Otoritas kesehatan Singapura mengabarkan temuan pertama kasus cacar monyet (monkeypox), berasal dari seorang pendatang yang transit di Bandara Changi.
Kasus cacar monyet pertama di Singapura ini terdeteksi pada 1 Juni 2022, setelah seseorang yang terbang dari Barcelona transit di Singapura untuk melanjutkan ke Sydney, Australia.
Melansir CNBN, Kementerian Kesehatan Singapura menjelaskan, “Karena kasusnya tidak masuk ke Singapura atau berinteraksi dengan orang-orang di komunitas, saat ini belum ada risiko penularan komunitas yang signifikan.”
Hingga saat ini CDC (Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit di AS) mencatat insiden cacar monyet secara global sudah melampau 1.000 kasus. Dalam laporannya, CDC menyatakan total kasus yang terdeteksi sejumlah 1.019, baik konfirmasi atau suspek.
CDC sempat merekomendasikan penggunaan masker untuk mencegah penyebaran cacar monyet di situsnya, namun kemudian menghapusnya. "Mendorong orang untuk mempraktekkan tindakan pencegahan yang ditingkatkan," tulis CDC, Rabu (8/6/2022).
Cacar monyet tercatat menyebar di 29 negara, mayoritas di Eropa. Belum ada laporan kasus cacar monyet yang di Indonesia.
Stella Kyriakides, komisioner Eropa untuk kesehatan dan keamanan pangan mengatakan, “Saya khawatir tentang peningkatan kasus cacar monyet di Eropa dan di seluruh dunia. Kami sedang memantau situasi, dan meskipun, pada saat ini kemungkinan penyebarannya ke populasi umum rendah, situasinya berkembang.”
“Kita semua harus tetap waspada, memastikan bahwa pelacakan kontak dan kapasitas diagnostik yang memadai tersedia, dan menjamin bahwa vaksin dan obat antivirus tersedia, serta APD yang memadai untuk tenaga kesehatan.”
Gejala klinis
Melansir Medscape, gejala cacar monyet awalnya muncul berupa demam, nyeri otot, kelelahan dan sakit kepala. Dalam tiga hari timbul ruam (bintil kemerahan) dan dengan cepat menyebar ke bagian tubuh lainnya.
Ruam di telapak tangan dan kaki bagian bawah adalah ciri khas penyakit ini. Biasanya dalam 12 hari lesi berkembang, secara bersamaan berubah dari bintil kecil menjadi lebih besar, lepuh dan koreng sebelum rontok. Lesi ini bisa sangat gatal.
Bila digaruk berisiko menyebabkan infeksi sekunder (oleh bakteri). Baik sebelum atau bersamaan dengan timbulnya ruam, pasien mungkin mengalami pembengkakan kelenjar getah bening, yang biasanya tidak terlihat pada cacar air.
Pada sebagian besar kasus, pasien mengalami gejala ringan atau sedang. Komplikasi yang tercatat termasuk ensefalitis, infeksi sekunder di kulit, dehidrasi, mata merah dan pneumonia.
Pengobatan dan pencegahan
Belum ada vaksin cacar (smallpox) yang direkomendasikan untuk cacar monyet, namun vaksin cacar generasi ketiga Imvanex telah disahkan oleh European Medicines Agency (EMA) dan terbukti memeri perlindungan pada primata.
Beberapa obat antivirus juga telah direkomendasikan seperti tecovirimat dan brincidofovir.
Sebagai upaya pencegahan penularan ECDC (European Centre for Disease Prevention and Control) menyarankan seseorang yang melakukan kontak erat dengan pasien cacar monyet perlu memantau perkembangan gejala hingga 21 hari.
Tenaga kesehatan harus mengenakan APD (alat perlindungan diri) yang sesuai selama pemeriksaan kasus yang dicurigai, atau saat bekerja dengan kasus yang dikonfirmasi.
Staf laboratorium juga harus mengambil tindakan pencegahan untuk mencegah paparan di tempat kerja.
Mereka yang melakukan kontak erat dengan orang yang terinfeksi tidak boleh mendonorkan darah – termasuk organ dan sumsum tulang – setidaknya selama 21 hari sejak terakhir terpapar.
ECDC menegaskan masyarakat awam perlu menyadari bila cacar monyet menyebar melalui kontak orang-orang yang dekat, terutama di unit keluarga, dan juga berpotensi melalui hubungan seksual. Tetapi virus tidak mudah menyebar di populasi umum. (jie)