Buat orang Indonesia pada umumnya, makan tanpa sambal dirasa kurang afdol. Cabai, boleh jadi merupakan salah satu bumbu dapur paling “kontroversial”. Sebagian studi menunjukkan manfaat cabai bagi kesehatan, termasuk menghambat pertumbuhan sel kanker. Namun sebagian lainnya justru mencurigai bahwa makanan tinggi caipsin (zat pemberi rasa pedas pada cabai), mungkin berhubungan dengan kanker lambung.
Penelitian yang dilakukan oleh Jiahuan Li, Gangjun Du dan pada koleganya menemukan hasil yang menarik. Studi ini dimuat dalam jurnal ilmiah Journal of Agricultural and Food Chemistry dari ACS (American Chemical Society).
Jiahuan, dkk menemukan bahwa senyawa 6-gingerol yang memberi rasa tajam pada jahe, bisa menetralkan efek jelek dari caipsin. Penelitian dilakukan pada tikus. Selama beberapa minggu, tikus-tikus yang rentan terhadap kanker paru diberi caipsin saja, 6-gingerol saja, atau kombinasi keduanya.
Hasilnya, semua tikus yang menerima caipsin saja kena kanker paru, sedangkan di kelompok tikus yang mendapat 6-gingerol, kanker paru hanya terjadi pada setengahnya. Yang menarik, kanker paru hanya terjadi 20% pada kelompok yang mendapat kombinasi caipsin dan 6-gingerol.
Ditengarai, caipsin dan 6-gingerol berikatan dengan reseptor selular yang sama, yakni yang berhubungan dengan pertumbuhan tumor. Mengombinasikan kedua zat ini bisa menghilangkan potensi caipsin dalam menumbuhkan kanker.
Cabai dan jahe adalah bumbu dapur yang sangat akrab dalam keseharian kita. Bagi penyuka pedas, ada baiknya mulai menambahkan irisan jahe atau makanan berbumbu jahe saat makan cabai. Rasanya, pasti tak kalah sedap. (nid)