Sebelumnya terdapat pro kontra yang keras tentang penggunaan Ivermectin, yang selama ini dipakai sebagai obat cacing, dalam terapi COVID-19. Namun akhirnya BPOM menyetujui pelaksanaan uji klinis Ivermectin sebagai obat COVID-19.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Lukito menjelaskan berdasarkan data publikasi global telah menunjukkan bila Ivermectin telah digunakan dalam penanggulangan COVID-19.
Meta-analisis dan beberapa riset acak terkontrol (randomized controlled trial) menyatakan Ivermectin bisa ditoleransi dengan baik sebagai terapi COVID-19, bila diberikan sesuai rekomendasi. Dan, obat ini bisa digunakan bersama obat COVID-19 lainnya.
“Dan ada guideline (panduan) WHO dikaitkan dengan COVID-19 treatment yang merekomendasikan Ivermectin dapat digunakan dalam rangka uji klinik. Pendapat yang sama juga dikeluarkan oleh FDA (Food and Drug Administration; milik AS) dan EMA (European Medicines Agency),” kata Penny dalam konferensi pers yang disiarkan di Youtube Badan POM RI, Senin (28/6/2021).
Ia menambahkan, BPOM sejalan dengan rekomendasi WHO memfasilitasi pelaksanaan uji klinis yang akan dilaksanakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI. “Dengan demikian akses masyarakat untuk obat ini bisa dilakukan segera secara luas dalam pelaksanaan uji klinik,” katanya.
Masyarakat yang ingin menggunakan Ivermectin tetapi tidak termasuk ke dalam bagian uji klinik, tetap diperbolehkan berdasarkan rekomendasi dokter sesuai protokol uji klinis yang disetujui. “Masyrakat agar tidak membeli obat ini secara bebas, termasuk lewat platform online,” Penny menekankan.
Uji klinis Ivermectin akan dilaksanakan di delapan rumah sakit, seperti RS Persahabatan, RS Sulianti Saroso, RSPAD Gatot Soebroto, RS Angkatan Udara, RS Umum Suyoto, RS Darurat COVID-19 Wisma Atlet (semuanya ada di Jakarta), dan RS Sudarso Pontianak serta RS Adam Malik Medan.
Uji klinis dilakukan dalam kurun waktu tiga bulan dengan pemberian obat kepada pasien selama 5 hari dan pemantauan dimulai 28 hari setelah pemberian obat.
Obat cacing yang naik kelas
Sebenarnya Ivermectin adalah obat yang diindikasikan sebagai antiparasit, baik untuk manusia, hewan peliharaan atau ternak.
Pada manusia penggunaan obat ini antara lain sebagai krim pembasmi kutu rambut dan obat untuk infeksi cacing gelang.
Termasuk sebagai obat keras yang hanya boleh dikonsumsi berdasarkan resep dokter. Penggunaan tanpa indikasi dalam jangka panjang bisa menyebabkan efek samping seperti nyeri otot/sendi, ruam kulit, muntah, tubuh gemetar, pusing, diare atau sindrom Stevens-Johnson.
Salah satu riset tentang pemakaian Ivermectin sebagai terapi COVID-19 dipublikasikan di American Journal of Therapeutics. Data menunjukkan bila Ivermectin mengurangi risiko kematian pada pasien bergejala ringan hingga sedang dengan rata-rata 62%.
Data lebih lanjut menunjukkan bahwa risiko kematian ditemukan 2,3% di antara pasien rawat inap yang diobati dengan Ivermectin, dibandingkan dengan 7,8% pada pasien tanpa Ivermectin. Tetapi peneliti mencatat mungkin obat ini tidak bermanfaat bagi pasien yang memerlukan ventilator.
“Menggunakan Ivermectin di awal terapi klinis dapat mengurangi jumlah yang berkembang menjadi kondisi parah. Keamanan yang nyata dan biaya rendah mengindikasikan bahwa Ivermectin bisa memiliki dampak signifikan pada pandemi COVID-19 secara global,” peneliti menyimpulkan. (jie)