Masih lekat dalam ingatan kita, setelah Presiden Joko Widodo mengumumkan adanya satu kasus positif COVID-19, mendadak masyarakat berbondong-bondong memborong makanan instan di super market. Toko obat juga ramai diserbu pemburu masker dan hand sanitizer. Yang terbaru orang-orang ramai membali jahe, kunyit atau bawang putih di pasar tradisional. Ternyata ada alasan psikologis di balik reaksi panik membeli ini.
Andy J. Yap, Assistant Professor of Organisational Behaviour di INSEAD Business School, Singapura, mengatakan virus corona adalah ‘musuh’ yang tidak terlihat. Dan karena tidak bisa melihat musuh, maka kita merasa kehilangan kontrol.
Secara psikologis ini merangsang keinginan untuk mengompensasi dan bisa mendapatkan kontrol kembali. “Membeli barang-barang tertentu adalah salah satu caranya,” papar Prof. Andy, dilansir dari dw.com.
Dalam penelitian yang Prof. Andy dan tim lakukan diketahui bila seseorang merasa kehilangan kontrol, ia akan mulai membeli sesuatu untuk membantunya memecahkan masalah yang membuatnya kehilangan kontrol.
Sehingga dengan kata lain, imbuh Prof. Andy, bila kita merasa cemas, takut terhadap virus corona, maka kita mulai membeli sesuatu yang bisa mencegah penularan virus corona, atau mencari cara agar rumah atau sekitar kita lebih bersih.
“Akhirnya orang berbondong-bondong membeli masker, hand sanitizer atau produk-produk pembersih ruangan,” katanya.
Ia menjelaskan beberapa orang tidak peduli dengan langkah-langkah pencegahan yang sudah dilakukan pemerintah, selama ia sudah memiliki barang-barang yang membuatnya merasa kembali memiliki kontrol, ia merasa lebih aman.
Riset perilaku
Prof. Andy dan tim melakukan studi sekitar tiga tahun lalu tentang apa yang terjadi ketika seseorang mengalami stres atau kecemasan. Peneliti menyadari elemen mendasar yang terlewatkan adalah kontrol atau perasaan kehilangan kendali.
Tim peneliti mendapati saat seseorang merasa kehilangan kontrol, mereka membeli lebih banyak barang-barang fungsional. Produk yang dirasa akan membantu memecahkan masalah, dan membuat mereka kembali memegang kontrol.
Lantas bagaimana memulihkan kontrol, bila ini sangat penting dalam situasi yang penuh ketakutan? Prof. Andy menjawab : dengan informasi yang benar. Setiap orang perlu mempelajari apa sebenarnya yang terjadi, apa dan bagaimana virus ini bisa menginfeksi, dan bagaimana kita harus bersikap dengan virus ini.
“Tetapi saya tidak menyarankan untuk menghabiskan banyak waktu di media sosial, karena media sosial itu seperti ruangan bergema. Salah satu alasan banyak aksi panik membeli adalah karena melihat foto dan menonton video orang-orang yang membeli kertas toilet dan segala macam hal. Itu menyebabkan banyak kasus pembelian panik di seluruh dunia,” terangnya.
“Kami tidak melihat perilaku yang sama ketika SARS (di tahun 2003), yang merupakan infeksi virus yang serupa, pandemi yang serupa. Hanya ada sedikit panik membeli saat itu, karena orang tidak memiliki ‘ruang gema’ di telapak tangan mereka.” (jie)