Pada tahun 2008 lalu risiko kesehatan yang disebabkan oleh Bisphenol (BPA) yang terdapat di bahan plastik menjadi headline dalam pemberitaan internasional. Saat ini, 14 tahun berlalu, BPOM menemukan kandungan BPA dalam produk plastik, terutama galon air minum, masuk dalam kategori mengkhawatirkan.
Berdasarkan hasil pengecekan pascapasar atas galon air minum yang beredar di masyarakat, periode 2021 – 2022, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan level migrasi BPA tidak boleh lagi dipandang sebelah mata.
Rita Endang, Deputi Bidang Pengawasan Pangan BPOM, mengatakan, “Hasil pengecekan menunjukkan ada 3,4% dari total sampel galon air minum pada sarana distribusi dan peredaran yang level migrasi BPA-nya di atas batas aman 0,6 bpj (bagian per juta).”
Hasil uji juga mendapatkan level migrasi BPA dalam galon air minum mengkhawatirkan, yakni berada di antara ambang batas 0,05 – 0,06 bpj mencapai 46,97%, dari total sampel di sarana distribusi dan peredaran. Selanjutnya sebanyak 30,91% ada di sarana produksi.
“Migrasi BPA pada galon guna ulang sudah sangat mengkhawatirkan,” tegas Rita, Minggu (5/6/2022).
BPA merupakan bahan kimia untuk memproduksi plastik yang kuat dan tahan banting, sudah dipakai lebih dari 40 tahun. Ia terdapat mulai dari peralatan kesehatan, compact disk (CD), botol minuman, botol susu bayi, kemasan makanan, sealant gigi, hingga ke lapisan makanan dan minuman kaleng.
Sejak 2019, Indonesia mematok level migrasi BPA 0,6 bpj sebagai syarat yang harus dipatuhi semua produsen pangan yang menggunakan kemasan berbahan plastik polikarbonat, termasuk produsen galon air minum.
Dalam draf revisi kedua peraturan label pangan olahan, tahun 2021, BPOM mewajibkan produsen air kemasan yang menggunakan galon plastik polikarbonat untuk memasang label peringatan ‘Berpotensi Mengandung BPA’, kecuali mampu membuktikan sebaliknya.
Gangguan hormon dan infertilitas
Paparan BPA dikaitkan dengan sejumlah masalah kesehatan. Pada jurnal Molecular and Cellular Endocrinology dijelaskan bila BPA bisa meniru struktur dan fungsi hormon estrogen.
Ini menyebabkan BPA mampu mengikat resptor estrogen dan mempengaruhi proses tubuh, seperti pertumbuhan, perbaikan sel, perkembangan janin, tingkat energi dan reproduksi.
"Gangguan dapat menyebabkan kemandulan (infertilitas), menurunnya jumlah dan kualitas sperma, feminisasi pada janin laki-laki, gangguan libido dan sulit ejakulasi," kata Rita.
Selain itu , BPA juga bisa berinteraksi dengan resptor hormon lain, seperti tiroid, dan mengubah fungsi hormon tersebut.
Risiko kesehatan lain
Sebelumnya, FDA (Food and Drug Association) menyatakan bahwa penelitian yang menggunakan tes toksisitas standar menunjukkan BPA aman untuk manusia pada tingkat paparan yang rendah.
Tetapi berdasarkan bukti lain - sebagian besar dari penelitian pada hewan - FDA menyatakan "beberapa kekhawatiran" tentang efek potensial BPA pada otak, perilaku, dan kelenjar prostat pada janin, bayi, dan anak kecil.
1. Masalah otak dan perilaku
Setelah meninjau bukti yang ada, the National Toxicology Program di FDA menyatakan perlu peningkatan kewaspadaan tentang kemungkinan efek BPA pada otak dan perilaku bayi dan anak kecil.
Penelitian telah menunjukkan bahwa kebanyakan orang di atas 6 tahun memiliki jumlah BPA yang terukur dalam urin mereka. Bahkan, riset Jangwoo Lee, dkk, menemukan sekitar 85% anak-anak Korea di bawah 2 tahun (9 - 15 bulan) memiliki kadar BPA yang terdeteksi dalam urin.
2. Kanker
Beberapa penelitian pada hewan menunjukkan kemungkinan hubungan antara paparan BPA dan peningkatan risiko kanker di kemudian hari.
3. Masalah jantung
Dua penelitian telah menemukan bahwa orang dewasa dengan tingkat BPA tertinggi dalam tubuh mereka tampaknya memiliki kejadian masalah jantung yang lebih tinggi.
4. Kondisi lain
Beberapa ilmuwan melihat kemungkinan hubungan antara paparan BPA dalam tubuh dan masalah kesehatan lain, seperti obesitas, diabetes dan ADHD. (jie)