Dian Wuri Astuti, STIKES Guna Bangsa
Untuk mengawetkan makanan, pedagang yang nakal terkadang menambahkan formalin buatan, bahan pemutih dan pengawet yang telah dilarang penggunaannya untuk makanan oleh Kementerian Kesehatan.
Kasus penyalahgunaan formalin kerap terjadi di masyarakat. September lalu, misalnya, muncul pemberitaan tentang penyalahgunaan penggunaan formalin pada buah anggur yang diimpor dari Cina. Pedagang sengaja menambahkan formalin pada anggur untuk memperpanjang masa simpan dari anggur.
Banyak penjual makanan dan buah-buahan tetap menggunakan formalin untuk memperpanjang masa simpan karena bahan ini mudah digunakan, gampang didapat, dan harganya relatif murah dibanding bahan pengawet lain. Selain itu, formalin merupakan senyawa yang dapat memperbaiki tekstur makanan sehingga menghasilkan rupa yang menarik, misalnya, pada mie, kerupuk, dan bakso.
Apa itu formalin? Apa dampak formalin terhadap kesehatan? Dan bagaimana cara mengenali makanan yang telah ditambahkan formalin?
Formalin alami vs buatan
Formalin, merupakan larutan formaldehid dengan konsentrasi sekitar 37%.
Di alam, semua bentuk kehidupan – bakteri, tanaman, ikan, hewan dan manusia – secara alami menghasilkan formaldehid, gas yang tidak mudah terbakar dan sangat reaktif, sebagai bagian dari metabolisme sel. Senyawa ini juga merupakan bahan kimia pembangun yang penting seperti produksi vaksin.
Formalin dapat ditemukan secara alamiah dalam makanan hingga 300-400 ppm (part per million), termasuk pada buah-buahan, sayuran, daging, dan ikan laut. Sebagai hasil antara dalam metabolisme, sebagian besar organisme mengandung formaldehide dalam kadar rendah.
Kadar formalin yang terjadi secara alami dapat bervariasi tergantung dari jenis dan kondisi makanan. Misalnya, riset Farrhin Nowshad dan koleganya (2018) dari Bangladesh University dan P. Wahed dan koleganya (2016) dari Bangladesh menemukan beberapa jenis buah yang memiliki kandungan formalin alami seperti apel, pisang, pir, semangka, dan anggur.
Di dalam buah anggur, formalin alami dapat ditemukan sekitar 22,4 ppm. Untuk makanan yang mengandung formalin alami, tidak ada peraturan internasional tentang tingkat referensinya.
Satu studi menunjukkan bahwa formaldehid tidak menumpuk pada tubuh manusia karena cepat terurai oleh proses metabolisme alami tubuh. Begitu masuk ke tubuh, formaldehid dengan cepat dipecah menjadi bahan kimia lain. Sebagian besar bahan kimia ini dengan cepat meninggalkan tubuh melalui urin. Formaldehid juga dapat dikonversi menjadi karbon dioksida dan dikeluarkan oleh tubuh melalui pernafasan.
Sedangkan di lingkungan, formaldehid cepat terurai di udara oleh kelembaban dan sinar matahari, atau oleh bakteri di tanah atau air.
Formaldehid memiliki bau menyengat, dapat menyebabkan iritasi mata, dan uapnya bereaksi cepat dengan selaput lendir hidung, tenggorokan, dan saluran pencernaan pada konsentrasi tinggi. Senyawa kimia ini memiliki titik didih 90-100 derajat Celsius, pH 2,8-4,0 dan dapat bercampur dengan air, alkohol, dan aseton.
Selain diproduksi di alam, formalin dapat diproduksi secara massal di pabrik. Formalin buatan pabrik umumnya digunakan sebagai desinfektan, pembasmi serangga, dan pengawet dalam industri pembuatan resin plastik, industri kayu, kertas dan tekstil. Bahan kimia ini kerap dipakai untuk mengawetkan mayat. Formalin buatan inilah yang kerap disalahgunakan untuk pengawet makanan dan buah-buahan.
Pengaruh formalin terhadap kesehatan
Berdasarkan standar Otoritas Keamanan Pangan Eropa (EFSA), batas maksimum formalin yang diperbolehkan dikonsumsi dalam makanan adalah 100 ppm (part per million) yaitu 100 mg/kg makanan per orang per hari. Jika dikonsumsi pada konsentrasi yang lebih tinggi dari batas tersebut, formalin dapat menyebabkan kerusakan pada saluran pencernaan, ginjal, hati dan paru-paru, bahkan dapat menyebabkan kanker. (Penggunaan formalin buatan untuk pengawet makanan jelas-jelas dilarang).
Badan Internasional untuk Penelitian Kanker (IARC) telah mengelompokkan formalin sebagai zat karsinogenik berdasarkan studi paparan melalui pernafasan. Sebagai contoh, kanker nasofaring yang merupakan bentuk kanker yang sangat langka berhubungan dengan paparan formaldehid.
Beberapa pengaruh formalin terhadap kesehatan:
-
Jika terhirup akan menyebabkan iritasi dan bahkan rasa terbakar pada hidung dan tenggorokan, sukar bernafas, nafas pendek, sakit kepala, dan dapat menyebabkan kanker paru-paru. Pada konsentrasi sangat tinggi akan menyebabkan kematian.
-
Jika kontak dengan kulit. Uap atau larutannya dapat menyebabkan rasa sakit, keras, mati rasa, kemerahan pada kulit, gatal, dan kulit terbakar.
-
Jika terkena mata akan menyebabkan mata memerah, gatal, berair, kerusakan mata, penglihatan kabur, bahkan kebutaan.
-
Jika tertelan akan menyebabkan mual, muntah-muntah, perut terasa perih, diare, sakit kepala, pusing, gangguan jantung, kerusakan hati, kerusakan saraf, kulit membiru, hilangnya pandangan, kejang, bahkan koma dan kematian.
Mengenali makanan yang berformalin
Ada beberapa penanda bahwa makanan dan buah-buahan telah ditambahi formalin non-alami.
Secara alamiah buah-buahan segar biasanya dikelilingi oleh banyak serangga pecinta buah, tapi buah-buahan yang telah dicelup/disemprot formalin akan bebas dari lalat, lebah, semut atau serangga pecinta buah lainnya. Buah yang dicelupkan ke dalam larutan formalin terasa keras saat disentuh. Warna kulit buah menjadi kusam dan tidak akan berubah seiring waktu.
Sementara, ikan yang terkontaminasi formalin, teksturnya kaku, sisik keras, insang merah, mata jernih, dan tidak memiliki ‘bau amis’ sehingga bebas dari lalat yang terbang di sekitarnya.
Formalin memiliki sifat kimia yang mudah larut dalam air, sehingga sebelum memakan buah-buahan sebaiknya dicuci terlebih dulu dengan air mengalir. Anda juga bisa merendam buah dalam air, kemudian buang air hasil rendaman.
Cara lain yang bisa dilakukan untuk mengurangi paparan formalin pada makanan adalah memasaknya sampai suhu 90-100 derajat celsius sehingga formalin akan menguap terbawa udara.
Dian Wuri Astuti, Doctoral candidate in Chemistry at UGM, lecturer, STIKES Guna Bangsa
Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.
__________________________________________
Iustrasi: Food photo created by azerbaijan_stockers - www.freepik.com