Ada kasus infeksi COVID-19 di antara sukarelawan uji klinis vaksin Sputnik V dari Rusia. Ini adalah vaksin pertama yang terdaftar untuk melawan virus corona.
Kantor berita Rusia TASS melaporkan karena alasan tersebut pengembang vaksin, Gamelaya National Research Center for Epidemiology and Microbiology dari Kementerian Kesehatan Rusia, mempertimbangkan kemungkinan pengungkapan data tentang siapa saja di antara relawan yang mendapatkan vaksin, sebelum menyimpulkan hasil riset tersebut.
Sebelumnya, Wakil Direktur Riset Gamelaya National Research Center, Denis Logunov, melaporkan bila partisipan akan mengetahui apakah mereka menerima vaksin atau plasebo (obat/vaksin kosong) hanya setelah uji coba selesai.
Sementara itu, Alexander Gintsburg, Direktur pusat Gamelaya menjelaskan bila kelompok sukarelawan terakhir - dari total 40.000 orang – akan divaksinasi pada akhir Januari 2021.
“Ternyata ada kasus infeksi (virus corona di antara partisipan pasca registrasi). Suatu saat nanti di pertengahan November akan dijumlahkan hasil sementara, baru kita cari tahu perbedaan antara plasebo dan sampel tesnya,” kata Gintsburg, dikutip dari TASS.
Gintsburg juga menjelaskan bahwa infeksi virus corona di antara relawan mungkin terkait dengan fakta bahwa seseorang tidak mendapat suntikan vaksin, tetapi menerima plasebo.
Pada 11 Agustus 2020, Rusia menjadi negera pertama di dunia yang mendaftarkan vaksin khusus virus SARS-CoV-2 (penyebab COVID-19) dengan nama Sputnik V.
Rusia mendapat kritikan tajam dari berbagai ahli vaksin di dunia karena mendaftarkan vaksin tersebut sebelum melakukan uji klinis fase 3.
Sebagai informasi, uji klinis fase 3 dilakukan untuk memastikan bahwa suatu obat/vaksin baru benar-benar berkhasiat dan untuk mengetahui kedudukannya dibandingkan obat standar. Sekaligus untuk melihat efeknya bila digunakan secara luas, dan efek samping lainnya yang belum terlihat pada fase 2.
Uji coba persiapan pasca pendaftaran dimulai di Moskow pada 7 September 2020, dengan sukarelawan pertama menerima vaksin pada 9 September 2020.
TASS melaporkan, dari seluruh 40.000 partisipan dalam program tersebut, 10.000 orang adalah yang mendapatkan plasebo, bukan vaksin.
Sebelumnya, the Janssen-Cilag, divisi farmasi dari Johnson & Johnson, menunda sementara uji klinis vaksin COVID-19 di Brasil. Demikian juga, Universitas Oxford menghentikan sementara uji coba vaksin COVID-19 setelah satu partisipannya diketahui mengalami efek samping yang berat; uji coba vaksin akan dilanjutkan setelah tinjauan keamanan. (jie)