GeNose C19, alat skrining cepat karya tim ahli UGM (Universitas Gajah Mada) Yogyakarta, mulai dipasang hari ini (Jumat, 5 Februari 2021), di sejumlah terminal dan stasiun kereta api. Stasiun Pasar Senen (Jakarta), Stasiun Tugu Yogyakarta, dan Terminal Pulo Gadung (Jakarta), menjadi tiga tempat pertama yang menggunakan alat ini. Hasil skrining GeNose dinilai sangat baik. Proses skrining pun cepat, mudah, biayanya murah, dan nyaman: orang yang menjalani skrining cukup mengembuskan napas.
GeNose bekerja dengan mendeteksi volatile organic compound (VOC) yang diprediksi berasal dari metabolisme virus dalam embusan napas. Hebatnya lagi, alat ini bisa mendeteksi keberadaan SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 pada orang yang baru dua hari terpapar virus tersebut. Hal yang belum bisa dilakukan oleh tes PCR maupun tes cepat antigen.
Beberapa negara termasuk Singapura, juga pernah melakukan eksperimen untuk mendeteksi COVID-19 lewat napas. Namun negara-negara tersebut memutuskan untuk tidak menggunakannya sebagai alat deteksi dengan pertimbangan bahwa tes cepat PCR atau antigen masih menjadi alat deteksi paling akurat.
Lain Singapura, lain Belanda. Negeri Kincir Angin ini juga mengembangkan alat serupa GeNose, yang dinamakan Spiro Nose. Setelah diuji coba selama beberapa bulan, otoritas kesehatan Belanda akhirnya menyimpulkan bahwa alat ini bisa diandalkan untuk tes COVID-19, dan akan segera didistribusikan ke berbagai fasilitas pemeriksaan COVID-19 untuk mempercepat pelacakan penyakit tersebut.
Hasil skrining GeNose baik
Penggunaan GeNose sebagai alat skrining COVID-19 memang masih menuai pro kontra. Beberapa ahli berpendapat bahwa GeNose memiliki kelemahan. Misalnya saja, efektivitas GeNose berkurang pada perokok, atau yang baru saja mengonsumsi makanan/minuman menyengat, sehingga dirasa kurang tepat untuk digunakan sebagai alat skrining.
Perbedaan pendapat adalah hal yang lumrah. Apalagi alat ini masih baru. Efektivitas dan kemampuannya masih terus dipelajari. Di balik segala kontra, tak bisa dipungkiri GeNose pun memiliki banyak keunggulan.
Tentunya GeNose sangat mudah, praktis, dan nyaman bagi yang menjalani tes. Hanya dalam 3 menit, hasilnya sudah bisa didapat. Hasil skrining GeNose pun sangat baik. Seperti dinyatakan salah satu peneliti GeNose dr. Dian Kesumapramudya Nurputra Sp.A, MSc, Ph.D, GeNose memiliki sensitivitas 89-92% dan spesifitas 95-96%. Dan, alat ini mampu melakukan tes skrining hingga 100.000 kali.
Memang, efektivitas GeNose berkurang terhadap perokok atau mereka yang baru makan minum berbau menyengat. Agar hasil skrining GeNose optimal, ada SOP (standard operational procedure) yang harus dijaga ketat. “Setidaknya setengah jam setelah merokok, makan minum dengan rasa yang kuat atau menyengat, baru bisa menjalani tes dengan GeNose,” ujar Staf Khusus Menristek Ekoputro Adiyajanto. Hal ini untuk menghindari negatif palsu, atau hasil tes negatif tapi ternyata positif COVID-19.
GeNose memang tidak atau belum sempurna. Namun kemampuannya untuk mendeteksi virus dengan proses yang mudah, cepat, serta memiliki tingkat sensitivitas/spesifitas yang sangat baik, tidak bisa diabaikan. Alat ini bisa menjadi salah satu “senjata” kita memerangi perang COVID-19. GeNose bukan pengganti tes usap PCR. Tes PCR tetap harus dilakukan jika tes GeNose menunjukkan hasil positif. Bila hasilnya negatif, tidak perlu lagi tes PCR. (sur)