pasien dan menyebabkan keracunan darah. Meski penggunannya telah lebih dari satu abad, efektivitasnya sebagai alat pencegah penyakit diragukan.
Penelitian baru menunjukkan bahwa masker bedah dapat menjadi sumber kontaminasi bakteri di ruang operasi. Meskipun masker tersebut dirancang untuk menjebak bakteri yang dicucurkan hidung dan mulut, studi tersebut menemukan adanya bakteri di bagian luar masker yang digunakan.
Tidak praktis
Masker bedah kadang-kadang diartikan sebagai bentuk kesopanan yang diperlihatkan oleh beberapa orang yang mengenakannya dengan tujuan altruistik yang sama sebagaimana para pembedah mengenakannya: untuk mencegah orang lain terkena kuman mereka. Namun, sebagaimana studi menunjukkna, manfaatnya masih diragukan.
Mengingat banyaknya orang menggambarkan flu seperti sakit ditabrak sebuah truk, kecil kemungkinan orang-orang akan berjalan keliling kota mengenakan masker ketika mereka terinfeksi flu setelah gejala muncul 3 atau 4 hari. Pastinya, mereka akan beristirahat di rumah mereka.
Salah satu cara masker dapat menghentikan Anda terkena flu yakni dengan menghentikan tangan Anda untuk bersentuhan dengan mulut atau hidung secara langsung. Selain menghirup tetesan, Anda juga dapat terkena flu dari sentuhan dengan apa pun yang terdapat virus flu di dalamnya – seperti menyentuh pegangan tangan pada transportasi umum – dan kemudian menyentuh muka Anda. Dan orang-orang sering menyentuh muka mereka sendiri tanpa menyadarinya. Sebuah studi dari New South Wales menemukan bahwa seseorang menyentuh wajahnya sekitar 23 kali dalam satu jam.
Ada satu titik lemah dari langkah ini: Anda dapat terkena flu dari sentuhan tangan Anda yang terkontaminasi ke mata. Bahkan untuk menghentikan penularan dari mulut atau hidung, Anda perlu mengenakan masker setiap saat (24/7) dan secara teratur mengganti masker Anda yang lama dengan baru dan tentu tetap menghindari menyentuh muka Anda. Mengenakan masker dapat terasa tidak menyenangkan dan membuat komunikasi sulit terjalin. Sehingga membuat ia tidak praktis. Satu studi menemukan bahwa hanya 21% orang yang mampu menjaga tetap mengenakan masker selama waktu yang disarankan.
Tidak ada bukti kuat
Sebuah penelitian dari tahun 2009, yang sering dikutip sebagai bukti bahwa masker bedah bekerja, dilakukan dengan percobaan acak pada suster yang membandingkan penggunaan masker bedah dengan masker spesialis yang disebut respirator N95, sebuah masker yang pas dan mampu menyaring setidaknya 95% partikel sangat kecil (0,3 mikron).
Studi yang dipublikasikan di JAMA, menemukan bahwa masker bedah sama efektifnya sebagaimana respirator N95 dalam pencegahan flu. Ini bisa dikatakan, tidak semua masker bedah efektif karena hampir seperempat (24%) suster dari 446 suster yang terlibat dalam studi ini masih terkena flu sebagaimana sebesar 23% suster yang mengenakan respirator N95 juga terkenal flu. Karena kedua kelompok mengenakan masker, sangat tidak mungkin untuk mengatakan bagaimana hasilnya jika dibandingkan dengan yang tidak mengenakan masker.
Pada dasarnya, tidak ada bukti kuat untuk mendukung orang-orang yang mengenakan masker bedah di tempat umum. Sebagaimana yang disampaikan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerikan Serikat: “Tidak ada rekomendasi untuk mencegah paparan virus influenza yang dapat dibuat saat ini untuk penggunaan masker bagi orang yang tanpa gejala, termasuk mereka yang berisiko tinggi terkena penyakit komplikasi.”
Cara terbaik yang dapat Anda lakukan untuk menghentikan flu adalah dengan mencuci tangan Anda secara teratur dan usahakan untuk tidak menyentuh wajah Anda.
Rizki Nur Fitriansyah menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.
Manal Mohammed, Lecturer, Medical Microbiology, University of Westminster
Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.