Saat mahasiswa berunjuk rasa di depan kantor bupati Tangerang, Rabu 13 Oktober 2021, ada peristiwa yang menarik perhatian. Tersebar di medsos, ada mahasiswa yang dibanting oleh seorang polisi. Mahasiswa itu bernama Muhammad Fariz Amrullah. Setelah kejadian itu, kondisi kesehatan Fariz dikabarkan menurun.
"Pundak dan leher enggak bisa digerakin. Kepala agak pusing. Tadi pagi muntah-muntah sama sesak napas," ujarnya, Jumat (15/10/2021). Fariz dirawat di Rumah Sakit Harapan Mulia, Tiga Raksa, Tangerang, sejak Kamis (14/10/2021) malam. Didapati ada cedera memar di bahu dan leher korban. Brigadir polisi NP yang menyadari kekeliruannya, berinisiatif mendatangi keluarga Fariz dan meminta maaf.
Mungkin Gegar Otak
Ada dugaan, Fariz muntah-muntah, kejang dan sesak napas karena mengalami gegar otak akibat bantingan atas dirinya. Effie Koesnandar dari komite medik RS Harapan Mulia, menyatakan memang ada memar di leher dan pundak korban. “Untuk memastikannya secara detail, perlu general check-up," ujarnya.
Ada yang bertanya, mengapa muntah-muntah dan sesak napas baru dialami korban dua hari setelah peristiwa unjuk rasa. Tanda gegar otak memang biasanya muncul beberapa menit setelah terjadinya cedera kepala. Namun penelitian menemukan, gejala bisa jadi baru muncul beberapa jam kemudian. Bahkan, bisa jadi baru nampak >24 jam kemudian.
Dilansir dari mayoclinic.org, ada tanda/gejala fisik lain yang bisa dikenali saat seseorang gegar otak. Antara lain: sakit kepala, telinga berdenging, kelelahan, mengantuk, pandangan kabur, bingung atau otak serasa berkabut, pusing atau mata berkunang-kunang, hingga mengalami amnesia seputar kejadian tersebut.
Untuk memastikan apakah seseorang benar mengalami gegar otak, bisa dilakukan pemeriksaan dengan tes pencitraan pada tempurung kepala. Misalnya dengan MRI, atau CT scan.
Faktor Komorbid
Kembali ke kasus Fariz, mahasiswa yang dibanting. Karena dibanting dan jatuh ke atas jalan/lantai yang keras, ada dugaan ia mengalami gegar otak ringan. Dugaan itu didukung adanya kondisi memar di leher dan bahu Fariz.
Menurut Effie Koesnandar, Fariz diketahui memiliki faktor komorbid (bawaan). “Gejala nyeri dan pusing yang dialami, bisa jadi karena faktor kormorbid yang dimilikinya. "Jadi, koban memang punya penyakit komorbid, dan dia sedang menjalani pengobatan juga," terang Effie, Jumat (15/10/2021) kepada wartawan.
Kata Effie, gejala yang dialami korban yakni pusing dan nyeri kepala, memiliki kesamaan dengan gejala penyakit kormorbid yang dimiliki sebelumnya. "Gejala yang dirasakan sama dengan gejala kormorbidnya. Namun tidak dijelaskan, kondisi komorbid apa yang dimiliki Farid hingga bisa menimbulkan gejala seperti itu.
Untuk memastikan, akan dilakukan general check-up," kata Effie. Namun sekalipun Fariz memiliki kondisi komorbid, bukan berarti menghapus kemungkinan bahwa Faris mengalami gegar otak akibat di-smackdown. Dan bukan tidak mungkin, kondisi komorbid Fariz memburuk lantaran ia dibanting.
Bagaimanapun juga, semua masih bersifat dugaan. Kita belum bisa berbicara banyak, apalagi berburuk sangka terhadap pihak tertentu, sampai hasil tesnya keluar.
Bupati Tangerang A. Zaki Iskandar menyatakan, Fariz hari-hari ini tengah dirawat inap di rumah sakit, sebagai persiapan untuk menjalani general check-up. "Dia harus rawat inap. Nanti akan menjalani pemeriksaan lengkap, salah satunya cek darah. Ini semua untuk memastikan kondisinya," ujar Bupati Zaki Iskandar.
Kita doakan yang terbaik untuk Fariz, mahasiswa yang dibanting saat berunjuk rasa. Semoga kondisinya makin membaik, dan tidak ada masalah kesehatan serius nantinya. Kita juga sangat berharap, kekerasan terhadap mahasiswa saat berdemo tidak terulang lagi di masa mendatang. (sur)
_________________________________________
Foto: Istimewa